15. Tidak akan melepaskan, lagi.

19 5 25
                                    

Kediaman Hansel

Clavy meninju keras Gladys tepat di hidung gadis itu, hingga terdengar bunyi crack yang cukup kencang dan darah mengalir secara deras membuat Gladys menjerit histeris. Para pekerja di rumah itu yang menonton semua itu bersorak gembira Clavy membuat Gladys K.O bahkan saat pertarungan baru dimulai.

"BITCH! HOW DARE YOU!" Jerit Gladys tidak terima sembari menekan hidungnya mencoba menghentikan darah yang keluar semakin deras dari hidungnya.
Sementara Clavy hanya tertawa puas melihat kemarahan Gladys. Cih, kakaknya itu benar-benar salah mencari lawan.

"Are you okay, big sis? Or i should call an ambulance? You're nose look bad." Pertanyaan sarkastik itu meluncur dengan lugas dari mulut Clavy. Membuat Gladys semakin memerah karena amarah.

"Astaga! Apa lo sudah berubah menjadi putrinya Mr.Crab sekarang? Look at your face, so red." Ledek Clavy lagi, gadis itu sibuk tertawa sampai tidak sadar bahwa Gladys sudah memegang tongkat baseball yang berada di bawah meja ruang tengah.

Dengan cepat Gladys terbangun dari posisinya dan mengayunkan tongkat itu ke sisi kiri tubuh Clavy. Clavy yang tidak siap akan pukulan itu tidak bisa menghindarinya dan hal selanjutnya terjadi ialah teriakannya yang menggema se isi rumah. Gladys tersenyum lebar melihat Clavy yang jatuh kesakitan. 1-1, pikirnya. Dan entah sampai skor berapa hal ini akan terjadi.

***

Theo menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong, begitu juga dengan pikirannya. Sementara di bawah sana erangan Leo dan Edward masih terdengar jelas. Diam-diam dia menggeram dengan kesal, tidak bisakah dua idiot itu pindah ke kamar agar tidak terlalu terdengar?!


Dengan bantal yang menutupi seluruh wajahnya, Theo tiba-tiba saja larut dalam pikirannya. Tentang bagaimana ia bisa secepat ini berubah? Well, hanya karena suatu hari ia menolong gadis yang hobby berkelahi, yang mana sekarang adalah pacarnya. Pacarnya. Cih, seorang Theodore Strom memiliki kehidupan romansa. Terdengar tidak mungkin, namun itulah yang terjadi. Dan ngomong-ngomong soal Clavy, entahlah Theo terkadang sangat ingin melihat gadis itu hancur di tangannya, seperti rencananya di awal. But, in other sight, he needed her existence. Ini membinggungkan. Bagaimana bisa ia ingin gadis itu mati dan hidup secara bersamaan?

Kesal, ia menggeram dengan cukup keras sembari menggulingkan tubuhnya ke samping hingga posisinya terlungkup. Dan tiba-tiba saja perasaan tidak enak menusuk ke setiap jengkal tulangnya. Aneh, kenapa tiba-tiba seperti ini. Sial, apa sesuatu terjadi pada Clavy? Berbagai pikiran buruk spontan saja memasuki pikiran Theo. Clavy tidak lemah, ia tahu, tapi, Gladys itu jalang licik yang selalu berbuat curang. Sial, sial, sial. Perasaan tidak enak itu semakin menjadi-jadi.

Dengan perasaan yang tidak karuan itu, ia segera bangkit dan bergegas mengambil kunci mobilnya. Ia menuruni tangga rumahnya dengan kecepatan kilat yang bahkan hal itu membuat Leo dan Edward menghentikan apapun yang sedang mereka lakukan.

"Le, gue baru tau adik lo titisan vampire. Sejak kapan coba manusia bisa bergerak secepet itu?" Tanya Edward dengan asal, krystal sewarna daun miliknya menatap pintu yang baru saja terhempas dengan kekuatan yang... wow.

"Ck, jangan bego kenapa Ed. Tapi, lo bener juga sih, tapi, bodo amat. Paling lagi, ada apa-apa sama Clavy. Dia kan jadi manusiawi sejak ada cewek itu." Balas Leo dengan nada malas. Membuat Edward yang berada di atasnya tersenyum begitu lebar.

"Engga nyangka gue, psycho aja bisa jadi waras karena cinta. Ckck, emang ya, negatif kali negatif bisa jadi positif." Ujar Edward yang membuat Leo mengerutkan dahinya.

"Ed. Shut the hell up and go away, you freakin' idiot!" Protes Leo dengan nada satu oktaf, lantas membuat Edward tertawa.

***

"OoppSs... you scream so loud my little sister do I have to call an ambulance?" Tanya Gladys dengan nada yang dibuat-buat diiringi tawa jahat khas penyihir.

Hal itu membuat Clavy yang sibuk mengerang kesakitan semakin mual mendengarnya. Susah payah gadis mungil itu bangkit dengan tangan yang mengepal, lalu, ia mengayunkan kepalan tangannya itu ke arah rahang bawah milik Gladys. Gladys yang tidak siap akan serangan tiba-tiba itu langsung jatuh tersungkur ke lantai. Teriakannya membuat senyum Clavy melebar. Dia tidak akan lolos malam ini dari Clavy.

Clavy membalik posisi. Ia kini duduk di atas perut Gladys dan meninju kakak tirinya itu secara membabi buta. Walau ia dalam rasa sakit, namun api amarah di dalam dirinya mengalahkan rasa sakit itu. Ia tidak peduli jika Gladys mati. Toh, ia pintar mengarang untuk merancang skenario kematian jalang satu itu. Atau ia juga bisa meminta bantuan Theo untuk memanggang tubuh Gladys.

Wajah Gladys sudah tertutup dengan darah dan lebam. Namun, Clavy tidak juga berhenti. Dengan sisa-sisa kekuatannya Gladys mengangkat kakinya dan menendang punggung Clavy dengan cukup keras, yang membuat gadis itu langsung terjatuh ke samping hingga kepalanya terantuk meja. Gladys menarik dirinya dan berusah bangkit perlahan-lahan. Ia mengerang penuh rasa sakit. Clavy benar-benar akan ia habisi.

Ia dengan perlahan mengambil sesuatu dari kantung celananya. Sebuah pisau lipat, yang berkilauan ketika terkena cahaya lampu. Para pekerja yang masih menonton terkesiap, mereka berbisik-bisik dengan panik karena binggung apa mereka harus menghentikan mereka berdua atau dibiarkan saja. Di sisi lain mereka juga tidak berani dengan Gladys.

"Gue bakal bunuh lo, Clavy. Gue bakal ngirim lo kepelukan mama lo secepat mungkin. So, good bye, my dear little sis." Dan Gladys pun menghunuskan pisaunya ke arah Clavy yang masih belum sadar sepenuhnya. Namun, sebuah tangan menahan pisau tersebut. Gladys membulatkan matanya dan menoleh ke arah si pemilik tangan. Ia semakin membulatkan matanya ketika orang itu memuntir tangannya kebelakang membuat pisau yang ia pegang terjatuh entah kemana. Ia menjerit kesakitan saat ia rasa tulangnya mulai patah secara perlahan-lahan.

"Bitch, don't you dare to touch my girlfriend." Suara orang itu, yang tak lain ialah Theo, menggeram dengan penuh amarah. Ia semakin mematahkan lengan Gladys sekalipun gadis itu memohon ampun padanya. Theo benar-benar marah, gadisnya tergeletak dengan separuh sadar dengan kepala yang mengeluarkan darah dan wajah pucat. Gladys harus membayar apa yang telah ia lakukan pada gadisnya. Harus.

"Gue rasa ngirim lo ke neraka adalah hal yang paling tepat sekarang. Lo mau pilih jalan yang mana Gladys? Gue akan kasih pilihan. Tapi sayangnya, pacar gue lebih membutuhkan gue sekarang. See ya later, slut. You'll gonna pay for this, later." Kata Theo seraya menghempaskan tubuh Gladys ke dinding hingga tidak sadarkan diri.

Theo diam sejenak di tempatnya berdiri. Amarah masih berkobar di dalam dirinya. Apalagi dengan Gladys yang masih bernafas, amarah itu mungkin belum akan reda. Mendengar suara erangan kecil dari sisi kanan bawah dirinya, Theo otomatis berbalik dan langsung menghampiri Clavy yang berada di antara sadar dan tak sadar. Ia mengangkat tubuh mungil Clavy dengan perlahan, takut untuk membuat tubuh itu lebih merasakan sakit lagi.

"Clè, hey, lo harus tetep sadar, oke? Please, keep your eyes open for me. Shit Clè! Baru beberapa jam gue ninggalin lo dan lo udah kayak gini lagi. Kalau begini, gue engga akan ngelepasin lo Clè, engga akan lagi." Racau Theo dengan nada panik dan sedikit bergetar. Membuat Clavy, yang walaupun tidak sepenuhnya sadar tersenyum tipis. Gadis itu tidak peduli lagi dengan dunia sekarang, toh, berada di dalam dekapan Theo untuk saat ini sudah cukup.

Karena ia yakin, bersama Theo adalah tempat paling aman. Atau sebaliknya. Dan tak lama gelap pun menjemput.

***

To Be Continue

a/n : HAI! how r u pipel? Im back after long long time bcz uas and some bullshit in college. Karena ini udah mau deket natal dan tahun baru... SO SELAMAT NATAL (bagi yang merayakan) DAN TAHUN BARU SEMUANYA!!!! SEMOGA TAHUN DEPAN KALIAN BE BETTER PERSON OKAY! MUAH LOVE U ALL.

Big Lavv,

Villafioo

[BPS] The Bad and The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang