7. Theo dan segala kegilaannya

111 11 4
                                    

Jam sudah menunjukan pukul satu dini hari. Clavy sudah terlelap sedari tadi.
Sedangkan Theo, lelaki itu hanya duduk diam di sudut ruangan yang tak diterangi oleh cahaya. Theo tidak masalah, walau begitu ia tetap dapat melihat wajah damai milik Clavy.

Pikirannya penuh dengan perkataan Leo tadi sore. Ia benar-benar tidak habis pikir, kakaknya menyukai seorang gadis? Seorang Clavy pula. Bukannya Leo itu...

Ah, Theo merasa pusing sekali. Ia pun mengambil jaketnya lalu memakainya dengan sekali gerakan, dan ia melangkah perlahan ke arah pintu. Sebelum keluar, ia menoleh sebentar ke arah Clavy yang terlelap. Dan setelah itu ia menutup pintu dengan pelan agar tidak menimbulkan suara apapun.

Theo pun pergi menghilang dari balik pintu dan disaat yang bersamaan pula Clavy membuka kedua matanya.

***

Theo berjalan tanpa tujuan di dalam gelapnya malam. Kedua tangannya ia masukan ke dalam saku jaket. Entah kenapa hari ini terasa dingin sekali padahal hujan sudah tidak mengguyur sejak beberapa jam yang lalu.

Theo masih terus berjalan sampai akhirnya ia menemukan sesuatu. Ah bukan sesuatu tapi sekumpulan orang. Yang tengah mabuk dan meracau tak jelas di pinggir jalan.

Ia sudah menyunggingkan sebuah senyum miring di wajah tampannya itu. Dengan perlahan Theo mendekati orang-orang mabuk tersebut. Preman rupanya.

"Heh bocah n-ngapain -hik- lo ke sini hah? Mau -hik- mati!?" tanya salah satu preman tersebut dengan tersenggal karena mabuk. Theo berdecih sinis.

"Gue? Mau mati? Yang ada gue ke sini buat nyabut nyawa lo semua." jawab Theo dengan datar, tatapannya nampak tajam dan dingin secara bersamaan.

Preman yang jumlah nya ada lima orang itu pun tertawa terbahak mendengar jawaban Theo. Namun itu pilihan yang salah. Karena detik berikutnya sebuah belati telah menancap sempurna di leher salah satu preman.

Lolongan kesakitan pun terdengar, miris. Keempat temannya yang lain langsung menyerbu Theo secara bersamaan. Karena keadaan mereka yang mabuk, membuat Theo dengan mudahnya mengalahkan mereka. Setelah lawan-lawannya terkapar tak berdaya, Theo segera mencabut belati yang menancap di leher korban pertamanya yang sudah tak bernyawa itu.

Theo menancapkan kembali belati itu, kali ini ke perut salah satu preman itu. Ia mengoyak perut itu sampai darah memancur kemana-mana, beserta organ-organ yang ikut keluar. Tangannya sudah berlumuran darah begitupula dengan sebagian wajahnya. Ia pun menjilat sebagian darah yang ada di wajahnya.

Saat akan menusukan lagi belatinya ke preman yang lain sebuah suara membuat Theo berhenti.

"Jangan, Theo. Cukup. Lo bukan iblis Theo." kata suara tersebut. Theo tidak langsung menoleh untuk mengetahui siapa yang berbicara. Karena sesungguhnya ia sudah tahu. Siapa orang itu.

"Sayangnya, gue ga akan berhenti sebelum semuanya selesai. Dan lebih baik lo tutup mata lo." lalu setelah itu dengan gerakan cepat yang terkesan beringas, Theo menusuki satu persatu korbannya itu.

Dan seseorang di belakang Theo hanya dapat menahan nafas karena jijik sekaligus ngeri dengan perbuatan Theo. Ia benar-benar tak menyangka Theo bisa se keji ini dalam menghabisi seseorang.

"Theo, cukup gue mohon. Berhenti." pinta orang itu, suaranya tercekat. Ia mual sekali karena melihat semua yang dilakukan Theo.

"Gue udah selesai. Dan kenapa pula lo ga nurutin perintah gue buat tutup mata, hm?" tanya Theo sembari membersihkan tangannya yang bernoda darah.

"Gue gatau..." jawab orang itu lirih. Mendengar itu Theo lantas berbalik badan. Ia berjalan mendekat ke arah orang itu. Ketika sampai di depan orang itu, Theo mengangkat tangannya dan mengelus pelan wajah orang itu. Jemarinya merasakan dingin saat kulit mereka bersentuhan.

"Tubuh lo dingin banget. Kenapa harus kabur dan nyusul gue, hm?" tanya Theo dengan lembut. Berbanding terbalik dengan sikap nya yang tadi.

Orang itu yang tadinya menunduk, memberanikan diri menatap manik mata Theo. Ia menghembuskan nafas pelan.

"Gue.. Gue cuman mau tau lo ke mana. Gue bahkan gatau kalo lo bakal ngelakuin hal ini. Please jangan bunuh gue." kata orang itu dengan nada ketakutan. Theo terkekeh kecil, ia mengusak rambut orang di depannya ini.

"Clavy, lo masih punya hutang yang harus lo bayar ke gue. Mana mungkin gue bunuh elo." ujar Theo dengan santai. Orang itu, Clavy, hanya bisa menghembuskan nafas lega.

"Ayo balik ke rumah sakit. Lo ada-ada aja pakai kabur segala." ajak Theo. Namun Clavy masih bergeming di tempatnya.

"Clav?" panggil Theo. Clavy menatap Theo dalam, "Gimana sama mayat-mayat itu?" tanya Clavy sejurus kemudian. Theo mengalihkan pandangannya pada mayat-mayat itu.

"Biarin aja. Paling besok polisi nemuin mereka, dan ngeduga kalau mereka saling berkelahi terus ujung-ujungnya saling membunuh." jelas Theo. Clavy menatap nya tidak percaya. Bagaimana mungkin Theo bisa se santai ini?

"Tapi Theo..."

"Ssttt... Berisik ah. Ayo balik. Lo udah kedinginan, kan?" Clavy hanya dapat mengangguk sebagai jawaban.

Dan gadis mungil itu dapat merasakan darahnya berdesir kala sebuah jaket tersampir di bahunya, serta sebuah lengan yang merangkul pinganggnya dengan posesif.

Dan sisa malam itu, ketika Clavy mengetahui siapa Theo yang sebenarnya, ia tidak mempermasalahkan itu. Yang ia permasalahkan ialah hatinya. Yang sepertinya telah berubah. Bahkan setelah ia mengetahui tentang Theo dan segala kegilaannya. Hatinya sudah jatuh untuk orang tak waras seperti Theo. Dan Clavy merasa ia sama tak warasnya.

Biarlah perasannya tetap menjadi misteri bagi dirinya sendiri, karena ia tak ingin melewatkan rasa nyaman yang baru saja ia dapatkan.

***

To be continue

A/n : haiii ada yang nunggu ClavTheo? Ga ada ya? Yowes. Sorry ya baru bisa update hehe aku sibuk. Mind to vomment, gays?

[BPS] The Bad and The DarkOù les histoires vivent. Découvrez maintenant