18. Traveler

161 11 0
                                    


"Nih cobain," Carla menjulurkan sepiring nasi goreng yang telah dilengkapi sayuran.

Difa tersenyum melihat Carla. Dia senyum menggoda.

"Apa sih?" tanya Carla yang tersenyum malu. "Cepetan cobain." Pintanya lagi.

Difa semakin sengaja terdiam. Dia menjulurkan wajahnya, meminta sesuatu.

Carla peka dengan permintaannya. Dia mengambil sendok dan mengambil nasi dari piring, lalu menyuapi Difa. Dia menunggu Carla beres mengunyah, tak sabar rasanya dia ingin mendapat pujian dari Difa.

Difa terdiam beberapa detik. Dia sedang menikmati rasa makanan. "Enak sih." Ujarnya. Namun dia tetap berpikir kembali. "Cuman kurang kasih sayang dari kamu." Dia tertawa kecil.

Carla ikut tertawa kecil. "Aku hebat 'kan?"

Difa tersenyum. "Lo hebat. Lo bisa bikin gue bertahan buat lo." Ujarnya dalam hati.

Mereka memakan nasi goreng yang dibuat Carla di halaman atas sambil menikmat dinginnya malam. Setelah selesai, Carla meminta untuk Difa menemaninya mengelilingi setiap ruangan. Dibenaknya, banyak pertanyaan yang ingin dia sampaikan selama ini.

Carla mengajak masuk Difa ke kamarnya. Mereka memperhatikan sekeliling ruangan kamarnya yang penuh dengan figura besar. Gambar di dalam figura itu ada lukisan gunung, laut, sawah, danau dan seseorang membawa carrier yang sebenarnya pembawa carrier itu Carla, namun diubah menjadi orang lain. Ada pula lukisan arab. Ada peta Indonesia dan peta dunia yang berukuran besar. Ada poster dengan kalimat-kalimat alam, penyemangat dan hadist.

"Kamu tau gak, kenapa semua kamar aku tentang alam semuanya?" tanya Carla. "Seakan-akan dengan kamar ini aku diperkenalkan dengan alam." Lanjutnya. "Novel yang kalian kasih ke aku, semuanya hampir perjalanan seperti yang kamu sebut itu seorang traveler."

Difa melihat Carla dengan tatapan iba. "Suatu saat kamu bakal tau, siapa diri kamu yang sebenarnya." Ujarnya dalam hati. Sebenarnya dia ingin mengatakan kalimat itu langsung pada Carla, namun jika itu terjadi akan menjadi masalah besar.

"Di Jerman, aku gak dikenalin sama hal yang kayak gini."

Difa terdiam. Dia berpikir akan menjawab apa. "Hmmm," Gumamnya ragu. "Kamu harus suka sama Indonesia dan abang kamu kasih cara dengan nunjukkin peta itu." Dia menunjuk pada peta Indonesia itu. "Kamu harus kelilingi peta itu." Tunjuknya kembali.

"Abang? Abang aku siapa?" tanya Carla penasaran. Pikirannya mengingat sesuatu hal yang berhubungan dengan abang.

Difa baru sadar kalimat itu sudah dia ucapkan. "Hmmm," Gumamnya. Dia kebingungan akan menjawab apa. "Aku manggul papah kamu dengan sebutan abang." Dia tersenyum meyakinkan.

Carla membalas senyumnya sambil menganggukkan kepalanya. "Maksud kamu tadi, aku jadi seorang traveler?" tanya Carla dengan ragu. "Kayak di buku yang lagi aku baca?"

Difa menatap Carla. Carla terus melihat setiap figura yang menempel di dinding.

"Kamu tau?" tanya Difa. "Aku yang bakal temenin traveling kamu."

Carla mengalihkan matanya pada Difa. "Aku 'kan udah bilang, nunggu aku sembuh."

"Kamu sempurna." Ujar Difa dengan suara agak keras. "Kamu gak kenapa-kenapa. Kamu tinggal pergi ke tempat yang kamu pengen."

"Sekarang, kamu lakuin apa yang pengen kamu lakuin. Jadi diri kamu sendiri." Difa tersenyum untuk meyakinkan Carla.

Carla tersenyum, lalu tangannya menggenggam tangan kiri Difa. "Makasih Dif."

Difa hanya membalas dengan senyuman. "Kamu tau gak, kenapa kedua peta itu di tempel di sana?" dia menunjuk ke arah peta. "Di depan tempat tidur kamu."

Carla melihat Difa. Dia menggelengkan kepalanya. Memang itu hal yang membingungkan dan ternyata letaknya pun ada maksud.

"Supaya pertama kamu bangun, yang kamu liat pertama di bumi itu, impian kamu, yaitu peta itu." Difa menunjuk ke arah peta Indonesia.

Carla tersenyum. Ternyata ada maksud. Padahal sebelumnya hal itu tidak terpikir dibenaknya. "Niat banget,yah, bikin aku tertarik sama traveling." Akhirnya dia sadar dengan maksud-maksud orang di sekelilingnya.

"Dan akhirnya kamu peka." Difa tertawa kecil dan begitupun Carla ikut tertawa kecil.

Difa teringat sesuatu hal. Dia mengajak Carla ke bawah, masuk ke dalam salah satu kamar. Sebelumnya Carla tak pernah masuk ke dalam kamar itu, karena setahunya kamar itu hanya untuk tempat barang-barang tak terpakai.

Carla mengerutkan dahinya saat melihat barang-barang yang ada di dalam kamar itu. "Ini alat-alat traveling?" tanyanya.

Difa tersenyum. "Nanti kita pake barang-barang ini semua."

Carla tertawa kecil mendengar kalimat itu. "Pd banget kamu bilang kayak gitu."

Difa ikut tertawa kecil. "Karena aku yakin, kita pasti selalu bareng." Dia memberikan kelingkingnya dengan diisyaratkan perjanjian. Carla pun mencantelkan kelingkingnya dan dia tertawa kecil.

Difa menjelaskan satu persatu barang-barang yang biasa dipakai untuk traveling. Carla hanya mendengarkannya dengan serius. Berulang kali dia menjahili Difa dengan mempertanyakan setiap cara pemakainya.

Setelah selesai di kamar itu, Carla menarik tangan Difa untuk meminta ke dapur. Difa tahu pertanyaan apa yang selanjutnya akan dikatakan Carla jika berada di dapur. Carla menatap pintu ruangan yang berada di depan kamar. Dia menyilangkan kedua tangan diperutnya.

"Ini ruangan apa sih?" tanya Carla pada akhirnya. Pertanyaan itu sudah terpikirkan di benak Difa, memang itu yang pasti Carla tanyakan.

Difa yang berdiri di samping Carla mengikuti gayanya. "Aku juga gak tahu ini ruangan apa."

Carla melihat Difa. Dia cemberut, dia kesal. Dia yakin, sebenarnya Difa tahu. Selama dia beradaptasi, Difa tahu segalanya dan termasuk dengan ruangan ini, Difa pasti tahu. "Ngomong dong Dif, ada apa di dalemnya." Manjanya sambil menggoyangkan tubuh Difa yang masih tetap berdiri di sampingnya.

Difa terdiam. Dia mencari alasan. Dia melihat jam tangan di tangan kirinya. "Udah malem, aku pulang yah." Pamitnya.

"Kamu nyebelin." Manja Carla sambil mencubit kedua pipi Difa. "Aku pengen es krim." Rengeknya.

"Kamu tunggu aja di rumah yah, biar aku yang beli keluar."

Carla hanya cemberut mendengar jawaban itu. Dia sedang ingin mencari udara luar.

"Udaranya dingin, nanti kamu sakit." Difa membenarkan kerudung Carla.

Akhirnya Carla mengalah. Dia menunggu Difa sampai Difa membawakannya es krim. Sambil menunggu es krim datang, dia membawa novelnya di dalam kamarnya, sampai akhirnya es krim datang, lalu dia memakannya sendirian.

*****

PERIHAL MENGIKHLASKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang