You Brought My Smile Away

4.6K 345 9
                                    

Miranda mengakhiri sambungan telepon dengan cepat --secepat yang ia mampu untuk menggeser tombol merah yang berpendar-pendar di ponsel pipihnya. Ia baru saja melalui lima menit paling canggung, paling menyebalkan --setelah hari dimana ia bertemu ibu mertuanya untuk pertama kalinya. Bayangkan, ia baru saja berbicara dengan Yuuki! Tentu saja wanita itu yang meneleponnya terlebih dahulu. Miranda tidak punya alasan untuk menelepon wanita itu --walaupun dulu ia sering melakukannya, bahkan saat ia tidak punya apapun untuk dibicarakan. Namun sekarang 'kan situasinya telah berbeda. Sangat berbeda. Garis bawahi itu.

Miranda mulai memikirkan kembali apa yang baru saja mereka bicarakan dalam lima menit yang canggung itu. Ah, ia ingat. Yuuki menanyakan padanya mengapa ponsel Wyns tidak bisa dihubungi karena --Oh, sial! Miranda sebenarnya tidak ingin mengatakan ini-- Yuuki ingin memastikan apakah Wyns tidak berubah pikiran untuk menjadi bridesmaid Yuuki dipernikahannya nanti.

Demi Cangkang Penyu, itu ide yang sangat buruk yang pernah Miranda dengar. Wyns mau menjadi bridesmaid Yuuki? Sekarang Miranda yakin ada sesuatu di dunia ini yang lebih buruk dari melihat Elliot tidur memakai sepatu bola. Sangat dekat. Bahkan ia tidak perlu keliling dunia untuk mencari. Sudah ia temukan. Hubungan aneh antara Wyns, Yuuki dan Andrea.

Katakanlah Miranda berlebihan. Demi Neraka, ia tidak peduli. Sejak ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, pengkhianatan yang dilakukan Yuuki pada Wyns tempo hari, ia selalu merasa bahwa Yuuki --wanita ular itu-- telah berubah menjadi sangat sombong dan tukang pamer. Miranda bukannya pendendam. Ia hanya selalu merasa begitu setiap kali mendapati Yuuki berhubungan lagi dengan Wyns.

Kalau Wyns pernah memintanya untuk bersikap baik --lagi-- pada Yuuki dan pada akhirnya ia lakukan, ketahuilah, ia melakukannya semata-mata demi Wyns. Bukan demi Yuuki.

Dan, sebelum Miranda mulai lupa pada misi mendadaknya hari ini, ia segera berteriak memanggil nama Elliot dari arah dapur.

"El, dimana kau?"

Beberapa saat, ia tidak mendengar jawaban verbal. Tapi ia bisa mendengar suara barang-barang beradu dengan lantai dan derap langkah yang gaduh menuju dapur.

"Ada apa?" Elliot muncul dengan wajah kusut dan sebelah tangan menenteng popok. "Aku baru saja mau mengganti popok Owen dan kau memanggilku seperti komandan yang pasukannya kalah perang." Omel Elliot.

"Apa belakangan ini kau bertemu dengan Wyns?" Alih-alih mendengarkan omelan suaminya, Miranda mulai menyela dengan cepat --tanpa merasa bersalah.

Elliot mengedikkan bahu. "Aku tidak yakin." Jawabnya.

Miranda berjengit. Percayalah, ia tidak suka dijawab dengan pernyataan yang menggantung seperti itu. Otaknya hanya menerima jawaban yang pasti, yang lugas, seperti; ya atau tidak. Jadi, ia sudah siap sekali untuk membalas omelan itu dengan omelan yang lebih besar kalau saja Elliot tidak sigap membaca raut wajah istrinya.

"Baiklah, baiklah. Aku hanya melihatnya sekilas. Dan dia tidak mau kusapa atau menyapaku." tukas Elliot.

"Seperti Dave waktu itu?" tanya Miranda.

Elliot mengangguk.

Omong-omong soal Dave, kira-kira seminggu yang lalu, saat pria itu baru saja pulang dari universitas tempat ia mengajar, ia secara kebetulan bertemu dengan Wyns. Menurut cerita Dave, Wyns sedang tidak dalam kondisi yang 'baik'.

Mereka semua --Dave, Miranda dan Elliot-- sepakat bahwa definisi 'baik' disini adalah ramah dan ceria seperti Wyns yang mereka kenal. Wyns terlihat 'berantakan' dalam arti yang sesungguhnya; wajahnya sembab dan pakaian kotor - basah. Saat Dave menceritakan tentang itu, Miranda berspekulasi bahwa bisa saja Wyns baru mengalami kecelakaan seperti terjatuh di jalanan berlubang yang sedang diperbaiki. Bisa saja.

Ange Déchu | Book 01Where stories live. Discover now