From Francis to Arash

4.5K 330 3
                                    

Wynstelle tiba di rumah ibunya menjelang tengah hari. Ia melewatkan sarapan dan ia sangat lapar. Ia butuh tenaga untuk mencari Raiden, oleh karena itu ia harus makan. Ibunya sudah menyiapkan beberapa hidangan laut dengan pasta khas Korea. Sebenarnya masakan ibunya agak hambar, tapi Wyns sedang tidak ingin menjadi komentator kuliner saat ini. Ia hanya harus mengisi perutnya sekenyang mungkin karena Francis akan menjemput Wyns setelah pria itu menyelesaikan urusan kantornya, tepatnya setelah jam makan siang.

Audrey ada di rumah ibu mereka, bersama kedua anaknya. Wyns tidak sempat menceritakan alasannya pulang atau kenapa ia terlihat sangat berantakan, makanya Audrey terus merongrongnya dengan pertanyaan yang sama sejak Wyns menginjakkan kaki disana.

"Sesuatu pasti telah terjadi." Sekarang Audrey memulai tuduhan --tebakan--nya.

Wyns tidak menurunkan mangkuk yang menutupi wajahnya cepat-cepat. Ia menyeruput kuah supnya dan mengacuhkan kakaknya itu hingga geram.

"Kau tidak mau menceritakan apapun padaku?" Audrey memelankan suaranya seperti berbisik-bisik karena kalau Ibu mereka tahu ia mengganggu Wyns saat sedang makan, mungkin ia akan kena masalah. Tata krama.

Wyns mendesah, meletakkan mangkuk tanah liatnya pelan-pelan lalu menoleh ke arah Audrey. "Tidak bisakah kau membiarkanku menikmati hidup sebentar saja? Aku akan bercerita kalau aku mau bercerita. Belum waktunya. Saat ini aku masih lelah." Wyns lalu melengos pergi begitu saja setelah meneriakkan "gomapseumnida" (baca: terimakasih) atas makan siangnya hari ini, kebiasaan di rumah mereka untuk menghargai orang yang telah memasak.

Wyns duduk di ruang baca keluarga mereka, dekat dengan jendela, dimana Ibunya menanam banyak sekali kaktus-kaktus cebol. Ruang baca itu sudah menambah satu fungsi lagi sebagai ruang kerja ibunya. Meja kayu dengan ukiran khas Korea yang tadinya diletakkan di dekat koridor, sekarang sudah dipindahkan ke ruang baca. Lengkap dengan seperangkat komputer, lampu baca, tumpukan novel Ibunya yang belum ditandatangani dan kertas-kertas. Sofa tua yang dulu menjadi tempat favorit Wyns untuk berpikir dan mencari ide-ide brilian telah diganti dengan sofa baru berwarna merah yang sangat empuk --dan mahal.

Wyns menjulurkan kaki sambil memeriksa ponselnya. Satu pesan dari Francis yang mengatakan bahwa ia akan menjemput Wyns satu setengah jam lagi. Beberapa surel juga ia terima. Salah satunya dari Chika yang bertanya tentang laporan bulanan Printemps, selebihnya hanyalah spam.

Ia sudah hendak membalas surel Chika ketika akhirnya ia ingat bahwa ia belum tahu Rumah Sakit tempat Raiden dirawat. Ia sudah mencoba menghubungi nomor ponsel Raiden sejak ia masih di Savannah, tapi pria itu mengalihkan panggilannya ke kotak suara. Ia merasa kesal sekali diperlakukan seperti itu. Dari semua orang kenapa hanya dirinya yang tidak boleh tahu soal kondisi Raiden? Ia berhak tahu, bagaimanapun, karena ia adalah Ibu dari Adara. Walaupun bukan ibu kandung. Setidaknya mereka adalah keluarga. Bukankah itu yang pernah Raiden katakan padanya?

Tidak ada alasan untuk menundanya lagi. Wyns segera memutar otak dan akhirnya memutuskan untuk menghubungi Dave. Pria itu punya akses kemanapun; ia sahabat Raiden dan tetangga Wyns. Wyns mulai mencari-cari nomor Dave di ponselnya lalu membuat panggilan setelah menemukannya.

Panggilan dijawab dalam nada sambung keempat.

"Ya?" Sahut Dave.

"Ini aku." Balas Wyns tanpa menyebutkan nama. Dave pasti tahu siapa dirinya.

"Oh, ya, Wynstelle. Ada apa?" Tanya Dave. Singkat. Dan kaku.

"Aku sedang bertanya-tanya apakah kau tahu dimana rumah sakit tempat Raiden dirawat? Maksudku, aku sudah sampai di Brooklyn dan sebentar lagi Francis akan menjemputku. Jadi, apakah kau bisa memberitahuku sesuatu?"

Ange Déchu | Book 01Where stories live. Discover now