[20] Dia Kartika

16.2K 1K 93
                                    

Pria itu menatap wajah polos wanita dihadapannya. Wajah yang biasanya terlihat angkuh, manja, dan terkadang menyeramkan kini terlihat begitu damai. Apa mungkin wanita dihadapannya itu jelmaan bidadari yang dihukum di neraka dan sedang bersembunyi di bumi?

Kening wanita itu tiba-tiba mengkerut. Seakan saat tidurpun ia berpikir sangat keras. Tingkahnya membuat Chandra mengulurkan tangannya dan mengusap kerutan itu.
"Itu tas hermes gue." gumam Kirana dan lagi-lagi keningnya berkerut untuk kesekian kali.

Chandra berdecak. Kirana bahkan memimpikan tas mahal itu dibandingkan memimpikan suaminya yang tampan ini.

Chandra merasakan seseorang menyentuh tangannya. Dan benar saja, Kirana kini memegang erat tangannya. Bahkan Chandra merasakan kuku Kirana menancap di kulitnya.

"Tas hermes."

Chandra mendengus. Ia berdiri dari bangkunya dan memandang Kirana yang masih mencengkram tangannya.
Chandra mendekati gadis itu. Menatap intens wajah wanita yang sudah mengacaukan hidupnya itu.

Cup.

Chandra mengecup kening Kirana dalam. Mengecup kerutan alis yang dibuat Kirana hingga membuat kerutan itu lambat laun menghilang.

Chandra mengelus pipi wanita itu, "Kenapa kamu semenyebalkan ini hah?" ucap Chandra dengan nada kesal namun senyuman tak pudar dari bibirnya.

Ia mengelus tangan wanita yang tadi baru saja tidur setelah menghabiskan jatah bubur ayamnya itu. Tangan lembut yang mungkin tidak akan bisa ia sentuh saat wanita itu terbangun.

"Harusnya kamu marah. Harusnya kamu memukul kepalaku tadi. Biar aku sadar dan berhenti memikirkan gadis itu. " gerutu Chandra membuatnya kembali mengingat pertemuannya dengan sahabat kecilnya. Cinta pertamanya.

***

Dylan: Cafetaria RS jam 12.30. Jangan telat! Gue yang bakal jagain Kirana. Selesaikan masalah lo, Bro.

Chandra menatap sekali lagi pesan di ponselnya itu dan kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh cafetaria itu. Cafetaria itu cukup ramai karena saat ini telah memasuki jam makan siang. Hal itu membuat Chandra semakin kesulitan mencari orang itu.

"Aku mau sama ibu doktel."

Teriakan kencan anak kecil itu menarik perhatian Chandra. Anak itu menghentakkan kakinya, merajuk pada ibunya.

"Dean mau sama Ibu Doktel."

"Ibu dokter mau makan dulu Dean. Nanti habis ini Ibu doktel temani Dean lagi," Bujuk Ibu itu. Chandra dapat melihat seorang wanita muda yang berdiri memungginya.

"Tapi janji Ibu doktel jangan main sama anak yang lain yah!" Ucap anak itu sambil mengulurkan jari kelingking kecilnya. Dokter muda itu membalas menautkan kelingking pada jari anak itu.

"Janji! Dean sekarang tidur dulu yah. " ucap Dokter muda itu.

Dan anak kecil itu pun patuh dan kemudian di gendong Ibunya pergi dari tempat itu.

Dokter muda itu berbalik tiba-tiba dan melemparkan senyum ke arah Chandra, "Apa kabar?"

Chandra tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum lebar. Efek wanita itu masih masa. Hatinya masih jumpalitan di dalam sana. Napasnya lagi-lagi terasa sesak. Ia merasakan seperti meminun obat psikotropika yang membuat dirinya mengalami euforia yang besar saat ini.

Mereka mengambil duduk di ujung ruangan. Wanita itu, Putri Kartika, masih sama seperti dulu. Bersinar seperti matahari. Seperti namanya.

"Kamu tahu gak? saat ini lagi purnama," ucap Kartika sambil tersenyum. Wanita itu terlihat imut saat menopang dagunya.

Chandra & KiranaWhere stories live. Discover now