Kirana berusaha menutup matanya lagi. Tapi ia tidak bisa. Apa mungkin ia mendadak insomnia karena menonton film horor atau karena ucapan Chandra.
"Dasar tolol," umpat Kirana.
Sudah dua jam ia tidak bisa tidur juga. Berada di rumah sendiri dengan suami yang sedang keluar menemani 'sahabat tercintanya' yang sedang sakit ternyata tidak menyenangkan.
Kirana akhirnya memilih bangun dari tidur dan berjalan menuju laci nakas. Mengambil sekotak barang yang sudah jarang ia gunakan.
Ia berjalan lurus menuju ke teras rumah. Saat pintu itu terbuka, angin malam mulai menerpa dirinya.
Kirana duduk sambil memantik rokoknya. Menatap langit malam yang segelap asap rokoknya.
Dulu ia benci bau rokok. Tapi sekarang ia butuh rokok itu untuk menenangkan dirinya. Jika saja ia berada di Jakarta mungkin ia sudah berada di pub dan meminum alkohol sebanyak yang ia mampu. Tapi ia di Makassar. Ia hanya mengenal Chandra tapi sekarang entah mengapa Kirana merasa diasingkan sendiri di kota ini.
"Apa gue seburuk itu buat lo?"
Air mata Kirana jatuh dengan sendirinya. Ia terus memukul dadanya yang terasa sesak. Rasa sesak yang selalu menghantui dirinya sejak dulu.
Bukannya berhenti, air matanya malah semakin deras mengalir. Ingatannya kembali ke kejadian dua jam lalu.
"Chandra, Do you love her?"
Chandra berhenti mengaduk buburnya dan berbalik menatap Kirana.
"Kalau aku suka atau tidak suka dia. Apa itu penting?"
Kirana menggigit bibirnya. "Gak sih. Tapi..."
Chandra masih menatap Kirana dengan tatapan datarnya. "Tapi apa?"
"Gue suka sama lo."
Mata Chandra membulat walaupun ekspresi datarnya masih terpajang hingga sulit bagi Kirana menebak apa isi dalam kepala pria itu.
"Tapi bohong!" lanjut Kirana sambil nyengir walaupun berbeda dengan hatinya. Ia belum siap sakit hati.
"Astaga Ran, Kamu jangan bercanda terus ini aku lagi buru-buru"
"Kalau gue gak bercanda?" Tantang Kirana lagi.
Chandra berbalik badan dan mengangkat buburnya. Tidak mengindahkan ucapan Kirana.
"Apa gue seburuk itu? apa gue semenjijikan itu buat lo? apa karena orang seperti gue gak pantas buat orang suci kayak lo?" Akhirnya kata-kata yang sedari tadi Kirana tahan pun menyembur keluar.
Chandra menutup tutup tupperware-nya dengan keras. "Apa kamu mengaku kalah?" ucapnya tanpa berbalik badan menatap Kirana yang masih berdiri di belakangnya.
"Pergilah tidur. Aku akan kembali ke rumah sakit. Aku anggap kita tidak pernah membicarakan ini."
Chandra berjalan melewati Kirana yang terpaku di tempatnya.
Pria itu jelas menghindarinya. Bagi Kirana ini seperti penolakan tidak langsung. Baru kali ini Kirana ditolak oleh pria. Dan sialnya lagi pria yang menolaknya adalah pria kere yang sayangnya malah bisa membuat ia uring-uringan.
"Chandra!" teriak Kirana memanggil saat Chandra sudah berjalan ke arah pintu keluar, namun pria itu tak juga berbalik
"Ok! Pergi aja sana! jadi pembantu buat si cabe itu!" Kirana tahu Chandra masih bisa mendengar umpatannya.

YOU ARE READING
Chandra & Kirana
RomanceKirana memiliki segalanya. Kecantikan, harta, sahabat, kasih sayang kedua orang tuanya, dan pacar tampan yang menyayanginya. Tapi semua berubah 180° saat kedua orang tuanya menyeretnya dalam sebuah perjodohan dengan seorang anggota TNI yang kaku ber...