1. Run to You (Peniel)

964 90 72
                                    

"I can understand, what I've never known, do you know what I wanna say now?"

Matahari menampakkan sinarnya di atas Chicago, tepatnya di the Loop, distrik pusat bisnis terbesar Chicago. Waktu baru menunjukkan pukul 7 tepat, tetapi sudah banyak kesibukan yang berlangsung di jalanan. Orang-orang berlalu lalang dengan telfon dalam genggaman dan klakson mobil yang bersahut-sahutan memenuhi setiap sudut the Loop. Semua terlihat sibuk dan terburu-buru... tetapi tidak bagi Peniel Shin.

"You know whenever I see you, my heart beats high, my girl..."

Peniel meraih bantal di sebelah kanannya, dan meletakkan bantal tersebut di atas kepalanya, berusaha meredam suara-suara yang didengarnya. Mimpinya masih terlalu menarik untuk dilewatkan. Kapan lagi ia mendapat penghargaan Most Valuable Player kategori quarterback terbaik?

"Every day and every night, girl, every moment I dream of you..."

Tapi suara dering handphone yang terdengar sampai ke kamarnya betul-betul mengganggu konsentrasi Peniel bermimpi. Akhirnya ia menggeram dan melempar bantalnya ke sudut kamar, terduduk bangun, masih memejam.

"Sis, your phone!" teriaknya jengkel. Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki, dan dering handphone tersebut berhenti. Peniel kembali membaringkan tubuhnya, bersiap melanjutkan mimpinya yang tertunda, ketika pintu kamarnya menjeblak terbuka.

"Ya, Shin Donggeun! Bangun sekarang kalau kau tidak mau sarapanmu kuberikan pada burung gereja di taman. Lagipula, ini sudah jam 7. Bukankah kau ada kelas pagi hari ini?"

Serta-merta mata Peniel terbuka lebar mendengar kicauan kakaknya. Ia paling jengkel kalau kakaknya sudah menyebut nama lengkapnya, itu tandanya Peniel harus melakukan apa yang ia suruh. Peniel bangkit dari tempat tidur dan langsung berderap menuju kamar mandi tanpa bicara sepatah kata pun. Kakaknya, Jennifer Shin, hanya bisa menggelengkan kepalanya, tak habis pikir.

*

"Kau jadi menjemput Elaine hari ini?" tanya Jennifer sambil mengoleskan selai di atas roti panggangnya. Peniel hanya mengangguk tanpa melepaskan matanya dari iPad di tangan. Jennifer melirik apa yang sedang dikerjakan adik semata wayangnya ini, dan mendesah keras.

"Kau sudah baca Harry Potter ribuan kali, Donggeun-ah. Jangan makan sambil membaca, nanti makanan yang kau makan tidak bisa tercerna dengan baik."

Meski sambil cemberut, Peniel memasukkan iPadnya ke dalam tas. "Sejak kapan kau jadi ahli gizi, sis?"

Jennifer melotot. "Cepat habiskan, atau kau akan terlambat. Oh ya, kalau kau nanti bertemu Elaine, tolong berikan ini padanya."

Peniel menerima buku yang disodorkan kakaknya sambil lalu dan memasukkan semua barangnya yang masih berserakan ke dalam ranselnya. Cepat ia menenggak OJ miliknya yang masih tersisa.

"I'm late sis, see you later," ujarnya dan melesat ke arah pintu.

*

Kuliah hari itu berjalan sangat lama bagi Peniel. Akhirnya kelas terakhir selesai dan ia segera berlari menyusuri jalan, menyetop taksi dan meneruskan perjalanannya menuju O'Hare International Airport. Menjemput Elaine Kim, kekasihnya.

Peniel tersenyum sendiri sepanjang perjalanan menuju bandara. Tidak sabar ingin bertemu Elaine. Saat ini, Elaine memang sedang pulang ke Korea, mengunjungi keluarganya dan adiknya yang sedang sakit. Menjalani hubungan jarak jauh rupanya bukan keahlian Peniel. Baru dua minggu, dirinya sudah tidak mampu membendung rindu. Senyum Peniel makin lebar. Tiba-tiba saja ia teringat pertemuan pertamanya yang cukup 'gila' dengan Elaine.

Way Back Home ✔Where stories live. Discover now