2. Home is Where the Heart is (Ilhoon)

736 87 141
                                    

Hongkong International Airport
Monday, April 9th
06.00 pm

Jung Ilhoon membetulkan letak ranselnya yang ia sandang di punggung. Wajahnya menampakkan kecemasan yang nyata, peluh tak henti-hentinya mengalir di kening dan wajahnya. Hampir setiap dua menit sekali matanya melirik jam di tangan. Akhirnya ia mengeluarkan handphone dari sakunya dan menghubungi sebuah nomor. Ilhoon menunggu cukup lama, sampai akhirnya telfon tersebut tersambung.

"Yeoboseyo..." Sebuah suara mengantuk menjawab telfon Ilhoon.

"YA, YOOK SUNGJAE!" Ilhoon langsung menyalak dengan keras, membuat beberapa orang yang berlalu lalang di sekitarnya menoleh kaget.

"Ah, hyung? Waeyo? Aku masih mengantuk, baru dua menit yang lalu aku tertidur, benar-benar tidak tahu waktu kau ini.." Sungjae terus mencerocos seakan tidak terkejut dengan intonasi tinggi Ilhoon.

"Kenapa kau tidak mengangkat telfonku dari tadi, hah? Dan, apa kau bilang? Aku tidak tahu waktu? Dasar pemalas! Kau pikir ini pukul berapa? Pantas tidak ada satupun perempuan menyukaimu, kerjaanmu tidur saja setiap hari." Ilhoon mulai mengomel sambil berjalan mondar-mandir.

"Hei, kenapa membawa-bawa perempuan segala, sih? Kau pikir Jiyoung noona bahagia denganmu apa, huh, kau tidak tahu saja. Kau tahu, aku mulai berpikir kau memaksanya menikah denganmu, hyung." ujar Sungjae di seberang sana. Mendengar nama "Jiyoung" membuat Ilhoon kembali fokus pada tujuan awalnya menghubungi Sungjae.

"Sungjae-ya, bagaimana kabar Jiyoung-ku?" tanya Ilhoon mengabaikan seratus persen celotehan Sungjae. Nada suaranya benar-benar terdengar khawatir, membuat Sungjae yang tadinya ingin menjawab dengan "dia bilang akan menceraikanmu", mendadak mengurungkan niatnya. Sepertinya hyung nya ini sedang tidak dalam mood bercanda.

"Yah.. kau tahu, masih seperti biasanya. Tidak ada perubahan berarti. Semalam noona muntah-muntah lagi, tapi tidak separah sebelumnya kok," jawab Sungjae.

Ilhoon menghela napas panjang. "Apakah.. belum ada tanda-tanda..?"

Sungjae menggeleng. Sadar kakaknya tidak bisa melihatnya, ia menjawab. "Belum hyung, rasanya tidak akan 'keluar' hari ini."

"Ya, kau pikir anakku semacam kotoran? 'Keluar' katamu.." Ilhoon kembali mengomel. Sungjae nyengir di ujung sana.

"Hehehe, mian. Tenang saja, hyung. Lagipula, kau pulang hari ini kan? Dalam beberapa jam kau akan bertemu Jiyoung noona, tenang sajalah. Bisa cepat botak kau lama-lama kalau terus-terusan khawatir seperti ini.."

Ilhoon mengacuhkan ejekan Sungjae. "Baiklah, Sungjae-ya. Kabari aku kalau ada apa-apa. Kau paham kan? Perubahan sekecil apapun.."

"Ya ya hyung, aku paham. Tenang saja." Sungjae memotong perkataan Ilhoon. "Sekarang kau bersiaplah sana! Jangan sampai ketinggalan pesawat hanya karena kau terlalu cemas."

Ilhoon mengangguk. "Gomawo, Sungjae-ya."

Setelah hubungan terputus, Ilhoon kembali mengantongi handphone nya dan menghela napas panjang. Ia menarik kopernya dan berjalan menuju barisan check-in di depannya, bersiap pulang.

*

Ilhoon dan Jiyoung sudah menikah selama dua tahun. Saat ini, Jiyoung sedang mengandung anak pertama mereka. Usia kehamilannya memang sudah delapan bulan, hal itulah yang membuat Ilhoon cemas meninggalkan istri dan calon anaknya sendirian. Meski sebetulnya ada Sungjae dan orangtuanya di rumah, tapi tetap saja.

Sayangnya, panggilan dinas dari kantor betul-betul tidak dapat ditolaknya. Ilhoon baru saja bekerja di sebuah trading company ternama di Korea, One International. Posisinya sebagai intern di kantor tentu saja merupakan masa-masa krusial yang menentukan kelanjutan masa depannya nanti. Karena itu, begitu atasannya mengirim Ilhoon ke Hongkong, ia harus berangkat.

Way Back Home ✔Where stories live. Discover now