-10-

6.5K 480 43
                                    

"Astaga!"

Spontan Sanosuke menginjak rem motornya saat Rie yang duduk di belakangnya memekik secara tiba-tiba. "Kenapa?" Tanya seraya membuka kaca helm dan menoleh ke belakang.

"Sano-kun, cat air dan kuasku tertinggal," ucap Rie dengan nada panik bukan main.

"Di mana? Di rumah? Ya sudah kita putar balik saja," balas Sanosuke memberi solusi.

"Tapi Sano-kun, apa tidak akan terlambat kalau kita pulang ke rumahku lagi?"

Sanosuke menggeleng dan memutar balik setirnya. "Kalau terlambat ya sudah kita jalani saja hukumannya bersama."

Gadis itu mengerucutkan bibirnya dan menepuk bahu Sanosuke dari belakang. "Aku tidak mau di hukum!"

"Aku lebih baik mendapat poin pelanggaran karena terlambat, dari pada di hukum guru kesenian karena tak membawa kuas dan cat air."

"Aku tidak memilih keduanya." Elak Rie.

"Sudahlah, duduk dan tenang saja. Kita akan sampai di sekolah tanpa terlambat. Aku ini titisan pembalap kau tahu." Dan dengan itu Sanosuke melajukan motornya dengan kecepatan maksimal, membuat Rie menjerit-jerit bahkan hampir terbang terbawa angin kalau saja gadis itu tidak berpegangan erat pada pinggang Sanosuke.

Jadi ini yang sering disebut mengambil kesempatan dalam kesempitan? Batinnya tertawa laknat.

***

"Aku lain kali tidak mau dibonceng olehmu!" Maki Rie saat turun di depan pagar rumahnya.

Gadis itu menggerutu sepanjang jalan saat motor Sanosuke sudah memasuki lingkungan perumahan Rie. Lingkungan perumahan Rie memang memberi aturan bahwa kendaraan bermotor dilarang melaju dengan kecepatan tinggi.

Sementara Rie masih mengerutu dan uring-uringan tak jelas, Sanosuke malah masih terus menertawakan betapa konyolnya wajah Rie saat dia bonceng tadi.

"Berhenti menertawaiku!!" Jerit Rie saat sudah berhasil membuka pintu pagar.

Melihat Rie yang sepertinya benar-benar kesal, Sanosuke pun memaksakan mulutnya untuk berhenti tertawa. "Baiklah, aku minta maaf." Lelaki itu turun dari atas motornya, sengaja memarkir motornya di depan pagar supaya nanti mereka tak perlu mengeluarkan motor itu lagi.

Keduanya melangkah dengan berjauh-jauhan karena pada dasarnya Rie masih kesal setengah mati dengan kekasihnya itu. Sanosuke pun sama, dia masih tak sanggup menahan tawanya jika berdekatan dengan Rie.

Rie diam saat melihat mobil Ayahnya sudah terparkir rapi di garasi rumah, mengabaikan rasa kesalnya pada Sanosuke gadis itu berlari menghampiri Sanosuke dan menarik jaket yang Sanosuke kenakan.

"Sano-kun, sepertinya Ayah dan Ibu sudah datang. Kau bisa bertemu mereka!" Ucap Rie menggebu-gebu.

Sanosuke menaik turunkan alisnya dan mengukir sebuah senyum untuk Rie. "Rie, jadi aku harus memanggil mereka bagaimana? Calon mertua begitukah?" Goda Sanosuke pada Rie.

Anak Sasuke itu memang benar-benar, hmm.

Wajah Rie merah padam dengan ucapan Sanosuke dan lagi-lagi itu menjadi alasan bagi Sanosuke untuk menertawai kekasihnya.

Keduanya berjalan menuju teras, namun saat terdengar suara jeritan dan makian dari dalam Sanosuke mencegah Rie untuk membuka pintu rumahnya.

"Jangan Rie, tidak sopan! Kita tunggu sampai situasi memungkinkan." Alhasil kedua remaja itu duduk di tangga penghubung antara teras rumah dengan halaman.

This Feeling'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang