Bab 8: Tertawa yang Memilukan

880 14 0
                                    

Waktu Coh Liu-hiang menyerahkan pipa tembakau kepada perempuan yang malang itu, saking terharunya, perempuan itu mencucurkan air mata. Sungguh tak tersangka oleh perempuan itu bahwa dia masih mempunyai air mata untuk dicucurkan.

Sekarang, sekalipun dia mati juga bukan soal lagi, sedikitnya ia sudah menemukan sesuatu yang paling berharga pada sifat manusia, betapapun masih ada orang yang menganggapnya sebagai manusia dan mau memperhatikan dia.

Tapi bagi Coh Liu-hiang, setelah pipa tembakau itu ditemukan, mau tak mau ia harus tetap tinggal di situ. Tiada jalan lagi baginya untuk pergi.

Suara aneh tadi kini telah memenuhi segenap penjuru dan membuat orang mengkirik. jelas tempat ini sudah terkepung, entah berapa banyak orang yang datang, juga tak diketahui orang-orang macam apa yang datang ini.

Sampai dinding batu juga timbul suara aneh dan khas, kepungan mereka rasanya seperti sebuah jaring yang mencakup segala penjuru dan tiada sesuatu lubang apapun.

Rasanya Coh Liu-hiang tidak bisa kabur, kemana pun dia pergi pasti akan terjaring. Tapi jika dia tinggal diam saja di sini, kan juga akan ditemukan oleh mereka?

Dia seperti sudah buntu, tiada jalan lolos lagi. Jika Oh Thi-hoa sejak tadi tentu dia sudah menerjang dan mengadu jiwa dengan mereka. Tapi Coh Liu-hiang tidak bertindak demikian.

Coh Liu-hiang mempunyai cara kerja sendiri. Dia selalu mendapatkan akal yang paling baik pada saat yang paling gawat. Ruangan ini paling-palng dua-tiga tombak persegi, hanya ada sebuah meja. sebuah bangku dan sebuah ranjang, tiada jendela juga tiada pintu tembus lain. Ruangan ini jadi seperti sebuah gentong dan Coh Liu-hiang justru berada di dalam gentong.

Orang yang datang jelas sangat banyak, sedikitnya ratusan, yang masuk menggeledah ke situ juga ada tujuh-delapan orang. Setiap orang memegang sepotong pentung kecil panjang. Pentung ini seperti sungut pada bangsa serangga, digunakan untuk mencari barang yang mencurigakan. Jadi pentung ini sama dengan mata mereka dalam kegelapan.

Untuk mencari dua orang di dalam sebuah kamar yang begitu kecil, sudah tentu tidak sulit, asalkan 'sungut' mereka menyentuh tubuh Coh Liu-hiang, maka pasti akan tertangkap.

Dengan pentung itu. orang-orang itu telah memeriksa setiap pelosok ruangan itu, sampai kolong tempat tidur, di bawah meja. bagian langit-langit, tiada sesuatu tempatpun yang dilewatkan Tapi sebegitu jauh Coh Liu-hiang tidak ditemukan. Kemanakah Coh Liu-hiang bersembunyi? Dia bukan dewa, bukan ahli sulap, apakah dia benar-benar dapat menjadi seekor kutu busuk dan sembunyi di sela-sela tempat tidur? Apalagi dia membawa serta Tang-sam-nio. Dua orang sebesar itu dan bersembunyi di dalam ruangan sekecil itu, mengapa tak bisa ditemukan oleh mereka? Sungguh aneh, sungguh sukar dimengerti?

Agaknya orang-orang yang masuk menggeledah itupun rada terkejut dan heran, mereka mulai menyiksa perempuan malang tadi dan menanyai dia. "Kemana orang tadi?"

"Orang apa? Hakikatnya tiada kedatangan siapapun."

"Jika tak ada yang datang. cara bagaimana ketiga orang itu bisa mati?"

"Entah, sama seka1i aku tidak melihat apa-apa, cuma kudengar suara jeritan. bisa jadi mereka saling membunuh sendiri." Suara perempuan itu kedengaran gemetar sambil merintih, jelas dia mengalami siksaan yang amat berat. Tapi dia tetap mengertak gigi dan bertahan, mati pun dia tidak mau mengaku.

Mendadak seseorang bertanya. "Yang mati itu siapa?" Suaranya seperti sudah dikenal, itulah suara Ting Hong.

Segera ada yang menjawab dengan sangat hormat, "Yang mati Tio Kang, tokoh ternama dari Toa-beng-hu. Selain itu ada lagi kedua saudara kita dari peronda keenam puluh sembilan."

Serial Pendekar Harum  - Gu LongWhere stories live. Discover now