Menentang Sang Penguasa

68 0 0
                                    

     Elly yang sepulang sekolah membawa boneka berisi roh itu penasaran ingin tau lebih jauh tentangnya. Setelah sampai rumah, ia menaruh sepatu di rak sepatu depan pintu masuk. Rumahnya dihiasi gerbang berwarna hitam dan kebun kecil dibelakang tembok pagar. Elly menaruh boneka tersebut di meja makan.

     “Oke. Marsha?” Elly coba memanggilnya.

     Marsha berkedip-kedip dan rahang bawah bergerak, mengatakan “Ya?”

     “Nggak apa-apa. Bagaimana kamu bisa masuk ke boneka ini?”

     “Aku. Awalnya coba bersemayam disini. Dikiranya... Bisa keluar. Tapi, aku terkunci disini.”

     “Enak gak sih tinggal didalem boneka?”

     “Nggak nyaman. Aku mau tinggal... Didalam tubuh manusia.”

     Elly berbicara sendiri dengan boneka dirumahnya yang sepi. Sang kakak yang selalu menemaninya belum pulang. Sedangkan ia sudah lapar. Biasanya kakaknya yang selalu membuatkan makanan.

     Elly sebenarnya bisa walau tidak mahir. Kadang gosong, kadang suka kurang garam. Ia membuka kulkas, berharap ada yang bisa langsung dimakan. Tapi hanya menemukan telur dan beberapa sayuran. Ia memutuskan sore ini akan membuat telur dadar campur daun bawang dan cabai, tanpa garam. Menurutnya telur lebih enak tanpa garam dibanding pakai. Beruntung kakaknya sudah masak nasi sebelumnya. Karena Elly tidak tau cara masak nasi.

     Dengan masih mengenakan seragam lengkap, Elly makan dengan lahap. Telur dadar yang ditambah kecap pada nasinya terasa nikmat walau telur dadarnya agak gosong karena ditinggal buang air kecil, dan api besar. Marsha menengok kearah Elly yang sedang mengunyah makanannya.

     Setelah makan pun ia langsung cuci. Begitulah kesehariannya. Karena ia hanya tinggal berdua saja. Tanpa orang tua dan pembantu. Elly membersihkan meja tamu dan hiasan rumah untuk sekedar menghilangkan bosan karena sendirian dirumah. Ia jarang menonton televisi, nonton tidak sampai setengah jam. Karena tayangan sekarang menurutnya tak ada yang mendidik seperti banyaknya program gosip atau pencarian bakat yang dimana host-nya lebih heboh dari peserta, juga kartun animasi yang sensornya berlebihan dan iklan yang lama, hanya satu atau dua channel yang sadar akan bobroknya pertelevisian saat ini dengan menayangkan program mendidik. Selebihnya Elly ke kamar untuk mengerjakan tugas sekolah atau membaca novel kesukaannya sambil menunggu kakak pulang.

***

     Hari-hari berikutnya di kelas mengadakan diskusi kelompok teori di pelajaran fisika. Seperti biasanya Lisa, Siska, Jimmy, Putri dan Feri selalu bersama. Karena kebetulan juga satu kelompok terdiri dari lima orang. Elly yang sedang iseng menggambar didatangi Sari dan tiga orang lainnya.

     “Elly, kita boleh sekelompok sama loe gak?” tanya Sari.

     “Gue juga ikutan kerja kok. Boleh ya.” pinta Fika.

     “Soalnya cuma kita doang nih yang belom lengkap anggotanya.” kata Bima.

     “Iye bener nih. Mau gabung sama kita kan?” Krist memohon.

     “Apa kalian serius? Mau sekelompok sama aku.” Elly merasa rendah diri.

     “Iya. Kita mau kok.” jawab Sari.

     Disaat maju, anak-anak menulis di papan tulis mengenai rumus yang dipilihnya dan menjelaskan secara bergantian. Tak banyak memang, hanya ada lima kelompok dikelas itu.

Bleed (Completed)Onde histórias criam vida. Descubra agora