1. M a r r i e d ?

28.2K 3K 226
                                    

"Imarasti, minggu depan kamu nikah."

"A-apa?"

Imarasti berharap ini hanya mimpi. Mimpi buruk ketika ia baru saja bangun dari tidur. Namun harapan itu seolaah sirna ketika ia melihat Ibunya sudah menyambutnya di ambang pintu kamar.

"Menikah sama cucu dari Keluarga Tanubrata. Nenek Tanu mau kamu menikah sama cucunya," ditambah Ayah Imarasti yang kemudian muncul di belakang Ibunya, membuat gadis itu semakin mematung di tempat.

Well, Imarasti tidak akan pernah suka jika orangtuanya mulai mengangkat pembicaraan yang menyangkut Nenek Tanu. Kemudian Imarasti hanya bisa mengumpat dalam hati kenapa Ayahnya menyebut nama nenek tua itu untuk menyambut paginya hari ini. Ya, Nenek Tanu adalah nenek tua, rambutnya keriting berwarna putih, cerewet, suka mengatur, dan menyebalkan.

Namun terlepas dari itu semua, Imarasti tentu juga tahu bahwa Keluarga Tanubrata sangat berjasa dalam keluarganya. Dimulai dari Nenek Tanu dan suaminya yang banyak berjasa pada nenek dan kakeknya yang telah meninggal sepuluh tahun lalu. Keluarga Tanubrata lah yang membantu usaha konveksi kakeknya hingga sukses dan kini diteruskan oleh Ayahnya. Bahkan lima tahun lalu ketika perusahaan itu dipegang oleh Ayahnya bangkrut Nenek Tanu lah yang menutupi kerugiannya hingga perusahaan itu bisa bangkit lagi.

"Im?"

Imarasti mendongak, menatap Ayah dan Ibunya dengan tatapan kosong.

"Cepet mandi terus siap-siap. Kita mau ketemu keluarga calon suami kamu," ujar Ibunya dengan nada tegas.

"Ta-tapi.." Imarasti mengambil guling, lalu memeluknya erat-erat. Gadis itu mulai menangis tanpa mengeluarkan air mata sambil berteriak, "Ibu! Aku nggak mau nikah! Aku punya pacar namanya Johaness Ardhiansyah dan aku cuma mau nikah sama dia! Bahkan nanti malem dia ngajakin aku kencan!"

"Im—"

"Johan juga kaya Ibu! Kalo aku nikah sama dia aku bakal jadi istri dari pewaris tunggal pemilik pusat oleh-oleh terbesar di kota ini! Terus nanti aku akan lunasin hutang keluarga kita ke Nenek Tanu yang cerewet itu dan—"

"IMARASTI! Berhenti membahas soal Johan. Dia nggak akan bisa jadi imam buat kamu!"

Iim terdiam ketika suara tegas Ayahnya menggema di seluruh sudut kamar, membuat nyalinya menciut dan ia hanya bisa memeluk gulingnya semakin erat sambil menatap Ayahnya dengan tatapan takut. Ayahnya memang tak pernah menyetujui hubungannya dengan Johan karena mereka beda keyakinan.

"Ayah tapi aku nggak mau jadi cucu menantu nenek cerewet itu."

"Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu tentang Nenek Tanu!"Ayah Imarasri sungguh-sungguh ketika mengucapkan kalimatnya. Ayahnya itu tentu sadar bahwa putri tunggalnya terkadang memang kurang ajar. Namun tatapannya mulai melembut bersamaan dengan langkah kakinya yang semakin mendekati tempat tidur putrinya, lalu duduk di tepi tempat tidir hingga kini mereka saling berhadapan, "Nenek Tanu sekarang lagi sakit. Ayah sama Ibu merasa buruk karena beliau terus bilang bahwa ini permintaan terakhirnya, permintaan terakhir sebelum beliau.."

"Meninggal?" sela Imarasti, "Ayah, Nenek Tanu nggak akan meninggal semudah itu. Dia masih kuat dan—"

"IMARASTI!"

Imarasti langsung menyembunyikan wajahnya di balik guling setelah mendengar bentakan Ayahnya tepat di depan wajah. Lalu ia sedikit menggeser gulingnya untuk melirik wajah Ayahnya sekedar memastikan, apa masih marah atau tidak.

"Sudah Ayah bilang kan jangan ngomong kayak gitu. Ayah tau kamu merasa nggak bisa bebas dengan hutang jasa itu tapi," tatapan Ayah Imarasti melemah, "maaf karena nggak bilang sama kamu sebelumnya. Sebenarnya..." ketika kalimat Ayahnya menggantung, Imarasti mulai menyingkirkan guling dari wajahnya secara perlahan, menatap Ayahnya dengan tatapan bingung.

What a Married? ✔Where stories live. Discover now