5. Mama? Papa?

14.9K 2.6K 124
                                    

"Kan udah gue bilang lo harus rendem botolnya! Bukan disiram! Lo beneran bego apa gimana sih?! Lo bahkan nggak bisa bedain antara rendem sama nyiram."

Rahang Imarasti mengeras, menatap Yuta sekilas kemudian menjauh dari meja yang ada di dapur. "Kalo gitu lo aja yang bikinin susu buat dia!" seru Imarasti, lalu melangkah kasar menuju meja makan dan menghampiri Yuto yang duduk di atasnya.

Yuta mencoba menahan emosinya. Ia merasakan kepalanya benar-benar pening setelah sepanjang pagi ini terus berdebat dengan perempuan yang menyandang status sebagai istrinya ini.

Imarasti menarik kursi secara kasar lalu duduk. Ia menghadapkan tubuhnya ke arah Yuto yang tengah sibuk menggigiti mainan bola ditangannya.

"Yutooo.. Yuuu-to... Yuto?!" Senyum Imarasti mengembang, lalu memeluk Yuto karena saking gemasnya. "Yuto!"
Bayi sembilan bulan itu tersentak ketika Imarasti berseru tepat di depan wajahnya, namun kemudian Yuto tersenyum lebar.

"Owh! Maaf, Yuto kaget ya sayang?" Yuto masih tersenyum ketika Imarasti melanjutkan, "Yuto laper? Tenang aja, aku akan—ah Mbak akan—eum, Yuto harus manggil gue gimana ya?" Imarasti bergumam di akhir kalimatnya.

Sementara itu Yuta tengah melirik Imarasti lewat ujung matanya, lalu bergumam pelan, "cewe macem dia? Bikin susu aja nggak bisa dan— aw! Aw! Panas!"

Imarasti langsung menoleh ke arah Yuta setelah suara Yuta memenuhi ruangan dapur. Gadis itu tersenyum puas lalu berkata, "gimana? Lo beneran bego apa gimana sih sampe nggak bisa bedain mana ngerendem botol sama ngerendem tangan lo?"

Yuta membalas tatapn Imarasti lalu berkata, "lo ya bener-bener!"

Imarasti masih tersenyum puas ketika tiba-tiba ponsel yang ia letakkan di sudut meja berdering. Lalu ia segera mengambil ponsel itu dan melihat nama yang tertera di sana 'My Jae ❤'. Raut wajah Imarasti langsung berubah. "Johan?"

Sementara Yuta hanya menatapnya bingung, Imarasti bangkit dari kursi, berjalan menjauhi meja dan mulai menempelkan ponsel itu di telinganya.

Perhatian Yuta langsung teralih ketika ponselnya yang ia letakkan di sudut meja juga berdering. Yuta juga segera mengambilnya. Menatap tulisan 'My Honey' di atas foto seorang perempuan yang kini memenuhi layar ponselnya.

Yuta berjalan menjauh, menggeser tombol hijau lalu mendekatkan ponsel itu ke telinganya. "Sonia?"

Di atas meja makan,Yuto menjadi panik ketika bola di tangannya menggelinding ke sudut meja, lalu jatuh ke lantai. Batita itu mencoba merangkak, berusaha mengambil mainannya ketika Imarasti mendengar Johan kembali bersuara.

"Sayang, kenapa kemaren kamu nggak kasih kabar? Aku nungguin kamu hampir tiga jam di cafe."

Imarasti menunduk, "sayang,  maafin aku..." lalu memutar tubuhnya untuk berbalik. "Aku.." dan kalimat Imarasti seolah menggantung ketika mendapati Yuto tengah merangkak menuju sudut meja.

Di sudut lain Yuta masih berdiri membelakangi Yuto dan  Imarasti. "Sayang, maaf karena kemaren aku nggak hubungin kamu karena..." Yuta berbalik, "ada urusan mendadak yang nggak bisa..." kalimatnya juga menggantung ketika mendapati Yuto merangkak semakin mendekati sudut meja.

Hingga beberapa detik kemudian, mata Yuta dan Imarasti sama-sama membulat dan...

"YUTO!!!"

Setelah berseru bersamaan, Yuta dan Imarasti berlari ke arah meja. Tubuh mereka saling membentur ketika mereka tiba di sudut meja secara bersamaan, bersamaan pula dengan Yuto yang sudah tiba di sudut dan hampir saja menggantungkan tangannya ke tepi berniat mengambil bolanya yang terjatuh.

Tubuh Imarasti terasa gemetar, ia langsung mematikan ponselnya dan meletakkannya asal di atas meja. Lalu mengangkat tubuh Yuto dan memeluknya erat-erat. "Yuto, hampir aja kamu jatuh." Suara Imarasti terdengar lirih. "Maaf."

Yuta terdiam. Memerhatikan Yuto yang kini tersenyum dalam pelukan Imarasti sembari memainkan rambut Imarasti dengan satu tangannya.Yuta pun ikut mematikan ponselnya dan meletakkannya asal di atas meja. Jujur ia juga sangat tersentak ketika tadi ia melihat Yuto hampir saja jatuh dari atas meja.

Imarasti mendekap Yuto semakin erat dengan mata yang terasa memanas. Membayangkan tubuh mungil Yuto jatuh membentur lantai benar-benar membuat hatinya sakit. "Yuto, maafin ak— engg.. Mama. Maafin mama sayang."

Yuta mendekat, mengelus-elus puncak kepala Yuto, kemudian bergumam pelan, "maafin papa, Yuto..."

👶👶👶


Yuto tengah terlentang di atas tempat tidur, mulutnya sibuk menyesap dot dalam pelukannya sementara kedua bola matanya tengah melirik Yuta dan Imarasti bergantian.

"Lo hampir nyelakain Yuto!" Yuta bersuara setelah suasana sempat hening cukup lama.

Dari awalnya memandang Yuto, kini Yuta beralih menatap Imarasti yang duduk di hadapannya, "kalo aja lo nggak naroh Yuto di atas meja, kejadiannya nggak bakal kayak gini!" tambah Yuta dengan suara yang tiba-tiba meninggi, membuat Imarasti menatap kesal ke arahnya.

"Lo nyalahin gue?" amuk Imarasti.

Yuta baru saja akan menjawab namun Imarasti lebih dulu melanjutkan, "lo itu papanya! Kalo naroh Yuto di atas meja itu bahaya harusnya lo larang gue, negur gue. Tapi lihat? Lo bahkan diem aja, itu artinya lo setuju Yutakoyaki. Dan jelas, lo ikut bersalah dalam hal ini!"

Yuta mendengus kesal. "Kenapa jadi gue yang salah?!" sahutnya tak terima. "Ini jelas-jelas sala lo! Lo mamanya! Dan lo bahkan nggak bisa untuk sekedar berpikir kalau naroh  Yuto di atas meja bisa—AW!" Yuta lebih dulu memekik ketika tiba-tiba Imarasti melemparnya dengan bantal. "Heh boncel! Lo tuh bener-bener ya..!" Yuta berniat membalas, namun Imarasti lebih dulu mengambil guling yang kemudian ia gunakan untuk memukuli tubuh Yuta berulang kali.

"Diem lo! Diem!" seru Imarasti geram.

"IMARASTI! BERENTI!"

Yuta turut mengambil guling dan membalas pukulan Imarasti, hingga kini mereka saling membalas pukulan.

Ditengah-tengah jeritan yang sesekali terlontar dari mulut Imarasti dan tawa puas yang terkadang terlontar dari mulut Yuta, Yuto masih terlentang di tengah-tengah mereka. Batita itu mengabaikan botol susunya dan beralih menggerak-gerakkan kedua tangannya antusias, terkikik sembari menatap Yuta dan Imarasti bergantian.

"BERENTIIII!" Imarasti berseru, merampas guling dari tangan Yuta lalu membuangnya ke lantai setelah sebelumnya ia juga membuang gulingnya ke lantai hingga kini ia tengah menatap Yuta dengan napas tersengal dan rambut yang acak-acakan.

"Berenti, oke?" kali ini nada bicara Imarasti terdengar memohon.

Bukan hanya Imarasti, napas Yuta pun tersengal, rambutnya acak-acakan dan kin kedua alisnya sedikit terangkat ketika tatapannya mendapati Yuto terkikik ke arahnya. "Eoh? Yuto?"

Kikikan Yuto digantikan senyuman lebar ketika Yuta terus menatapnya, sesekali batita itu mengemut jarinya lalu bergerak, berusaha untuk bangkit hingga kemudian Yuto berhasil bangun dan duduk di tengah-tengah mereka.

Yuto merangkak ke arah Yuta, naik ke atas pangkuannya lalu satu tangan Yuto menepuk-nepuk dada Yuta. Seperti sedang menyuruh papanya untuk kembali melakukan adegan seperti tadi, karena sepertinya Yuto mulai menyukainya.

"Ada apa sayang?" tanya Yuta, mengangkat tubuh Yuto lalu mendekapnya.

Yuto tengah mendongak menatap Yuta sembari mengemut jarinya ketika Yuta menyadari sesuatu. "Oh? Gue harus pergi."

Yuta kemudian meletakkan paksa tubuh Yuto di pangkuan Imarasti.

"Yuta, lo mau ke mana?" tanya Imarasti panik.

Ayolah Imarasti belum bisa merawat batita ini sendirian.

"Gue mau mandi. Mau ikut? Ayo kalo mau ikut!" Yuta tersenyum jail ke arah Imarasti sembari melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

"Sinting!" Kemudian Imarasti beralih menatap Yuto yang ada di pangkuannya, "papa kamu sinting, sayang.."

..

..

..

TBC

What a Married? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang