16. Jangan Tinggalkan Mama

2.1K 126 1
                                    

Aku benci Pelangi. Katanya ia akan datang setelah hujan. Nyatanya, dia tak pernah datang kembali untuk ku~

***

Tiada berbeda apa yang ku rasakan
Tajam menusuk tak beralasan
Kita sudah dingin hati

Dulu kita pernah saling memahami
Sekian merasa telah menyakiti
Kita telah lupa rasa

Setiap katamu cerminan hatimu
Jadikan berarti
Jangan sia-siakan waktumu tuk membenci

Satu jadikan tujuan kita
Hilangkan segala perdebatan yang sia-sia
Berlari ke arah yang sama bukan masalah
Semua punya ruang
Lukis yang kau mau
Karena ceritamu milikmu

Kutahu celamu tak sengaja berjiwa
Amarah dan benci beri kesempatan
Jangan sia-siakan waktumu tuk membenci

( Anganku Anganmu - Raisa feat. Isyana )

"Ga."

Jingga menaruh gitar putihnya di samping kiri, pada space kosong dari bangku yang ia duduki. Gadis itu menoleh ke arah Nila dan memberikan senyum lelah.

"Belum mau cerita juga?" tanya Nila lembut. Nila tau banget Jingga punya banyak masalah. Salah satunya sama abangnya Biru.

Jingga mengerutkan keningnya bingung. "Cerita apa?"

Nila menggembungkan pipi dengan bibir mengerucut lucu. "Dikira gue gak bisa lihat kali."

Jingga berpikir keras untuk memutar topik. "Nil, udah tau belum? Kulit manggis sekarang ada ekstraknya loh!"

Nila memutar bola matanya malas. "Jingga, please deh, gak usah mengalihkan topik. Apa lagi topik yang lo angkat gak nyambung," ucapnya keki.

Jingga nyengir polos. "Hehe, ketauan ya?" tanyanya yang membuat Nila pengen alih profesi jadi supir angkot.

"Jingga!!" panggil Nila penuh penekanan. "Cepat cerita!" desaknya.

Kali ini gantian bibir Jingga yang mengerucut. "Galak banget sih non?! Gue harus cerita apa?"

Nila mendelik malas. "Gue galak juga ketularan lo kali." Nila menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. "Cerita soal lo sama bang Biru. Sebenarnya hubungan kalian tuh gimana sih?" tanya Nila serius. Siapa juga yang gak greget liat Jingga dan Biru yang katanya pacaran tapi jarang kelihatan berdua. Yang ada kayak musuh gitu.

"Main gitar lagi ah," ucap Jingga yang ingin mengambil gitarnya lagi, tapi ditahan sama Nila.

Nila memelototi Jingga dengan mata besarnya. "Cerita atau mati?" ancamnya.

Jingga mencubit pipi Nila gemas. Dia jadi berasa tersangka yang lagi diintrogasi Pak polisi. Nila sok garang gitu, walaupun gak cocok sih.

"Ih.. sakit Jingga!!" protes Nila.

Mendengar protes Nila, Jingga malah terkikik geli. Rasanya senang aja gitu lihat Nila marah-marah, hiburan tersendiri buat Jingga.

"Cepat cerita!!" pinta Nila mulai merengek. Duh, kalau gini Jingga kan bisa luluh.

Jingga menarik napas dan menghembuskannya pelan. Dia menyenderkan punggungnya ke kursi putih yang saat ini sedang mereka duduki. Pandangan Jingga lurus ke depan, ke arah sekumpulan bunga mawar putih yang ada di halaman rumahnya.

"Biru suka sama orang lain Nil," ucap Jingga lesu. Sebenarnya Jingga emang pengen banget ngeluh soal ini, tapi dia malu, lidahnya berasa kelu kalau mau bahas ini.

Jingga di Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang