17. Perasaan Aneh

2.4K 143 7
                                    

"Mba Kiki?" orang yang dipanggil Raffa menoleh dan menatap Raffa kaget. Wanita yang sepertinya lebih tua beberapa tahun dariku itu langsung tersenyum walaupun sebelumnya sempat menunjukkan ekspresi kaget.

"Raffa? Apa kabar?" seperti sudah sangat lama tidak bertemu, wanita yang sepertinya berumur 20 tahunan itu memeluk Raffa singkat.

"Alhamdulillah, mba. Mba Kiki sendiri gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah baik, Raf. Oiya, siapa cewek cantik di sebelah kamu itu? Pacar ya?" pertanyaannya entah mengapa membuat pipiku memanas. Huh, pasti Raffa melihat warna merah padam dipipiku. Memalukan.

"Eh, nggak kok. Ini Ify, temen sekelas aku." jelas Raffa. Wanita itu menyodorkan tangannya padaku. Akupun menjabat tangannya.

"Kiki. Sepupu Raffa."

"Ify."

"Oiya, Mba Kiki kerja disini?" Raffa satu pemikiran denganku. Melihat Mba Kiki memakai seragam yang sama dengan sales yang ada di outlet ini.

"Iya. Tapi, kalian kok ke sini?" tanyanya bingung. Jelas bingung karena aku dan Raffa ke outlet pakaian anak-anak.

"Jadi..

***

Sekarang, aku dan Raffa sedang berada di perjalanan menuju ke rumahku. Bukan rumah Clara. Aku pulang juga sebenarnya cuman mau ambil laptop. Abis itu balik ke rumah Clara lagi.

"Jam segini bokap lo udah pulang, Fy?" tanya Raffa sambil mematikan mesin motor ninja putihnya. Mungkin ia melihat mobil yang terparkir di halaman rumahku. Ya, memang biasanya Papa pulang jam 7 malam, mungkin juga baru pulang karena sekarang jam 7 pas. Aku mengangguk sambil melepas helm.

"Yaudah, gue ke dalem dulu, Raf. Tungguin ya. Oiya, lo masuk aja apa--

"Gue tunggu sini aja. Bentar doang ini." akupun mengangguk mendengar ucapannya lalu masuk ke dalam rumah.

Saat berjalan menuju ruang keluarga, aku mendengar suara tawa dari dalam sana. Sepertinya ramai sekali. Aku meneruskan jalanku memasuki ruang keluarga.

Ah, keluarga bahagia sedang berkumpul rupanya. Ada Papa, Mama, Keyla, dan Bang Harris. Tawa mereka seketika berhenti saat melihatku berjalan melewati mereka. Aku terus berjalan tanpa menoleh menuju anak tangga yang akan membawaku kelantai 2 dimana letak kamarku berada.

Mereka bagaikan keluarga bahagia yang hangat.

Mereka sangat bahagia tanpaku 'kan?

Setelah mengambil laptop, aku kembali menuruni anak tangga. Tanpa menolehpun aku dapat merasakan tatapan mereka padaku.

"Ify, kesini. Papa mau ngomong." aku menghentikan langlahku saat suara Papa menginterupsi.

"Ada hal penting." lanjutan suara Papa membuatku mendesah pelan lalu melangkahkan kaki mendekat ke tempat mereka duduk di sofa.

"Duduk." akupun duduk mengikuti perintah Papa.

"Mau kemana lagi kamu?"

"Rumah Clara."

"Kamu 'kan punya rumah. Kenapa kamu jarang banget tinggal di rumah kamu sendiri? Kamu itu kayak anak terlantar aja." aku tertawa miris mendengar ucapan Papa. Apa katanya? Kayak anak terlantar? Ya ampun.

"Saya memang anak terlantar kok. Iya 'kan?" aku menunjukkan senyuman miringku.

"Kamu selalu Papa transfer uang. Kamu dikasih tempat tinggal yang layak, makanan, pakaian. Apa lagi?" Papa menatapku tajam. Apa semua yang ada di otak Papa cuman materi? Aku juga butuh kasih sayang! Aku sama kayak Keyla, sama kayak Bang Harris, aku juga butuh kasih sayang kedua orangtua. But I haven't.

FRIENDZONE [✓]Where stories live. Discover now