2.7

2.5K 184 24
                                    

"Sometimes it takes sadness to know happiness, noise to appreciate silence and absence to value presence"

●●●

Malam ini dikamarnya, Audi sedang merenung. Merenungkan banyak hal. Salah satunya mengenai hubungannya dengan Mario yang dimana Audi merasa seperti ada sesuatu yang janggal rasanya, meskipun Audi tidak tahu apa itu.

Hingga saat ini, Audi belum bertemu Mario lagi. Sejak kemarin Mario meninggalkannya tanpa meninggalkan pesan saat acara ulang tahun Kaelyn yang ke tujuh belas.

Meskipun itu, pada keesokannya Mario langsung memberi kabar bahwa ia ada urusan mendadak. Tetapi saat ditanya apa urusan mendadak itu, Mario mengalihkan pembicaraannya ke topik lain.

Audi tahu mungkin Mario merahasiakan sesuatu, sesuatu yang belum bisa ia beri tahu pada Audi. Sebisa mungkin Audi ingin mengerti Mario, tapi jika Mario saja tidak membuka dirinya bagaimana caranya?

Entah apa sebenarnya yang Mario lakukan sampai-sampai tidak sempat bertemu dengannya. Yang jelas saat ini, Audi menunggu kedatangan Mario, yang berjanji pada Audi untuk datang ke rumahnya malam ini.

"Mau kemana kamu? Mau jenguk Alice lagi?" Tanya Arina-- ibu Mario pada anaknya. Yang ditanya menggeleng.

"Aku mau ke rumah Audi,"

"Gimana sama Alice? Kamu tau kan dia butuhin kamu di rumah sakit?" Tanya Arina lagi, Mario hanya bergeming, ia sibuk memakai jaket kulit hitamnya.

"Ada yang lebih butuhin aku dari pada Alice," Jawab Mario dengan wajah datarnya, ia sungguh malas jika perbincangan ini dengan ibunya malah membawa mereka ke dalam perdebatan.

"Tapi kamu harus ngerti posisi dia, dia baru aja sadar dari komanya"

"Tapi mama juga harus bisa ngertiin posisi aku, gimana pun juga, posisi aku disini tuh udah punya pacar. Dia juga butuh aku, bahkan lebih dari Alice butuhin aku"

"Kalau soal itu mama bisa ngerti, tapi apa rasa cinta kamu ke Alice udah hilang?"

Mario tidak menjawab.

"Aku pergi dulu," Mario mengambil kunci motornya, dan berlalu begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Arina tadi.

Mario keluar dari rumah, mengeluarkan motornya yang sudah bersih tercuci dari garasi. Tujuannya saat ini bukan ke rumah Audi, melainkan ke cafe terlebih dahulu untuk bertemu dengan Jordan, salah satu sahabat yang paling dekat dengannya.

"Parah sih ini" Jordan menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu ia menyeruput green tea latte yang berada digenggamannya

"Lo harus ceritain semuanya sama cewek lo," Tutur Jordan lagi, "gimanapun resikonya nanti, lo harus bisa terima"

"Maksud lo, resiko apa?" Tanya Mario memastikan, sedangkan Jordan malah terkekeh.

"Ya, resiko dia bakal marah, bahkan dia bakal ngebunuh lo di tempat"

Mario menggelengkan kepalanya "gue yakin dia bisa ngertiin gue" jawab Mario dengan yakin dan pasti.

"So, tunggu apa lagi? Do it now, bro" Jordan menepuk bahu Mario, tak lama setelah itu Mario bergegas pergi untuk menepati janjinya untuk menemui Audi.

"Pasti lupa lagi deh," Audi menghembuskan napasnya kasar. Janji Mario padanya adalah sampai dirumahnya pukul tujuh, sedangkan sekarang sudah pukul delapan.

Kalau sampai Mario lupa, Audi sudah melatih mulutnya dengan mengeluarkan rentetan kata makian untuk memarahinya.

Ia bangkit dari duduknya, memghempaskan tubuhnya ke atas kasur super empuknya. Hampir saja ia terlelap, saat ia merasakan seseorang mendekapnya.

Hampir saja Audi berteriak, jika ia tidak segera melihat bahwa orang itu adalah Mario.

Audi memukul-mukul dada Mario dengan kasar "ih, ngagetin dikira maling tau,"

"Mana ada maling berani meluk-meluk kamu kayak gitu," Jawab Mario, lalu tersenyum miring.

"Dasar, udah telat. Ngagetin lagi" Rajuk Audi, ia kembali duduk di pinggir kasurnya.

"Yang penting dateng kan?" Mario memasang muka sok imutnya membuat Audi berlagak muntah melihatnya.

"Serah,"

"ih kamu malah sok ngambek, aku mau jelasin sesuatu," muka Mario tiba-tiba menjadi serius. Melihat perubahan raut wajah Mario, Audi menyuruh Mario untuk duduk.

"Jadi.." Mario menarik napasnya lalu membuangnya.

"Jadi apa?"

"Tapi jangan marah ya" Pinta Mario pada Audi, lalu Audi tersenyum dan mengangguk. Melihat itu, Mario menjadi lega.

"Kamu inget sahabat aku yang di rumah sakit itu?"

Audi mengangguk, "yang Alice-Alice itu? Yang kamu suka dulu?"

"Ya, kemarin pas aku mau parkir mobil di lobi hotel, mama telepon aku dan bilang Alice baru sadar dan nyariin aku"

"Pikiran aku kacau banget, bahkan aku sampai lupa sama kamu, sampai lupa ngabarin kamu,"

"Gak papa kok" Audi terus mencoba tersenyum, walaupun sebebarnya ia emosi dalam hati.

"Sampai akhirnya aku gak tau harus apa, aku gak sadar apa yang aku lakuin dan tiba-tiba.. aku ternyata pergi ke rumah sakit waktu itu"

Setetes air mata Mario jatuh dan terlihat jelas oleh Audi, "jangan sedih," Ujar Audi, mencoba menguatkan.

"Aku gak tau kenapa sampai bisa sesedih ini. Aku cuman takut kamu marah.. maafin aku karena gak jujur"

"Kan aku udang bilang gak papa, yang penting pada akhirnya kamu ceritain semuanya sama aku kan?"

"Makasih ya, kamu memang yang paling mengerti aku, dan yang terbaik" Mario membawa Audi kedalam dekapannya.

Sebenarnya tubuh Audi sedari tadi sudah menegang, mencoba agar tidak emosi saat ini. Tapi otaknya memaksa untuk segera menyimpulkan suatu hal.

Menyimpulkan bahwa Mario masih memiliki rasa pada Alice.

●●●

Best Mistake Where stories live. Discover now