Puzzle

1.5K 38 0
                                    

Pertemuan bisnis dengan dua pria berkebangsaan Australia. Tidak ada yang menarik. Ini pertemuan biasa seperti yang setiap hari dia lakukan. Berbedanya, kali ini dia harus bertanggung jawab kepada perusahaan dan kepercayaan sang ayah.

Tujuh tahun mengambil study di HAN University membuatnya semakin tangguh. Ingin lepas dari bayangan sang ayah dia lebih memilih bekerja untuk perusahaan asing yang berlokasi di Jakarta. Faktanya tidak semua keturunan orang berada mampu memegang prinsip bahwa bekerja sendiri dengan hasil berapapun itu lebih membanggakan daripada sekedar menunggu menjadi pewaris harta orang tua.

Secangkir kopi sudah mulai dingin, kedua pria bule yang dia jemput kemarin tak kunjung datang. Beberapakali pria klimis mengecek layar ponsel. Tak ada apapun kecuali sebuah pesan sejak 3 bulan lalu yang tak pernah dia buka.

Matanya terlihat gelisah.

"Hai Mr Fachri, so sorry I'm very late."

"Oke Mr Peter don't worry."

"I enjoyed with a cup of coffee." Katanya sembari mengangkat kopi

Mereka membicarakan beberapa hal sebagai salah satu procedure untuk bisa bekerja sama. Sesekali Fachri menyeruput kopi yang sudah mendingin sejak beberapa waktu lalu. Perbincangan yang serius hingga membuat dahinya berkerut. Kemudian memberi kesimpulan akhir. Namun Mr Peter tidak seketika mengambil keputusan, dia justru mempertanyakan beberapa hal lainnya. Disela perbincangan serius Mr Peter mencoba menetralisir keadaan agar tidak terlalu tegang.

"May I ask Mr Fachri?"

"Are you a muslim?"

"Yes, I am." Fachri menjawab tegas

"Muslim woman wear fabrics large on their head? Why do they like that?" Mr peter kembali memberikan pertanyaan

Fachri teringat kejadian dimobil. Ia menemukan beberapa lembaran poster dan stiker milik perempuan yang ia bantu beberapa waktu lalu. Ada beberapa kalimat yang dia baca. Membolak-balik kertas stiker sembari berfikir kemudian tersenyum.

"Islam sangat menghargai wanita, sehingga diharapkan agar hijab (kain yang menjulur) itu mampu menjadi tirai pelindung kehormatan bagi setiap wanita muslim. Memakai kain menjulur adalah kewajiban bagi perempuan dalam agama kami. Terlepas itu merupakan perintah Agama dengan menggunakannya seorang wanita akan terhindar dari penyakit kulit."

"Oh... lalu apakah agama anda melarang juga untuk berjabat tangan? Atau anda sebagai suami yang melarang pria lain menyentuh istri anda. Maaf saya bertanya karena saat saya hendak mengajak istri anda berjabat tangan seketika dia menyatukan kedua telapak tangan dan tersenyum sembari mengangguk."

Fachri kembali membayangkan kertas poster dan stiker perempuan berjilbab besar. Ia berusaha mengingat beberapa hal.

"Sama halnya dengan tujuan dari kewajiban menggunakan kain menjulur demi menjaga kehormatan dan kesucian perempuan muslim. Agama kami pun melarang seorang pria dan wanita tanpa hubungan darah untuk bersentuhan. Kecuali telah halal yakni sebagai pasangan suami istri. Allah menata segala aturannya dan sebagai seorang yang beriman istri saya berusaha mengamalkannya."

"Proud of your wife, you are a lucky man."

"Thank you, Mr Peter. So what about this project."

"Saya percaya pada anda, saya yakin anda seorang yang mampu melakukan proyek ini dengan baik. Dan lain waktu ajaklah istri anda agar kami juga bisa berdiskusi dengannya lebih jauh dari hari ini."

Pertemuan berakhir dengan proyek ditangan. Fachri teramat senang hingga tanpa disadari kendaraan yang ia kemudi memasuki gerbang area perumahan. Pria klimis yang menyebalkan dan berkata tidak akan kembali untuk kedua kalinya sudah memarkir mobil didepan rumah perempuan pemakai jilbab besar. Tiba di depan pintu dia teringat ucapannya sendiri dan mulai memutarkan kaki untuk kembali perlahan tak bersuara.

"Aaahhh.... Stupid!" Katanya dengan suara memekik

Dengan langkah kaki yang ditahan agar tak bersuara, Fachri kembali masuk kedalam mobil dan Melesat meninggalkan rumah. Gengsinya cukup besar.

The ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang