TEMAN BARU

927 9 0
                                    

Tyo berjalan melewati tempat parkiran motor. Lalu menembus kolam ikan yang tidak terpakai. Suasana tahun 80'an membayangi setiap sisi tempat kos ini. Arsitektur, Suasana hingga Aroma memberi dalih yang sangat kuat. Setidaknya Tyo tidak ingin bentuk pertemanan dan wujud fisiknya seperti tahun itu.

Saat Tyo membuka pintu, ada yang menyapanya. " Hei, kayaknya saya baru lihat kamu."

Tyo berbalik menghadap pria yang memanggilnya. " Namamu siapa?"

" Tyo, Bimatama Prasetyo. Panggil aja Tyo. Kamu?"

" Hafiz, Ahmad Hafiz Siddiq. Panggilanku Hafiz." Lambaian tanggannya mengajak Tyo kepada sesuatu . " Ayo sini duduk dulu."

Tyo diajak Hafiz untuk duduk di ruang tamu kosan. Seperti merasakan angin pantai yang hangat, Hafiz membuka obrolan santai. Hafiz berasal dari Batu, kota yang terkenal dengan buah apel. Selain itu, dia anak Kimia 2009. Satu fakultas dengan Tyo namun berbeda jurusan. Hafiz banyak bercerita tentang pengalaman pertamanya menapaki kota yang oleh banyak orang dijuluki kota pendidikan dan kota budaya ini. Tyo ikut bercerita tentang pengalamannya saat bersentuhan dengan suasana kota yang ia tinggali saat ini. Suasana semakin cair saat mereka saling bercerita tentang ospek yang mereka lakukan. Meski dalam satu universitas, mereka tidak terlalu banyak mengenal teman-teman baru. Bagi mereka, obrolan itu menjadi obat penawar atas kepenatan yang menghujam mereka saat ospek fakultas yang berakhir jam 2 siang tadi.

Tidak terasa, waktu Maghrib menyapa mereka. Hafiz hentikan obrolan sejenak dan minta izin untuk shalat yang direspon dengan senyuman halusnya. Berjalan secepat angin puting beliung, Hafiz menuju kamar mandi untuk berwudhu dan dilanjutkan shalat. 5 menit berjalan tanpa pemberitahuan, Hafiz menemui Tyo yang sedang membaca surat kabar. Ia menawarkan sesuatu.

" Tyo. Mau nitip makanan ndak?"

Tyo langsung menaruh surat kabar disampingnya. " Boleh!" ucap Tyo dengan wajah sumringah. " Aku pesen nasi telur ya!".

...............................................................................

Rasa kenyang mulai mendekap Tyo dan Hafiz. Nasi telur telah membuai alam pikiran mereka dengan sangat jauh. Sejauh hembusan angin pantai pelan. Tyo beranjak dari kamar Hafiz dengan senang. " Fiz, makasih atas makanannya ya!"

" Iya." ucap Hafiz sembari beranjak menuju depan kamarnya.

................................................................................

Mentari menyapa Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dengan membawa harapan. Harapan akan bertemu orang-orang baru dan takdir kehidupan yang lebih baik. Sinar matahari tidak dapat menembus kamar Tyo. Hanya alarm HP-nya yang dapat membangunkannya dari dekapan aroma malam. Tanpa berpikir lama, Tyo menuju meja belajar hingga kitab Yohanes 15: 13 menjadi pembuka atas harapan baiknya. Perlahan, senyuman terangkai indah. Seindah bunga mawar yang mekar di pagi hari.

Langkah menuju luar kamarnya ia lalui dengan nyaman hingga ia bertemu Hafiz yang ikut beranjak dari kamarnya.

" Fiz, Mau kemana?"

" Mau ke tempat temenku e."

" OK, hati-hati yo.". Senyum hangatnya melintas dengan anggun. Pandangan Hafiz seperti menemukan permata yang sangat indah hingga teguran Tyo membuyarkan pesona itu. " Fiz, kamu ndak apa-apa?"

" Iya..iya!. Aku duluan yo". Hafiz langsung meninggalkan Tyo yang akan segera pergi untuk jalan-jalan.

..........................................................

Tyo berjalan kaki menyusuri jalan yang ia tapaki. Ia berencana menuju kampusnya yang kelak akan menjadi dermaga awalnya dalam menuntut ilmu. Sebenarnya, bisa saja baginya untuk meminta motor atau sepeda sebagai kendaraan utama, namun tidak ia lakukan. Menurutnya, berjalan kaki membuat kita selalu sehat. Alasannya, tubuh dipacu untuk banyak beraktivitas agar lemak-lemak di dalam tubuh dapat terurai sempurna dan tidak gemuk. Bila terus kujelaskan, aku seperti memberi kuliah Biokimia, dong!. Meski begitu, aku bersyukur, bisa merasakan keindahan ilmu pengetahuan meski penuh rahasia namun dapat membuatku terpukau. Mungkin Tyo ikut merasakannya.

First and LastWhere stories live. Discover now