Bab 14

1.3K 230 23
                                    


Hermione sekarang berusaha untuk menjauhi Blaise. Sudah cukup Ia merasakan sakit ini. Mungkin kebahagiaan Blaise memang bukan dirinya.

Jika ada orang lain yang dapat membuat Blaise bahagia, Ia rela tidak bisa memiliki Blaise. Yang terpenting baginya adalah kebahagiaan laki-laki itu.

Ia yakin, cinta yang tulus itu adalah Ia yang bahagia jika melihat orang yang dicinta bahagia. Walaupun dengan orang lain sekalipun.

Hermione mengintip sedikit dari balik jendela. Rumah Blaise masih tampak sepi. Pantas saja, ini baru jam enam pagi. Pasti Blaise masih mandi.

Dengan segera, Hermione membuka pintu rumahnya dan berjalan menuju depan komplek perumahannya.

Ia tidak lagi berangkat dengan sepeda. Karna itu hanya membuatnya terus mengingat Blaise.

Ia juga sengaja berangkat pagi-pagi agar tidak berangkat bersama Blaise.

Anggap Ia egois. Tapi Ia juga butuh ruang. Untuk setidaknya membiasakan hatinya agar tidak terlalu sakit. Ya, walaupun Ia sendiri tak yakin jika hatinya akan bertahan lebih lama lagi.

Hermione menyetop mini bus lalu masuk ke dalamnya. Duduk di kursi belakang dekat jendela.

Ia rindu saat Blaise yang selalu membangunkannya setiap pagi. Menggedor-gedor kamarnya dan berlomba siapa yang paling cepat sampai sekolah dengan sepeda.

Tapi lagi-lagi, Ia harus membiasakannya. Ia harus bisa hidup tanpa Blaise.

Ya, Ia pasti bisa.

Hermione turun dari bus ketika sudah sampai di depan sekolahnya.

Ia menyapa beberapa murid yang Ia kenal dan langsung menaiki tangga menuju kelasnya berada.

Di dalam kelas, Ia melihat Draco yang sudah duduk manis di kursinya. Hermione tersenyum kecil pada Draco, lalu duduk di kursinya sendiri.

Draco memutar tubuhnya, dan melihat Hermione yang tampak berbeda. Ia jauh lebih pendiam. Raut wajahnya pun seperti tak ada semangat sama sekali.

"Lo udah makan?"

Hermione mendongak, "Udah, kenapa?"

Draco menghela napasnya. Tanpa bicara apapun, laki-laki itu bangkit dari duduknya dan keluar kelas.

Hermione hanya melihatnya bingung. Tapi Ia lebih memilih tak peduli. Ia membuka buku sejarah dan mulai membacanya.

Tak selang berapa lama, Draco sudah kembali. Ia mendatangi meja Hermione, dan duduk di kursi sebelahnya.

"Nih."

Hermione melihat semangkuk bubur yang di berikan Draco.

"Gue tahu lo belum makan. Lo itu nggak pinter bohong."

Hermione membuang napasnya perlahan. Kenapa Draco selalu tahu tentang dirinya? Bahkan mungkin lebih tahu dari dirinya sendiri.

"Gue nggak laper."

Draco berdecak, "Stop kaya gini, Hermione. Lo boleh patah hati, tapi jangan buat ini semua ngerusak hidup lo."

"Gue nggak niat buat ngerusak hidup gue. Gue cuma butuh waktu."

Draco hanya diam. Ia menekuri setiap gurat wajah Hermione. Senyum yang dulu selalu ada, kini hilang entah kemana. Mata yang dulu selalu bersinar, kini meredup seperti tak ada harapan.

Draco benci ini. Ia benci ketika Hermione tidak bahagia.

"Lo makan, cepet. Gue udah beliin ini. Dan harus lo habisin."

Friendship (DRAMIONE)Where stories live. Discover now