Bab 26

1.3K 210 18
                                    


"Theo kena AIDS. Dia itu pemakai. Udah sekitar satu tahun dia kena penyakit ini. Gue juga baru tau sekarang-sekarang. Dia selalu ngumpetin semuanya dari semua orang." Kinan tertunduk lesu. Rambutnya acak-acakan dan ada bekas air mata mengering di bawah mata dan juga pipinya.

Hermione tidak bisa berkata-kata. Ia memegangi tangan Draco dengan erat. Harry berdiri dengan kepala tertunduk, sedangkan Blaise terlihat penuh emosi.

"Bego! Itu anak emang selalu bego! Nggak habis pikir gue sama dia! AIDS?! Si kupret kena penyakit itu? Sumpah! Kalo dia udah sadar, bakal gue bunuh dia sekalian!" Blaise gemetar. Ia terduduk di kursi ruang tunggu rumah sakit. Matanya memerah. Mungkin untuk orang lain, akan mengira kalau dia marah besar. Tapi Hermione, Draco, dan Harry tahu kalau Blaise sedang menahan air matanya.

Hermione sendiri pun tidak tahu harus apa. Perasaannya hancur. Walau Theo suka iseng dan nggak jelas, tapi Theo adalah sahabat yang paling mengerti. Dia selalu bisa membuat sahabat-sahabatnya tertawa. Hermione tidak menyangka, ternyata dibalik tawa Theo selama ini, dia menyimpan lukanya sendiri.

Theo memang tidak tertebak.

Draco menggenggam tangan Hermione kuat-kuat. Dia juga sama hancurnya. Dia melihat ke dalam jendela besar yang memperlihatkan Theo dengan banyak selang di tubuhnya.

"Draco, Theo bakal sembuh 'kan? Kita nggak akan kehilangan dia 'kan?" Hermione bicara dengan suara mengambang. Matanya menatap lurus ke depan. Sedikit demi sedikit air mata mulai mengaliri wajahnya.

Draco menutup mata rapat-rapat. Dia tahu kalau AIDS adalah penyakit yang sangat berbahaya. Belum ada obatnya sampai sekarang. Apalagi sekarang kondisi Theo yang sudah sangat parah. Ia hanya berpikir realistis, tapi dia juga masih mau berharap. Kalau temannya yang satu itu akan sembuh dan kembali tertawa bersama.

"Semua akan baik-baik aja. Lo tenang, ya. Gue disini." dan akhirnya hanya itu yang bisa Draco katakan.

Seorang Dokter keluar dari ruang rawat Theo.

"Gimana keadaan Theo, Dok?"

"Kondisinya sudah mulai stabil. Kalau kita beruntung, dia akan sadar beberapa jam lagi."

Kinan menghela napas lega. Tadi dia sangat panik melihat Theo yang tiba-tiba sesak napas dan pada akhirnya terbaring tak sadarkan diri.

"Kenapa Theo bisa sampai kaya gini, Ki? Kenapa lo juga nggak kasih tau kita? Berkali-kali kita tanya sama lo, tapi lo selalu bilang nggak tau."

Kinan memandang Harry sekilas, lalu menghela napas lagi.

"Theo jadi pemakai semenjak ibunya meninggal tiga tahun lalu. Dia juga ngerasa depresi karena ayahnya yang selalu nyalahin dia tentang kematian ibunya. Padahal itu kan kecelakaan. Bukan karena Theo yang ngendarain mobilnya kenceng-kenceng." Kinan mulai bercerita. Mereka sudah tahu kalau ibu Theo meninggal karena kecelakaan mobil. Saat itu Theo yang membawa mobil ke sekolah karena dia sudah bisa mengendarainya. Tapi namanya ajal, tiba-tiba mobilnya oleng dan menabrak pembatas jalan.

"Diem-diem Theo nyoba barang haram itu. Sampai akhirnya dia kecanduan. Dia mau berhenti, tapi dia nggak bisa. Dia juga nggak bisa cerita ke kalian. Theo itu emang nggak pernah bisa cerita tentang masalah pribadinya sama orang-orang. Termasuk kesahabatnya sendiri."

Draco berdiri di depan dinding kaca. Dia melihat Theo yang masih menutup matanya dengan alat oksigen di mulutnya.

Ya, Theo memang selalu tertutup. "Ternyata.. sampai sekarang kita semua belum benar-benar kenal sama lo, yo." Lirih Draco seraya menyatukan keningnya pada dinding kaca.

...

"Dimakan dong makanannya. Nanti kalo lo sakit gimana?" Draco membuka kotak nasi goreng Hermione dan menyodorkannya pada gadis itu.

Hermione membuang muka ketika Draco hendak menyuapinya.

"Theo belom bangun-bangun." Kata Hermione sembari memperhatikan wajah tenang Theo. Rasanya ada yang berbeda ketika melihat Theo yang begini. Biasanya anak itu paling tidak bisa diam.

"Theo pasti bangun, Herm. Dia mungkin lagi mimpi ketemu dakota johnson makanya betah banget tidurnya."

Hermione mencubit kecil perut Draco, "Jangan ngomong sembarangan!"

Draco tertawa, "Tuh, yo! Lo bangun, dong. Jarang-jarang 'kan Hermione belain lo."

Hanya suara tik tik dari elektrokardiograf yang menyahuti perkataan Draco. Hermione mengusap rambut Theo yang mulai memanjang dan membetulkan letak selimutnya.

Draco menyentuh pundak Hermione, "Makan ya? Percaya deh, Theo pasti bangun sebentar lagi."

Hermione tersenyum pada akhirnya. Dia duduk di sofa dan mulai membuka kotak makanannya.

...

Blaise dan Harry terus saja berebut remote TV. Tidak ada yang mau mengalah. Yang satu ingin menonton bola dan yang satunya lagi ingin menonton serial TV favoritnya.

"Itu bola udah ulangan, cuy. Bosen, ah. Mending nonton Cinta dan Rahasia."

Harry kembali merebut remote dari tangan Blaise "Gue kemaren nggak sempet nonton, kutu!"

"Gue udah nonton! Males kalo nonton dua kali! Ck, sini Buru remote-nya, Ry! Itu udah keburu mulai!"

"Lu cowok kok demen nonton sinetron, sih?!" Harry memilin tubuhnya ke kanan untuk menghindari remote rumah sakit dari jangkauan Blaise.

"Suka-suka gua, lah! Emang masalah buat lu? Buat nenek lu? Buat tetangga lu? Enggak 'kan?"

Draco mengusap pangkal hidungnya lalu membetulkan kepala Hermione yang tertidur di bahunya.

Kedua temannya sedari tadi berisik sekali. Mereka hanya memperebutkan remote, tapi seperti memperebutkan tahta negara. Untung Theo di rawat di kamar VIP, jadi tidak ada pasien lain yang ada di ruangan itu.

"Ssst! Lu berdua diem, kenapa?! Bacot banget, sih!"

Harry dan Blaise hanya cengar-cengir. Sekarang mereka sudah sepakat untuk melihat tayangan TV itu secara bergantian. Kalau serial TV yang Blaise tonton sedang iklan, maka channel-nya akan diganti menjadi tayangan sepak bola. Begitu seterusnya.

Kinan mengangkat kepalanya karena terbangun dari tidurnya. Lehernya terasa pegal-pegal karena tidur sambil duduk dan juga dengan kepala yang miring.

Gadis itu tersenyum ketika tangannya masih berpautan dengan tangan Theo. Laki-laki itu masih belum sadar. Padahal ini sudah lewat setengah hari dari prediksi dokter. Hermione dan yang lainnya sepakat untuk menginap.

Kinan terus menatap mata Theo yang tertutup. Baru dua hari Theo tidak sadarkan diri, tapi rasanya seperti dua tahun. Dia rindu candaan Theo. Ya, walaupun candaannya kadang suka garing alias tidak jelas.

Perempuan itu menatap teman-teman Theo yang lainnya. Dulu, Kinan suka iri ketika Theo sangat dekat dengan teman-temannya ini. Dia merasa asing. Bahkan Kinan berusaha menghina mereka agar semata-mata Theo kembali melihat ke arahnya.

Hah, saat-saat yang bodoh. Andai waktu bisa diulang, Kinan ingin tidak pernah jauh dari Theo.

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Yang dia inginkan saat ini hanya satu. Yaitu Theo cepat sadar. Dia ingin lebih menghargai setiap detik yang dia punya untuk melihat lebih banyak tawa laki-laki itu.

"Bangun, yo. Gue kangen. Kita semua kangen, lo."

***

Maaf ya udah lama bgt gak update.. entah masih pada nunggu atau enggak 😅

Terjawab semua kenapa Theololet seperti itu 😥

Jangan eneg sama cerita ini ya, soalnya bentar lagi kayanya tamat 😂✌

SRS.

Friendship (DRAMIONE)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora