ERIKA - Makan Siang Bersama

563 28 6
                                    

"Erika?" Panggil Si Ojek saat kami sudah dalam perjalanan hendak makan siang bersama. Maklum saja, aku ini punya seorang tukang ojek yang tajir. Dia dengan sukarela mengorbankan uangnya yang baru dia ambil dari ATM untuk mengisi perutku.

Ah, bagi kalian yang belum mengenalku. Namaku Erika Guruh. Jika aku ingat, aku akan menceritakan petualangan seruku bersama Ojek. Juga Valeria, tapi kalau aku ingat ya...

"Jadi cewekku ya?"

DEG!

"Lo barusan ngomong apaan Jek?" Tanyaku pada Ojek, pasalnya mungkin ia melontarkan pertanyaan yang salah.

"Kamu jadi cewekku, Ngil!" Tegas Ojek dengan nada suara yang agak kesal.

Tapi, apa tidak salah ia meminta seorang Erika Guruh menjadi kekasihnya? Olalala~ aku ini preman sekolah yang disandingkan dengan putra konglomerat?! Mungkin dunia sudah gila.

"Lo gak salah makan kan Jek?" Tanyaku lagi.

"Gimana mau salah makan, ini aja baru mau makan sama kamu Ngil." Jawab Ojek cepat masih dengan nada suara seperti sebelumnya, bedanya yang ini lebih datar.

"Lo ngelindur ya Jek?! Cari cewe tuh yang oke'an dikit napa?!"

"Bukan soal oke nya Ngil, ini masalah klop-klopan. Kalo engga klop ya buat apa? Kalo gak bisa bikin nyaman ya buat apa?"

Belum selesai aku berbicara, Ojek sudah memotong lebih dahulu. Perkataannya membuatku bungkam, apa mungkin? Apa istimewanya diriku sampai-sampai seorang Viktor Yamada jadi seperti ini.

Ya, kalian tidak salah dengar. Pemuda yang adalah tukang ojekku ini adalah Viktor Yamada yang itu... dia adalah salah satu pewaris kekayaan keluarga Yamada, meskipun dia bilang bukan anggota keluarga inti. Tapi kan tetep aja, kecipratan tajirnya...

"Apa alasan yang bikin lo ngejadiin gue cewe lo?" Tanyaku pada akhirnya.

"Harus?" Tanyanya balik.

Astaga! Berdebat dengan orang ini bikin darahku naik saja! Aku sempat berpikir, bagaimana orangtua Ojek mengurus anaknya ya?

"Setidaknya gue perlu tau Jek, masa ucuk-ucuk lo naksir ama gue. Kan gak lucu Jek!" Sahutku kemudian.

"Kalo aku kasih tau alesannya kamu mau jadi cewekku?"

Astaga! Astaga! Astaga!

Mahluk ini datangnya dari mana sih?! Kok cepet banget ngelesnya! Sialan lo Jek!

"Lo gak jawab, ya gue juga ogah jawab!"

"Kamu tuh sok jual mahal banget sih Ngil, coba kaya gini aja yang mau sama kamu cuma tukang ojek. Yang normal sih ogah berurusan sama kamu!"

Dia bilang apa barusan?

Sialan! Kenapa sekarang mukaku malah panas begini? Kan tidak lucu, kalau cuma sepenggal kalimat itu membuatku bersemu.

"Kalo kamu tanya alesannya apa Ngil, satu hari gak akan cukup buat jelasin. Setiap saat akan ada alesan baru yang muncul, dan untuk sebutin itu semua akan makan waktu seumur hidupku Ngil."

Si Ojek memelankan laju motornya, ia sedikit menegakkan tubuhnya dan menoleh kearahku sedikit. Walau jarak wajah kami tidak terlalu dekat, itu sudah membuat jantungku bekerja 2 kali lebih keras dalam memompa darah.

Untuk pertama kalinya, aku terpana dengan wajah Si Ojek. Hidung mancung dan besar, bibir tipis kemerahan yang sering cemberut, juga bola matanya yang mencorong menatap tajam kearahku.

"Kalo kamu gak mau gapapa kok Ngil, asal jangan pernah ngehindarin aku ya." Setelah mengatakan itu Ojek kembali melajukan motornya kembali.

Aku diam, apa secara tidak langsung Ojek menganggap aku sudah menolaknya?

"Kalo gue tolak, lo marah gak Jek?" Tanyaku ragu-ragu, tidak ingin membuatnya tersinggung. Meskipun image Omen melekat padaku, aku tidak ingin membuat Si Ojek tersinggung. Biar bagaimanapun ia sudah banyak menolongku, jadi aku harus berterimakasih padanya.

Si Ojek terdiam, tidak langsung menjawab ucapanku. Hingga dia pun akhirnya mau buka mulut.

"Aku gak akan pernah bisa betul-betul marah sama kamu Ngil, kalo soal tersinggung sih enggaklah. Emang aku apaan, ditolak doang langsung benci gitu sama kamu? Ya enggaklah!"

Mendengar hal itu ada sedikit kelegaan dalam hatiku, setidaknya dia tidak akan pernah membenciku. Setelah semua yang kulalui bersama, tidak mungkin aku memandangnya sebatas tukang ojek. Bahkan setelah pengorbanannya untukku?

Aku diam memikirkan ulang apa jawaban yang harus kuberikan, satu-satunya orang yang tulus menyayangiku hanya Ojek semata. Bahkan jika ku beri peringkat, dia jauh diatas orangtuaku.

"Apa kata lo deh Jek!" Kataku pasrah, enggan menerimanya secara langsung.

"Maksudnya apa Ngil?"

"Halah lo gak usah berlagak pilon deh, tadi lo ngomong apa? Sekarang udah lupa, bilang aja lo maen-maen." Aku mulai bersungut-sungut, kesal dengan ke-telmi-an Ojek yang muncul mendadak.

"Ya, bukannya gitu Ngil. Kalo kamu mau nolak aku, ya gapapa. Aku cuma gak mau maksain perasaanku sama kamu, Ngil." Aku diam, ada sedikit perasaan yang aneh tiba-tiba muncul.

"Iya, gue mau!" Jawabku sambil membuang muka.

"Mau?" Ahhh... sial! Dia memancingku!

"Iya, gue mau jadi pacar lo! Puas?!" Haaah... lega rasanya diriku, eh?! Jangan bilang aku ada rasa padanya.

"Sini!" Ojek mengarahkan tangan kiriku pada perutnya, jantungku berdebar tidak karuan.

"Lo mau nyuruh gue ngapain?!" Aku menyentakkan tangannya, agak sedikit risih. Tapi sebenarnya senang juga sih, padahal kalau diingat-ingat lagi, kami sempat berpelukan beberapa kali.

"Pegangan! Kamu pikir aku apaan?! Aku mau ngebut Ngil, kamu mau kita nyusruk gara-gara kamu?" Aku menggeleng "yaudah, pegangan. Kalau gak mau meluk, kamu pegang jasku aja Ngil."

Aku menggerakan tanganku perlahan menuju jasnya, menggenggamnya sekuat mungkin. Saat si Ojek menancap gas sekuat-kuatnya, spontan aku memeluk perutnya. Astaga! Samar-samar aku bisa merasakan otot perutnya.

Saat debaran jantungku sudah mulai tenang, aku bersandar pada punggung si Ojek. Tangganku masih memeluk perutnya, rasanya... nyaman sekali.

"Kok lo baik sih Jek sama gue?" Pertanyaan itu terucap begitu saja dari mulutku, aku tidak tahu kenapa.

"Gak tau."

Duh, kenapa orang sebaik Ojek malah menjadi pacarku sih?!

Oh iya, kami sudah berpacaran ya? Duh... mengingat ini membuat wajahku memanas.

TO

BE

CONTINUED

Omen Love StoriesWhere stories live. Discover now