Afterdeath 1

91 5 0
                                    

Aku dulu pernah berkata pada Sang Empunya Semesta, tegur saja aku, jangan orang tercintaku. Karena disanalah hati dan hidupku berada. Alangkah merananya aku, jika mereka menjadi teguran atas dosaku. Itu kataku, sebelum aku mati.

-----+-----

Pernah dengar tentang The Seven Deadly Sins?

Salah satu dosa terbesar yang amat sulit dihindari adalah iri hati. Dan tidak ada yang terluput atas dosa ini. Baik kecil maupun besar, banyak atau sedikit, hingga kaya dan miskin semua pernah terjerat dosa luar biasa ini. Aku, atau kalian kah salah satunya?

Tapi aku mengaku saja... Aku juga terjerat olehnya. Kumiliki semua, kecuali 1 yang paling kudambakan.

Kalian tahu, aku hanya seorang suami tidak berguna... Aku... Suami... Ah... Yang benar saja.

Kami menikah melalui proses perjodohan, setelah aku gagal mendapatkan restu menikahi kekasihku. Dan karena aku yang tanpa daya untuk melawan, aku harus menerima nasib menikah dengan orang yang tidak kucintai.

Pernikahan kami hambar, dingin, dan begitu kelam. Aku tidur terpisah dengan istriku, bahkan aku sering kali lupa wajah dan namanya. Bodohnya aku ini...

Tapi yang namanya hati sedang luka, nama bisa dipaksa untuk mencinta?

Tanya saja para pujangga, siapa yang salah? Aku kah?

Kalian tahu bagian terbodohnya? Kami memiliki anak! Aku bahkan tidak pernah menyentuhnya. Itu anak dari proses bayi tabung, IVF atau apapun orang menyebutnya. Secara biologis, gen-ku ada dalam tubuhnya, tapi secara teknis, dia bukan anakku.

Ahhhh... Membahas ini membuatku malu.

Kalian tahu, bagian terkejam dari hidupku, bukan saja mencampakan dia dan anak itu, tapi juga merencanakan bunuh diri. Bukan bunuh diri dengan tali atau pisau. Tapi dengan cara yang tak terpikir.

Donor organ.

Aku berencana mengajukan diri sebagai pendonor organ dirumah sakit resmi. Meski prosedurnya rumit, apapun akan kulakukan agar bisa sampai pada tujuanku.

Akhiri hidupku. Secepat. Seringkas. Dan sebersih mungkin. Tanpa ada yang tahu kemana jejakku pergi.

Bahkan sehari-hari aku hanya terus menerus dicibir oleh orang tuaku karena kehidupanku ini. Mau dibawa kemana kata mereka?

Cuma, yah namanya juga aku. Diam dan bungkam. Hingga hari akhir itu tiba, bagai bom waktu yang siap meledakkan mereka kapan saja aku muak.

[Terjadi kasus pembunuhan berantai dengan pelaku seorang siswa berusia 13 tahun.]

Ah, headline berita yang begitu mengingatkan akan masa lalu... Berkejar dengan waktu, memburu pelaku. Seru, bukan?

Tapi kami semua hanya tokoh lama. Usia kami sudah hampir menyentuh kepala tiga. Jadi apalagi yang ingin diharapkan untuk beraksi sebagai jagoan?

Jagoan?

Bahkan hidupku saja porak porandah. Apa yang ingin diharapkan lagi.

Tiga minggu lagi ulang tahun anak keluarga ini, bukan aku pastinya. Tapi anak tanpa ayah itulah yang berulang tahun. Maaf aku jahat, tapi luka hatiku jauh lebih besar.

Sebulan setelahnya anniversary pernikahan sekaligus ulang tahun ibuku. Huft... Aku tidak bisa mendonor dalam waktu dekat kalau begini ceritanya...

***

Ruang tunggu Laboratorium disebuah rumah sakit swasta dibilangan Jakarta Selatan ramai oleh pengunjung. Meski tidak seramai biasanya karena masih pagi. Aku menunggu hasil lab pemeriksaan untuk transplantasi organ.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 25, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Omen Love StoriesWhere stories live. Discover now