NATE - Penawaran

334 17 8
                                    

"Beritahu saya kalau Dokter Setiabudi sudah datang," ucapku tegas pada Andrew "Dan jangan biarkan anak-anak perempuan ini tinggal terlalu lama. Mereka besok masih harus sekolah." Sambungku sambil melirik dua anak perempuan yang kumaksud.

Setelah itu aku melangkah keluar dari sana, pergi dengan cepat menuju ruang kerjaku. Disinilah aku diam beberapa saat, mengingat kembali apa yang Viktor katakan. Tentang Noriko dan yang dia lakukan pada Leslie, juga apa yang harus kuperbuat setelahnya. Aku memijit batang hidungku frustasi, tidak pernah terbayangkan kematian Noriko lebih dari 8 tahun yang lalu membawa masalah sebesar ini. Tidak terbayangkan juga olehku, sifat buruknya itu, atau mungkin lebih tepat kukatakan sebagai sisi gelap dirinya, hal yang selalu membuatnya mengerikan membawa masalah serunyam ini.

Aku melirik selembar foto yang kusimpan didalam laci meja kerjaku, selembar foto yang tidak pernah kupindahkan dari dulu. Fotoku bersama Valeria saat usianya 3 tahun, anak itu masih lugu dan polos, sama sekali tidak mengerti akan apa yang dia hadapi. Kini, anak itu sudah tumbuh sangat pesat. Bahkan dia sudah genap menjadi Guntur seutuhnya, dan perkembangan ini membuatku kaget. Dia sudah tumbuh besar menjadi anak yang tangguh dan hebat, sesuai yang aku harapkan. Tapi, aku tetaplah seorang ayah. Selama ini aku sadar, hampir bertahun-tahun aku bersikap dingin didepan Valeria, kadang juga aku tidak mengacuhkannya, mengakibatkan Valeria bersikap dingin padaku beberapa kali.

Mungkin apa yang aku lakukan memang salah, tapi tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain ini semua. Aku tidak ingin Valeria terbayang-bayang atas kematian ibunya, juga pertengkaran terakhir sebelum Noriko meninggal dunia, yang kini nyatanya dia masih hidup. Dengan apa yang menjadi harapanku selama ini, aku harus tetap menjaga Valeria dengan cara dan alasan apapun jua. Anak itu harus tumbuh menjadi penerusku, Guntur yang sesungguhnya. Jadi, baik mental maupun fisiknya harus tetap kulindungi.

Hingga aku kembali terngiang raut khawatirnya pada Leslie, si montir dekil yang juga pernah menjadi tawanan Noriko selama beberapa lama. Tidak pernah terpikirkan olehku, bahkan anak itu bisa sekhawatir itu pada si montir, mungkin saat ini dia masih dibutakan oleh iming-iming cinta. Hingga aku terhenyak saat dia menjawabku dengan mantap, dia sudah dewasa. Meski aku belum rela, dia tumbuh secepat itu.

Dengan caranya bicara, dengan apa yang dia katakan, dan cara dia menatapku penuh keyakinan. Satu hal yang kuyakini, caraku melindungi dan memantaunya dalam pertumbuhan jelas salah. Meski begitu, aku tidak akan menyesal dan kecewa pada diriku sendiri. Apapun yang terjadi, Valeria yang sekarang berbeda jauh dengan dirinya yang dulu, dia tidak lagi menjadi bocah manja yang suka bergelayutan padaku, kini dia siap meneruskan langkahku dan membina anak-anak Guntur selanjutnya. Dan dia cukup mapan untuk itu semua, ditambah dengan orang-orang disekitarnya yang siap mendampingi.

Dan yang membuatku lebih merasa seperti orang yang sudah tua adalah, anak semata wayangku, yang sering tertidur dalam pangkuanku, kini sudah mulai mencintai orang lain. Bukan hal yang salah memang, tapi yang salah adalah tentang siapa yang dia cintai. Seorang montir dekil yang dari tadi sudah kusinggung-singgung!

Aku tidak ada daya untuk menentangnya lagi, atas semua yang sudah terjadi, dan apa yang aku lihat sendiri. Semuanya tidaklah lagi abu-abu, semuanya menjadi jelas. Anak itu tidak buruk bagi Valeria, tapi aku tetap harus mengujinya. Siapkah dia, mempertaruhkan hidup dan matinya untuk pewaris tunggal Keluarga Guntur itu? Ataukah mungkin, dia akan mundur ditengah jalan? Tapi sepertinya dia bukan pecundang, jadi mundur bukan kemungkinan terbesar yang akan kuhadapi. Tapi apapun itu, aku tidak akan membiarkannya lolos begitu saja. Aku akan tetap mengujinya, meskipun ini bukanlah tindakan paling tepat, tapi inilah yang terbaik untuk putriku.

Aku masih berada dalam lamunanku sebelum dering telpon mengembalikan duniaku, kuraih gagang telpon itu, hingga terdengar suara pria yang berat dari seberang sana. Ah, dokter itu ternyata!

Omen Love StoriesWhere stories live. Discover now