Patahan Kedua

48.6K 6.1K 278
                                    

       

"Lilyana."

                Gio tersentak bangun karena mendengar bisikan suara jernih kanak-kanak di telinganya. Kedua matanya liar mengitari setiap sudut ruangan dan pria itu mengusap peluh di kening ketika menyadari kalau ia berada di kamarnya, seorang diri, tanpa ada seorang bocah berambut ikal yang mengulurkan tangan untuk mengajaknya berkenalan.

"Shit!" Umpat Gio pada keheningan kamarnya, "Sialan! Sialan!!!"

                Dengan frustrasi Gio memijat kening dalam usaha untuk meredakan sakit kepala yang menderanya. Beberapa tahun lalu Aya membuatnya menderita sakit kepala yang sama dengan mengatakan dirinya hamil, dan sekarang perempuan sialan itu kembali membuatnya sakit kepala dengan mengenalkan anak yang pernah disebut Aya sebagai anaknya. Kalau Gio tahu Aya akan membawa banyak kesulitan dalam hidupnya, ia tidak akan pernah menyentuh wanita itu. Tapi bagaimana Gio bisa menduganya? Aya adalah perempuan paling simpel yang pernah ditemuinya, setidaknya sampai wanita itu mengaku dirinya hamil.

                Aya mandiri dan percaya diri, kualitas itulah yang membuat Gio pernah tertarik padanya. Wanita itu tidak pernah ragu-ragu menyampaikan keinginannya, dan Gio menghargai keberaniannya. Uang, benda bermerk, liburan ke berbagai tempat, termasuk makan di tempat mewah adalah sedikit dari daftar keinginan Aya. Gadis lancang itu bahkan tidak segan-segan menyampaikan keinginannya di atas ranjang, meskipun sebenarnya adalah tugasnya untuk menyenangkan Gio setelah semua keinginannya terpenuhi.

                Hal lain yang Gio sukai dari wanita itu, Aya tidak pernah tertarik untuk mencampuri urusannya. Aya tidak pernah bertanya kenapa Gio memintanya datang setiap hari, atau kenapa pria itu tidak menghubunginya selama dua Minggu. Aya juga tidak bertanya kenapa Gio membaca buku panduan cara merawat anak yang jatuh sakit, dan tidak pernah ingin tahu alasan kenapa kendaraan pria itu memiliki kursi khusus untuk anak-anak. Sebagai balasannya, Gio juga tidak pernah bertanya siapa pria yang sering menghubungi Aya ketika mereka sedang bersama. Gio bahkan tidak pernah bertanya di mana perempuan itu tinggal, atau siapa temannya. Itu kenapa Gio tidak bisa melacak keberadaan perempuan itu, ketika Aya tiba-tiba menghilang setelah menyatakan kalau ia telah menggugurkan kandungan yang diakuinya sebagai darah daging Gio.

                Tentu saja Gio tidak percaya kalau benih itu miliknya. Seliar apapun hubungan mereka, ia dan Aya selalu ingat untuk mengenakan pengaman. Persetan dengan peringatan bahwa pengaman memiliki kemungkinan gagal dalam fungsinya, tapi di antara semua perempuan yang pernah berhubungan dengannya, bagaimana mungkin Aya tiba-tiba hamil? Dan seperti yang Gio pernah katakan dulu, siapa yang bisa menjamin kalau Aya hanya berhubungan dengannya? Bagaimana kalau Aya berhubungan dengan bajingan tak bermodal, namun meminta pertanggungjawabannya karena Gio memiliki pundi-pundi rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup? Wanita itu sudah gila kalau berpikir Gio akan diam saja diperas dan dipermainkan olehnya!

                Sudah lama sejak Gio berhenti mencoba mencari jejak Aya. Ia bahkan sempat berpikir kalau dua puluh lima juta adalah nominal yang diinginkan Aya, dan karena itulah wanita itu lenyap dari pandangannya. Tapi sekarang wanita itu kembali, dan ada bocah perempuan yang memanggilnya Mama. Gio gemetar memikirkan kemungkinan kalau anak itu berasal dari benihnya, bahkan meskipun ia tidak merasa memiliki kemiripan dengan Lilyana. Gio bahkan tidak merasakan adanya ikatan yang membuat dadanya menghangat seperti setiap kali ia menatap Aneesha Tiara Edward yang adalah anak kandungnya, ketika kemarin bersentuhan dengan Lilyana. Tapi kenapa ia tetap gelisah? Kenapa ia tetap khawatir bahwa ada sedikit kemungkinan bahwa Lily memang anaknya?

"Shit!" Umpat Gio untuk kesekian kalinya, "Seharusnya aku sendiri yang mengantarnya ke tempat aborsi, dan bukannya memberi dia kesempatan untuk memerasku!"

                Gio benar-benar gila, dan semua itu karena wanita bernama Aya Sihombing!

*

Patah – JessJessica

*

"Aku ingin tes DNA."

                Gerakan Aya yang berhenti mengaduk minumannya tidak luput dari pengamatan Gio. Setelah berhari-hari gagal merayu Natasha Halim untuk memberikan kontak Aya kepadanya, akhirnya Gio mencari kontak wanita itu sendiri dengan memeriksa akun media sosial Nat. Nama Lilyana terdaftar sebagai salah satu akun yang diikuti oleh Nat di instagram, dan Gio mengumpati kebodohannya sendiri karena berkali-kali memasukkan nama Aya Sihombing di dalam daftar pencarian berbagai media sosial. Pantas saja ia tidak pernah berhasil menemukan akun media sosial wanita itu, Aya tidak menggunakan nama aslinya untuk tetap berhubungan dengan teman-temannya. Alih-alih Aya justru menggunakan nama Putrinya, dan setelah memaksa sekaligus mengancam, akhirnya wanita itu bersedia menemuinya hari ini.

"Tes DNA? Untuk apa?" Aya bertanya dengan kening berkerut, "Kita nggak punya hubungan darah, Mas. Aku bisa menjamin itu."

                Gio menggertakkan gigi ketika menyadari kalau Aya berubah menjadi menyebalkan setelah mereka bertemu lagi. Dulu wanita ini tidak pernah berpura-pura bodoh di depannya, namun sekarang Aya senang sekali mempermainkannya dengan kalimat-kalimat yang membuat Gio terpaksa harus menahankan kesabarannya kalau tidak ingin bertingkah seperti orang gila.

"Tes DNA untuk Lilyana."

"Loh? Kenapa?"

Ekspresi polos itu lagi. Gio terpaksa harus mengepalkan tangannya ketika menjawab, "Aku ingin memastikan siapa Ayah biologis Lilyana."

Aya menopangkan dagunya pada telapak tangan ketika berkata dengan nada rahasia, "Kenapa? Apa kamu berpikir kalau kamu adalah Ayahnya Lily?"

Gio gemas sekali. Ingin rasanya ia menjambak Aya dan menyeret wanita itu ke mana saja, lalu melakukan banyak hal untuk menuntaskan amarahnya. Namun tentu saja ia tidak bisa melakukan hal itu, karena mereka berada di tempat umum sekarang. Gio akan langsung diseret kepada pihak yang berwajib kalau menganiaya seorang wanita yang tidak terlihat bersalah.

"Aku yakin kalau aku bukan Ayahnya Lily!"

"Nah, itu!" Ucap Aya sambil mengangguk-angguk, "Aku juga yakin kalau kamu bukan Ayahnya Lily, jadi kenapa kita harus melakukan tes DNA? Kita sama-sama udah tahu jawabannya kan?"

"Aku harus tetap memastikannya!" Balas Gio karena tidak memiliki penjelasan yang lebih masuk akal lagi, "Aku harus memastikan kalau ketika Lily sudah besar nanti, ia tidak datang ke hadapanku untuk meminta pengakuan, seperti yang pernah dilakukan oleh Ibunya!"

Sejenak Aya terdiam dan Gio merasa kalau kalimatnya sudah keterlaluan sampai wanita itu menjawab, "Aku nggak bisa mengikuti jalan pikiran kamu. Di dalam benakku, kalaupun suatu saat nanti Llily berharap mendapatkan pengakuan dari seorang Ayah, dia pasti nggak meminta pengakuan itu dari laki-laki yang pernah meminta supaya keberadaannya dilenyapkan."

                Kalimat Aya membuat Gio merasakan tamparan dari tangan tak kasat mata. Segala kesombongan yang melekat di dalam dirinya seakan dipaksa hancur menjadi patahan-patahan bernama rasa malu dan rendah diri. Untuk pertama kalinya ia tersadar kalau masalah ini tidak bisa dilihat hanya dari sudut pandangnya, karena melibatkan tiga orang di dalamnya, dirinya sendiri, Aya dan Lilyana. Ini bukan hanya tentang dirinya yang tak sudi mengakui Lilyana sebagai putrinya, melainkan juga tentang Lilyana yang mungkin tak sudi menjadi anaknya.

"Lilyana bukan anak kamu," Aya mengatakan itu dengan nada tenang yang sama, namun Gio terlanjur mati rasa untuk bisa menanggapinya, "Tapi kalau hal ini memang penting untuk kamu, aku mengizinkan kamu untuk melakukan tes DNA. Apa yang kamu inginkan dari Lilyana? Rambut? Sikat gigi? Atau darah?"

Gio diam karena tidak bisa memberikan jawaban. Ternyata diamnya itu dianggap Aya sebagai persetujuan atas apapun keputusannya, karena kemudian wanita itu berkata, "Baiklah, rambutnya. Besok ku kirimkan ke kantor kamu, dan silakan periksa ke rumah sakit manapun yang kamu mau. Tapi kalau kamu mau mendengar nasihatku, berhenti membuang-buang waktu dengan tes konyol itu. Anakku nggak mungkin memiliki gen seorang pembunuh di dalam dirinya."

                Kemudian Aya berlalu, meninggalkan Gio yang masih tak mampu bicara. Kenapa semuanya jadi seperti ini? Kenapa justru ia yang tersudutkan, ketika ia yakin adalah Aya yang berlumuran dengan dosa dan dusta? Gio tidak pernah mengerti jawabannya.

**

JJ.

Patah #2 - Slow UpdateWhere stories live. Discover now