BAB 9

54.3K 5.6K 263
                                    

Keesokkan harinya, mereka sama sekali tidak ada kelas sama sekali dan Tackie pergi menjemput Gia di rumah orangtua wanita itu. Gia yang terlihat begitu santai hari ini, sama sekali tidak mengenakan make-up, rambutnya diikat sangat tinggi, memperlihatkan semua bentuk wajahnya, lalu senyumnya kepada Tackie ketika ia masuk ke mobil. Thackeray Agnibrata, kendalikan dirimu.

"Halo supirku tersayang, masih aja pake kemeja cupu lo? Pokoknya hari ini bakalan gue bakar satu per satu kemeja jelek lo setelah kita belanja." Tackie lalu melihat celana pendek yang dikenakan Gia, memperlihatkan kedua kakinya yang jenjang dan kaus putih kebesarannya yang terlihat kalau Gia meminjamnya dari seseorang yang jauh lebih besar daripada dirinya.

"Kaus siapa itu?" tanya Tackie dengan penasaran. Oh Tuhan, kenapa ia tiba-tiba menjadi sangat posesif seperti ini? Gia melihat kearahnya dan ia tahu kalau pertanyaan benar-benar salah. Benar-benar salah karena ia sama sekali tidak ingin mendengar jawaban wanita itu.

"Kaus Michael. Lucu ya, lihat deh, ada bekas tinta gitu dibelakang bagian punggung," Gia lalu membalikkan tubuhnya untuk memperlihatkan bagian punggung kaus itu yang berwarna biru pucat terkena tinta.

"Oh," jawab Tackie dengan begitu datar, ia hampir yakin dirinya tidak peduli. Iya, nggak peduli sama sekali. Kenapa gue harus peduli?

"Kita ke Plaza Indonesia aja?" tanya Gia kepada Tackie yang sekarang sudah mulai menyetir keluar dari pelataran utama rumah orangtuanya. "Makan dulu yuk Tackie, gue lapar."

"..." Tackie masih sedikit kesal dengan jawaban wanita itu dan ia tidak menjawabnya sama sekali. "Tackie, makan dulu kan?" Gia kali ini memutar wajahnya untuk menatap Tackie yang tidak menjawabnya.

"Kok nggak jawab?" tanya Gia kepada Tackie.

Tackie sudah tidak tahan dan ia akhirnya memutuskan untuk bertanya, "Lo sama Michael, serius?"

"Serius as in tidur sama dia? Mana ada orang tidur sama orang serius sih Tackie? Gue sama Michael ya main-main. It's fun," jawab Gia dengan acuh tak acuh sambil memainkan handphone-nya tidak menyadari kalau Tackie benar-benar tidak suka dengan jawabannya.

"Jadi it's fun juga sama gue?"

Gia menatap Tackie, "Dengan lo? Gue nggak tahu."

"Maksudnya apa Gia?"

"Dengan lo, gue serius mau merubah lo. Mungkin dengan lo sama dengan dengan kelas Prof. Samantri, dimana lo harus berusaha sendiri untuk lulus kelas ortho-nya, sementara sama Michael..."

"..."

Gia lalu menyadari kalau Tackie marah kepadanya. Ia benar-benar baru saja menyadarinya ketika pria itu sama sekali tidak berbicara lagi dan tatapan di matanya yang biasanya begitu halus dan pengertian, menjadi gelap dan sama sekali tidak Gia mengerti. "Marah ya?" tanya Gia.

"..." Tackie menghentikkan mobilnya di pinggir jalan, karena ia harus membicarakan hal ini dengan Gia sekarang. Ketika ia sudah menepi dan menghentikkan mobilnya, ia membalikkan wajahnya sehingga ia menatap Gia sekarang yang menunggunya.

"Gue marah dan akan gue akuin Gia kalau gue nggak suka," jawab Tackie dengan jujur.

"Well, kenapa?" tanya Gia dengan begitu polosnya. Hari ini, semuanya mengenai wanita itu benar-benar terlihat polos. Gia tanpa riasan diwajahnya dan semua kata-kata wanita itu yang membuatnya marah.

"Karena gue udah bilang. Tidur sama gue aja. Jadiin gue yang serius dan hanya gue."

"Lo kayak ngajak gue nikah," jawab Gia dengan ceplas ceplos.

"Gue nggak ngajak lo nikah, gue minta lo untuk hanya tidur sama gue."

"Terus gue dapat apa? Lo enak, gue nggak. Gue hanya mau membantu lo make-over Tackie, bukan mencium semua bagian tubuh lo seperti kemarin."

"Tapi lo melakukannya kemarin dan menyuruh gue untuk diam ketika lo mencium setiap jengkal tubuh gue Gia."

"..." kali ini Gia yang tidak bisa menjawabnya.

"Gia, jadi serius sama gue aja ya?"

"Gue dapat apa kalau gue berhenti tidur sama cowok lain kecuali lo Tackie?"

Tackie tahu kalau ia tidak memiliki apa-apa ataupun kemampuan untuk membuat Gia lebih memilihnya sebagai teman tidur dan ia juga tahu ia tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan Gia kepadanya. "Tidak ada, but I can do this," Tackie mencondongkan kepalanya kearah Gia yang menatapnya, memperbaiki letak kacamatanya agar ia tidak salah melihat, lalu mencium bibir Gia dengan bibirnya.

"Gue bisa melakukan ini kepada lo, setiap hari," bisik Tackie kepada Gia. "Gue harap lo suka."

Gia tersenyum, "Ciuman lo payah dan kacamata lo menghalangi gue untuk membalasnya. Kita perlu latihan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INVITATION ONLY | PINK SERIES #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang