Pulang bersama Adi

915 68 10
                                    

Untuk pertama kalinya seorang Sastranhaz Elyefta membenci yang namanya kejujuran. Hatinya sakit bak ditusuk ribuan jarum dalam waktu yang bersamaan. Matanya nanar, penuh dengan luap luka namun tak berdarah.

Ia benci pada dirinya. Ia benci karena berhasil mencintai Angka sebegitu besarnya. Ia benci ketika kejujuran malah berhasil menyakiti hatinya. Ia benci semua yang terjadi saat ini.

Sastra terus menangis di tempatnya. Matanya sudah sangat merah, bahkan agak bengkak. Suaranya habis, sangkin lamanya menangis.

Tak lama kemudian Helline dan Kwin akhirnya datang. Mereka yang melihat Sastra dalam keadaan kacau, menghampirinya dengan buru-buru.

"Sastra lo apaan sih. Lo ambil angketnya ya? Gue udah bilang ya jangan baca." Helline emosi. Dugaannya benar, Sastra akan menangis saat membaca angket itu.

Kwin yang simpatik akhirnya mendekat, dan memeluk Sastra. Rasanya tulang-tulang gadis rapuh itu akan patah juga. Tangisnya tak kunjung berhenti, dan kondisinya sudah sangat tragis.

"Udah Sas. Lo harus siapin hati. Lo sendiri yang minta buat angket. Lo harus siap juga Sas sama jawabannya." timpal Kwin.

"G..u.e sayang dia. Apa dia nggak ngerti kalau gue sa...yang dia?" dalam isak tangisnya Sastra masih coba membalas.

"Cukup ya, Sas. Tadinya dia juga nggak mau isi angketnya. Tapi lo maksa 'kan, jadi sekarang lo harus terima sama jawabannya." tambah Kwin.

Sastra masih terus menangis. Ia tak menyangka sakitnya akan seperti ini.

"Alasan dia ninggalin gue nggak rasional, Gis, Kwin. Dia ngomongin masalah iman, apa cinta kedua insan harus dilandasi iman yang setara?" masih dengan sesenggukan, Sastra coba mengungkapkan isi hatinya.

Helline dan Kwin menoleh ke arah pintu yang dibuka. Mata mereka menatap sosok Angka yang hendak masuk ke ruang kelas.

"Sas, Angka mau masuk. Cepet hapus air mata lo sekarang juga. Cepet, Sas." ucap Helline.

Sastra yang kaget, mendadak menghentikan tangisnya. Ia mengusap air matanya kasar dan bergegas keluar kelas.

Sastra melangkahkan kakinya menuju koperasi. Tetapi dari jauh, ia melihat sahabatnya, Christin duduk di depan koperasi. Dengan langkah seribu, Sastra segera menghampiri Christin dan kembali menangis di pelukannya.

Christin yang bingung, memilih diam dan membalas pelukan Sastra.

"Tin, gue benci sama diri gue tin. Tin gue bodoh tin. Tin gue nggak suka kayak gini. Tin apa gue egois, kalau gue terlalu cinta sama dia?" tanya Sastra dengan suara parau karena menangis.

Christine menatap Sastra bingung, "Lo kenapa sih Sas? Jawab gue lo kenapa nangis begini? Kasih tau gue kenapa!" cecar Christine yang nampak sangatb panik.

Sastra tidak menjawab. Ia masih terlalu fokus dengan derasnya air mata yang keluar.

***

"Gue balik duluan ya." pamit Sastra kepada Helline, Kwin dan Stellyn.

Baru saja Sastra akan berjalan ke gerbang, tiba-tiba ia merasakan pundaknya di tepuk oleh seseorang.

"Sas. Gue kangen." ucap seorang gadis dengan kerudung putih di kepalanya.

Sastra menoleh sekilas. Ternyata gadis itu adalah teman lamanya.

"Indah?" Mata Sastra berbinar, "Ngapain lo di sini?"

"Mau tanding voli, Sas. Nonton gue yuk." ajak Indah.

Antara Sastra dan Angka  Donde viven las historias. Descúbrelo ahora