Prolog: Awal dari Semua

1.7K 169 113
                                    

=Beberapa tahun sebelumnya=

Aura marah dan kecewa terasa menguar dari Sang Hyang Prabu Bawanapraba, Penguasa Bawanapraba. Betapa tidak! Saat ini ia terpaksa mengadili putri kesayangannya sendiri di Balairung Istana Cahaya.

Nyi Pohaci Sanghyang Sri, bidadari paling cantik di seantero Bawanapraba, telah menyalahi aturan takdir dengan jatuh cinta kepada seorang makhluk fana: manusia biasa. Sanghyang Sri telah jatuh cinta pada Raden Bagus Sadhana, pangeran dari Kerajaan Purwacarita.

Cinta mereka tidak boleh berlanjut! Tidak boleh ada yang menentang kehendak takdir yang telah digariskan semenjak semesta diciptakan bahwa dua entitas yang berbeda dunia, tidak akan bisa disatukan.

Maka di sinilah Sang Penguasa Bawanapraba menghadapi dilema. Ia harus menegakkan keadilan, sekalipun bagi putri yang paling disayanginya.

"Kenapa kau berani melanggar perintah Romo dengan jatuh hati pada seorang manusia, Nduk?!" Ia bertanya dengan gusar, sementara putri kesayangannya tidak tampak merasa bersalah sedikit pun!

Dewi Sri duduk bersimpuh di lantai seperti seorang pesakitan. Tapi raut mukanya tidak menunjukkan demikian. Alih-alih menunduk, ia malah sedikit mendongakkan wajahnya dan menatap langsung ke arah ayahandanya, seolah menantang!

Melihat putrinya tak kunjung menjawab, Penguasa Bawanapraba semakin geram.

"Kau kan sudah tahu bahwa sejak dunia ini diciptakan, telah digariskan bahwa makhluk abadi semacam kita, tidak akan mungkin bersatu dengan makhluk fana seperti manusia!"

"Jadi, apa maksud dan tujuanmu telah jatuh cinta dan mengikat janji setia dengan seorang manusia, hah?! Jawab!"

"Ampun Romo Prabu, memangnya yang namanya jatuh cinta itu bisa pilih-pilih dan direncanakan?"

"Ananda akui, ananda memang telah melanggar aturan dengan jatuh hati pada seorang manusia. Tapi yah, mau bagaimana lagi? Yang namanya perasaan, memangnya bisa dikendalikan?"

"Sudah lah, tidak perlu berpanjang kata. Nanda akan terima apa saja hukuman Romo Prabu, asal jangan panjenengan bunuh dia."

"Romo Prabu boleh saja mencoba memisahkan kami, namun ikrar setia yang telah terucapkan sungguh tidak akan terbatalkan. Biar Sang Penjaga Waktu menjadi saksi!"

Deg! Merasa namanya disebut, Sang Penjaga Waktu yang semula hanya diam menunduk mengikuti perdebatan antara ayah dan anak di sidang istana kali ini, sontak memandang Dewi Sri dengan wajah berkerut.

Aduuuh, Dewi... tolong jangan libatkan aku dalam masalahmu!

Mentang-mentang kau tahu aku naksir padamu
--yah siapa sih, yang tidak? Semua penghuni istana ini yang masih single ya pasti naksir lah ke kamu, secara dirimu kan yang paling cantik di sini--
sekarang kau berusaha menarik sekutu untuk menjamin kelangsungan hidup kekasihmu, agar Sang Pencabut Nyawa tidak bisa mendekatinya!

Kebayang gak sih, sama kamu gimana perasaanku? Sakitnya tuh, di sini!!

Sang Penjaga Waktu mengeja sesaknya tanpa suara.

Sedangkan Sang Bawanapraba terpaksa mendesah gundah, inilah akibatnya kalau punya anak terlalu dimanja! Anak perempuan yang seharusnya lemah-lembut pun bisa berani terang-terangan menentang ayahnya!

"Baiklah kalau memang itu maumu! Romo tidak akan membunuh pemuda itu, namun Romo tetap tidak akan membiarkan kalian bersatu!"

"Kau dihukum untuk turun dari Bawanapraba ini ke bumi, tidak... tidak, jangan gembira dahulu!"

Pengantin PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang