Flashback (8)

6.8K 355 42
                                    

Beberapa hari terakhir Denis semakin sering mencoba mendekatiku di sekolah. Aku pura-pura cuek dan terkadang pura-pura tidak melihatnya.

Semakin lama aku bersikap seperti itu, semakin membuat batinku tersiksa. Tak seharusnya aku membalas perbuatan Denis. Aku tak seharusnya mengikuti kata-kata Dina.

Aku rasa, sikap seperti ini adalah sikap kekanak-kanakan dan tidak pantas dilakukan. Apa bedanya aku dengan Denis yang dulu kasar padaku? Mungkin, saat ini aku lebih buruk darinya.

Terkadang, aku berusaha untuk bersikap baik dan ramah padanya. Tapi semua itu sulit ku lakukan karena Dina selalu saja berada di sisiku.

Dina selalu memastikanku bersikap sesuai petunjuknya. Dia bagaikan baby sitter yang selalu mengawasiku. Jika melihat gelagatku yang sudah berbeda, biasanya Dina mengajakku bahkan menarik paksa untuk menjauh dari Denis.

Argh ... Kok aku bisa kalah ya sama Dina. Aku 'kan cowok, jadi seharusnya dia yang menuruti perkataanku.

◾◾◾

Aku baru saja sampai di sekolah dan memakirkan motor matic-ku. Saat ini, jam menunjukkan pukul 7.10. Berarti masih ada waktu 20 menit lagi sebelum jam pelajaran di mulai.

“Niel!” Suara seseorang memanggilku.

Ku alihkan pandanganku ke arah suara tersebut. Ku lihat Denis sedang berdiri beberapa meter dariku.

“Kenapa, Nis?”

“Aku mau ngomong penting sama kamu. Mau, ya ...?” katanya memelas.

“Emang mau ngomong apaan?”

“Emm ... Jangan di sini, ya. Nggak enak ngomong di sini. Yuk, ikut aku.” Denis mengajakku.

Aku pun mengikuti Denis dari belakang. Tak tau dia akan membawaku ke mana. Aku masih saja bertanya-tanya dalam hati tentang hal yang akan dibicarakannya denganku.

“Daniel!” Kembali ada suara orang yang memanggilku

Aku menghentikan langkahku tepat di lapangan basket dan begitu juga dengan Denis. Ku lihat saat ini Dina sedang berlari ke arah kami.

“Hah ... hah ... hah ....” Suara nafas Dina terdengar jelas.

Dina masih mengatur nafas sambil menundukkan badannya.

“Mau kemana, Niel?” tanya Dina dengan nafas yang berat.

“Anu ...” jawabku bingung.

Dina menatap ke arahku, kemudian beralih ke arah Denis.
Denis hanya tertunduk lesu. Dia tak sanggup mengangkat wajahnya.

Dina mendekat ke arahku. Dia memegang tanganku kemudian menarikku secara paksa.

“Ayo, Niel!” katanya memaksa.

“Lepasin, Na. Aku mau ngomong sama Denis!” kataku sedikit keras.

“Nggak. Kamu nggak boleh ikut dia. Belum tentu dia mau ngomong baik-baik. Bisa aja dia punya maksud lain.”

Aku melepaskan tangan Dina secara paksa. Dina tersentak, sepertinya sangat terkejut dengan perbuatanku yang kasar. Dia menatap tajam ke arahku namun dengan mimik wajah orang yang kecewa.

“Cuma gara-gara dia, kamu kasarin aku?!” Tanya Dina yang terlihat sedih.

Aku hanya terdiam.

“Kamu berubah, Niel.”

“Iya. Aku memang berubah. Aku sekarang sangat sulit tersenyum, selalu berteman dengan rasa sedih dan sepi. Yang paling parah, kini aku jadi orang yang munafik. Itu semua karena siapa? Itu karena kalian berdua.”

KISAHKU [Daniel Sastrawidjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang