Kasihan Denis

4.3K 239 3
                                    

Aku bangkit lalu duduk bersila melihat ke arah pantai. Tak lama Denis ikut duduk di sebelahku.

“Makan yuk. Udah laper nih,” kataku sambil memegang perut.

“Ayo!” Denis berdiri kemudian mengulurkan tangannya, membantuku untuk berdiri.

Di sini tersedia seafood yang segar-segar. Akhirnya, aku dan Denis meyantap lobster dan juga kepiting yang besar. Rasanya emang mantap banget.

Setelah itu kami membeli es kelapa muda yang kami bawa ke gubuk. Kami berlindung dari teriknya matahari sambil menikmati es kelapa muda yang sangat menyegarkan.

Kemudian Denis mengajakku untuk kembali menyusuri pantai. Awalnya aku tak mau karena sangat panas, namun akhirnya terpaksa ikut karena Denis memaksaku.

Kami berjalan menyusuri pantai sambil sesekali berlari dan bermain air. Sepertinya kami berjalan cukup jauh sekitar satu kilometer.

Aku dan Denis duduk bernaung di bawah pohon karena merasa matahari semakin terik. Ku sandarkan kepalaku di bahu Denis dan dia terus memegang tanganku. Cukup lama kami terdiam dalam posisi ini, menikmati kebersamaan kami berdua.

“Nis ... Enak ya kalo bisa kayak gini terus.”

“Iya. Aku juga pingin kita bisa sering-sering berdua kayak gini. Kalo kamu jadi pacar aku, pasti sering aku ajak jalan-jalan ke berbagai tempat indah.”

“Tuh 'kan, mulai lagi ...” Aku mendongakkan kepalaku yang masih berada di bahunya.

“Namanya juga usaha,” jawab Denis sambil cengengesan.

“Maaf ... Nis, kalo udah buat kamu kecewa.” Aku merasa bersalah karena tak bisa menerimanya.

Kalau saja hatiku bisa diatur oleh akalku, maka aku akan menerima Denis sebagai pacarku. Tapi ini tak gampang, karena cinta sering tak mengenal logika.

“Udah ah. Aku nggak apa-apa kok," kata Denis sambil menatapku dan memegang kedua bahuku.

“Makasih ya, Nis.” Aku tersenyum padanya.

Denis juga memberikan senyuman dan memegang pipi kiriku.

Kami kembali duduk seperti semula, tapi kali ini kepala Denis bersandar di kepalaku. Deburan ombak dan hembusan angin menjadi musik alami yang menenangkan kami. Hampir setengah jam kami berada di posisi seperti ini.

“Balik yuk. Udah jam setengah tiga nih.”

Denis mengangkat kepalanya dan duduk tegak. “Bentar lagi ya. Kapan lagi kita bisa kayak gini?”

“Sekarang ya. Please. Nanti kita kelamaan sampe rumah.” Aku memohon pada Denis.

“Kenapa sih harus buru-buru? Emang kamu janji sama siapa?”

Akhirnya Denis menanyakannya juga. Nggak mungkin 'kan aku beritahu kalau aku akan pergi nonton bersama Leo? Bisa-bisa Denis sewot.

“Nis ...” Aku merengek. “Nanti kalo kelamaan bisa dimarahin  Bunda loh. Tadi 'kan nggak bilang mau kemari.” Aku mencari-cari alasan.

“Ya udah deh. Tapi ...” Denis menyentuh bibirnya menggunakan jari telunjuknya.

“Ih ... Cari kesempatan aja nih anak,” kataku malu-malu.

“Nggak mau? Kalo gitu kita nginap di sini aja,” katanya sambil mengedipkan mata.

Tuh kan. Denis emang pinter banget manfaatkan kesempatan yang ada. Bisa tambah kacau kalau kami sampai nginap di sini. Lalu ku lihat ke sekeliling, ingin memastikan apakah ada orang namun ternyata nihil.

KISAHKU [Daniel Sastrawidjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang