Bab 34 - Alin pembunuh...?

3K 415 25
                                    

Raizal berlari. Menyusuri lorong demi lorong rumah sakit untuk segera pergi ke kamar di mana Fara dirawat. Sungguh. Raizal terlewat cemas. Setelah semua hal yang terjadi beberapa waktu yang lalu―yang hampir membuat jantungnya berhenti untuk berdetak, Raizal sama sekali belum mendapatkan kabar tentang bagaimana keadaan Fara. Ia langsung bergegas pergi dan terburu-buru untuk sampai ke tempat ini. Benar-benar mengkhawatirkan keadaan Fara dan hanya bisa berharap bahwa apa yang selama ini ia takutkan, tidak akan pernah terjadi.

Pandangannya mengibas ke segala arah. Mencari kamar Tea yang sebenarnya adalah Fara yang ada di sana. Sungguh. Ia benar-benar panik. Jantungnya bahkan berdetak dengan sangat keras ketika ketakutan semakin melandanya.

"B-bunda Aini...?" Dan matanya melebar ketika melihat bunda Aini yang duduk di sana. Duduk sendirian di ujung lorong di depan kamar yang sedang ia cari. Cepat-cepat Raizal mendatanginya. Berlari dan begitu panik ketika melihat raut wajah Bunda Aini yang sama sekali sulit untuk dibaca. Matanya kosong menatap ke arah depan sambil meremas tangannya sendiri dengan begitu kuat.

"Bunda Aini. Apa yang sedang terjadi? Bagaimana Fara? Di mana Fara? Apa dia baik-baik saja?" Ketegangan terus menghantui Raizal. Pertanyaan itu meluncur cepat dari mulutnya karena ingin segera mendapatkan jawaban mengenai kabar Fara saat ini.

Bunda Aini menghela napas kemudian menatap ke arah Raizal. Menyeka air matanya lalu menyuruh Raizal duduk agar dia bisa sedikit lebih tenang. "Kamu berhasil, Raizal. Kamu berhasil."

Ucapan Bunda Aini membuat Raizal bernapas lega. Urat syarafnya yang tadi menegang kini mengendor dengan sendirinya. "Tadi, Fara sempat membuka mata, tetapi..." Bunda Aini menghentikan kata-katanya. Membuat dahi Raizal mengerut dan menggertakkan giginya. "Tapi, dia memejamkan matanya lagi. Sekarang Fara sedang ditangani oleh dokter spesialis di dalam sana. Aku yakin dia akan bertahan." Tatapan Bunda Aini terarah pada ruangan yang ada di sana.

Raizal menghela napas satu kali. Sedikit lebih tenang ketika mengetahui Fara masih berada di dunia ini. Walaupun tidak tahu bagaimana nanti, yang jelas, Raizal sangat merasa lega ketika dihadapkan oleh kenyataan kalau Fara masih hidup dan mau berjuang di sana.

"A-Alin...?" Tiba-tiba Bunda Aini teringat akan sesuatu. "D-dimana Alin? Di mana dia?" Bunda Aini kembali panik. Seharusnya, jika Raizal sudah benar-benar berhasil meyakinkan Fara untuk kembali ke tubuh aslinya, bukankah juga semestinya Alin akan kembali ke kehidupannya? Tapi, kenapa ia tidak melihat Alin? Bunda Aini meremas tangannya khawatir.

Raizal tersenyum. Memegang kedua bahu Bunda Aini untuk menenangkannya. "Dia dalam keadaan stabil. Dia masih di ruang UGD bersama..." Tiba-tiba Raizal mengerutkan dahi. Seulas kekhawatiran mulai muncul di raut wajah raizal. Dia hampir lupa akan kejadian mengerikan beberapa waktu yang lalu. Mereka berdua masih tidak sadarkan diri, dan Raizal tidak tahu dengan apa yang akan terjadi berikutnya jika mereka sudah siuman.

"Bersama siapa...?" Tanya Bunda Aini.

Raizal menahan napas. Tidak tahu apa dia harus menceritakan semua ini pada Bunda Aini atau tidak. Apakah dia harus mengatakan bahwa tadi Alin sempat berniat membunuh Maudi?

Ya Tuhan... ternyata semuanya belum benar-benar usai. Dan Raizal baru menyadari itu saat ini.

Sekali lagi, Raizal menghela napas satu kali. "Lebih baik bunda susul Alin untuk menjaganya. Saya akan menjenguk Fara sebentar kemudian saya akan menyusul Bunda Aini di ruangan di mana Alin dirawat."

Dengan cepat Bunda Aini langsung mengangguk begitu saja. Mengiyakan perkataan Raizal karena dia sudah benar-benar merindukan Alin yang selama ini jiwanya menghilang entah ke mana.

***

Cepat-cepat bunda Aini segera ke kamar perawatan di sana. Rasa rindu membuncah saat mengetahui bahwa yang tidur di sana adalah benar-benar Alin yang sesungguhnya. Mencium kening Alin dan menggenggam erat tangannya seperti tidak mau dilepaskan.

"Alin..."

Bahkan sampai saat ini Bunda Aini masih tidak mengerti. Kenapa takdir bisa mempermainkan Alin sampai seperti ini. Tidak mengerti ada alasan terbesar apa sehingga mereka berdua bisa bertukar jiwa.

Tetapi, terlepas dari itu semua, bunda Aini merasa sangat lega. Ketika semuanya sudah bisa mereka lalui dan mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing. Merasa lega ketika mereka semua pulang dalam keadaan selamat.

Bunda Aini masih menggenggam erat tangan Alin. Sedikit mengelus punggung tangannya berusaha untuk membangunkannya. Mengucap nama Alin berulang kali agar dia dapat membuka mata dan benar-benar menyadari bahwa dirinya masih hidup. Tidak mati seperti apa yang ia pikirkan selama ini.

Tapi di sisi lain, bunda Aini tidak sadar bahwa ada orang lain juga yang ada di dalam ruangan ini. Tidak sadar bahwa suaranya yang membangunkan Alin malah di dengarkan olehnya sehingga membangunkannya. Seorang gadis seumuran Alin yang berada di ujung ruangan. Tangannya bergerak-gerak. Matanya mengerjap-erjap dan berusaha untuk bangun dari kegelapan, yang entah sudah berapa lama menenggelamkannya.

Maudi. Nama yang terpasang di sisi samping ranjang.

Matanya kini terbuka. Mengibaskan pandangan ke sekitar ketika ia berhasil sadar kali ini. Memijat kepalanya yang begitu sakit karena tadi dia ditampar habis-habisan.

Dan tiba-tiba, Maudi melotot tajam. Teringat akan peristiwa mengerikan beberapa waktu yang lalu saat dia berusaha di bunuh oleh seseorang. Sontak dia langsung terlonjak kaget. Bangun dari tidurnya dengan napas yang memburu penuh dengan amarah yang membakar habis seluruh raganya.

Satu hal lagi yang membuatnya begitu kaget adalah, ketika melihat orang yang tadi mencoba membunuhnya―kini berbaring di satu ruang dengannya. Maudi menggeleng-geleng keras. Melepas infus yang terpasang pada tangan kirinya lalu melompat turun dari arah ranjang. Membuat beberapa petugas medis yang ada di dalam ruangan cepat-cepat mendatangi pasien itu dan berusaha menenangkannya.

"PEMBUNUH! PEMBUNUH!" Teriak Maudi keras. Sontak saja langsung membuat semua orang yang ada di dalam ruangan ini terperangah.

"ALIN! PEMBUNUH!" Dan mendengar nama Alin disebut-sebut bunda Aini tidak kalah kaget dan mengerutkan dahinya. "PEMBUNUH!" Dan lagi-lagi Maudi meneriakkan kata itu. Mengambil sebuah benda yang ada di atas meja dan berusaha menghampiri Alin untuk menghujamkan pada tubuh Alin.

"Tidak! Apa yang kamu lakukan?!" Bunda Aini menghalanginya. Sementara para petugas medis ikut berusaha menghalangi niat Maudi untuk mencelakai Alin yang masih terbaring di sana.

"PEMBUNUH! DASAR PEMBUNUH! ALIN PEMBUNUH!" Teriaknya lagi. Berulang-ulang dan masih berusaha keras melepaskan seluruh tenaga para medis yang kini mengikat seluruh tangannya.

Ya Tuhan. Apa yang baru saja dia katakan? Kenapa dia mengatakan bahwa Alin adalah pembunuh?! Ucap Bunda Aini di dalam hati.

***

wkwkwk. update cepet kan,,, Kalok moodnya bagus pasti gini. Hehhe.

jangan lupa voment. tengkyu.

voment nya banyak update nya cepet. wkwk

Ketika Aku MatiWhere stories live. Discover now