Bab 38 - Balas dendam... Lagi...?

2.8K 309 17
                                    

Bunda Aini tidur dengan lelap. Waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi ketika bunda Aini tidak sadar bahwa ada yang bergerak tepat di sampingnya. Matanya perlahan terbuka dan jari jemarinya bergerak di susul dengan tubuhnya yang tiba-tiba bangkit dengan sendirinya.

Suara deritan tempat tidur terdengar sangat nyaring. Membuat bunda Aini terganggu dan matanya mengerjap-erjap. Dan betapa kagetnya bunda Aini ketika melihat Alin terduduk di atas ranjang dengan mata yang juga ikut terbuka.

"Alin...?! Ya Tuhan, Alin?" Bunda Aini benar-benar kaget. Melihat Alin yang sudah sadarkan diri. Ia segera bangkit dan berdiri tepat di depan Alin. Merasa haru ketika pada akhirnya Alin dapat bangun dan melihat bundanya yang sangat khawatir akan keadaannya.

"Alin. Kamu sudah sadar, nak?" Ucapnya sekali lagi. Menelingkup wajah Alin dengan kedua tangannya. Tapi tiba-tiba, Alin menepis tangan itu dan mendorong tubuh bunda Aini menjauh dari dirinya. Benar-benar membuat bunda Aini kaget luar biasa.

"A-Alin?" Bahkan bunda Aini masih tidak percaya. Melihat Alin dengan sekali tindakan langsung mencabut jarum infus yang menempel pada tangannya. Terlihat bangkit dari ranjang dan langsung keluar dari ruangan.

Sorotan matanya terlihat sangat mengerikan. Hanya satu detik tetapi mampu membuat bulu kuduk bunda Aini meremang. Tatapannya sangat tajam dan penuh kebencian. Sebuah tatapan yang baru pertama kali bunda Aini lihat dari mata milik Alin. Membuat bunda Aini tersontak kaget saat ia melihat sorot itu dari mata milik Alin.

Ke mana tatapan sendu sekaligus menenangkan yang dimiliki Alin? Bunda Aini syok. Mematung beberapa detik sebelum akhirnya ia sadar bahwa Alin sudah keluar dari ruangan.

"Ya ampun, Alin." Bunda Aini tidak mengerti dengan apa yang baru saja Alin lakukan. Apakah dia tidak mengenalinya. Apakah Alin tidak tahu bahwa bundanya berada di sini?

Cepat-cepat bunda Aini segera bangkit. Keluar dari ruangan untuk mencari keberadaan Alin. Tapi tiba-tiba, Alin sudah menghilang. Baru beberapa detik yang lalu Alin keluar dari ruangan ini, tetapi sekarang dia tiba-tiba menghilang entah ke mana.

Mata bunda Aini melebar. Menoleh ke kanan dan ke kiri tetapi tidak menemukan tanda-tanda Alin di sekitar sini. Hanya ada lorong-lorong gelap berada di sekitar bunda Aini. Sementara bunda Aini tidak tahu harus pergi ke mana untuk menemukan Alin.

"Suster. Suster." Panggi bunda Aini. Menghalau pada perawat jaga yang tidak sengaja melewatinya. "Tolong saya." Dan perawat itu mengerutkan dahi. Bertanya kepada bunda Aini kenapa dia terlihat panik dan meminta pertolongan kepada dirinya. "Iya. Ada apa?"

"Apa suster tahu tadi ada pasien yang baru saja keluar dari ruangan ini?" Tunjuk bunda Aini pada ruangan tempat di mana Alin keluar dari ruangannya. Sementara perawat itu menggelengkan kepala. Tidak tahu tentang pasien yang dimaksud oleh bunda Aini.

Sementara itu, bunda Aini semakin panik. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Teringat akan tatapan Alin yang sangat mengerikan. Tatapan penuh kebencian dan dendam yang sampai saat ini bunda Aini tidak mengerti kenapa Alin mempunyai tatapan semenakutkan itu.

Dia seperti bukan Alin.

Bukan Alin yang selama ini ia kenal.

"Tolong cari Alin. Tiba-tiba dia pergi begitu saja dan melepas infusnya." Ucapnya sekali lagi. "Dan tolong. Tolong panggilkan Raizal." Pinta bunda Aini. Jujur, hanya nama itu yang terlintas dari pikirannya. "Bilang pada dokter Raizal bahwa Alin menghilang." Ucapnya setengah menahan tangis. Meremas tangan perawat itu agar ia cepat membantunya.

Bunda Aini kemudian pergi dari sini. Mencari ke segala arah untuk pergi menemukan Alin. Entah, bunda Aini juga tidak mengerti. Bunda Aini seperti merasa bahwa sepertinya kejadian buruk belum benar-benar berakhir. Tatapan mengerikan itu membuktikan, bahwa masih ada sesuatu yang sangat mengerikan yang akan terjadi jika bunda Aini tidak segera mencegahnya.

"Di mana kamu, nak?" Ucapnya sekali lagi. Masih terus mencari Alin di lorong-lorong yang gelap untuk segera menghentikan kejadian buruk yang saat ini benar-benar ia takutkan.

***

Langkahnya pelan nyaris tak bersuara. Sorotan matanya kosong penuh kebencian. Berjalan entah ke mana seperti mencari seseorang. Sedari tadi ia terus bergumam. Menggumamkan sebuah nama yang terus di ulang-ulang bahkan sampai sekarang.

"Maudi...." Ucapnya lirih. Nyaris tidak terdengar. Menyusuri lorong demi lorong rumah sakit dan mencari satu persatu ruangan. Mengitari seluruh isi rumah sakit untuk mencari orang itu.

Tangannya kuat. Mengepal penuh amarah mengandung kebencian. Ya. Tinggal satu lagi. Tinggal satu lagi agar ia dapat beristirahat dengan tenang. Membalaskan seluruh dendam yang tinggal sedikit lagi ia selesaikan.

Alin masih berjalan. Mengibaskan pandangan ke segala arah untuk mencari orang itu. Dan ketika dia menangkap sosok yang selama ini ia cari-cari, Alin menghentikan langkahnya. Mengangkat ujung bibirnya dengan sangat mengerikan saat ia berhasil menemukan orang yang ia cari-cari.

"Maudi." Lewat jendela yang ada di sini, Alin dapat melongok melihat Maudi yang tertidur di sana. Baru saja ia ingin meraih knop pintu tiba-tiba seseorang memanggilnya. Memanggil nama Alin dan seketika itu juga berlari ke arahnya.

"Alin? Apa yang kamu lakukan di sini?" Teriak Raizal bersama dengan seorang perawat yang tadi dimintai bantuan oleh bunda Aini. Cepat-cepat Raizal berlari ke arah Alin. Menarik lengannya untuk ikut bersamanya.

Dan lagi-lagi, Alin menepis tangan orang yang menyentuh lengannya. Mendorong tubuh Raizal kuat-kuat hingga Raizal terpental ke arah belakang. "Alin. Apa yang kamu lakukan?"

Alin masih berusaha masuk ke dalam ruangan tempat di mana Maudi tidur sendirian di dalam sana. Tapi, Raizal kembali berlari dan mencegah perbuatan Alin. "Tidak, Alin. Jangan seperti ini." Dan untuk yang kesekian kalinya, tubuh Raizal didorong dengan sangat kuat. Alin meronta untuk dilepaskan ketika Alin tidak mampu mendorong tubuh Raizal karena Raizal berhasil menahannya.

Dan seketika itu juga, bunda Aini datang. Melihat Raizal yang terlebih dahulu menemukan Alin di sini. "Dokter Raizal...? Ada apa ini?" Dan betapa syoknya bunda Aini ketika melihat Alin mengamuk-amuk. Terus menjerit meminta dilepaskan oleh Raizal.

Sungguh. Bunda Aini seperti sudah tidak bisa mengenali Alin lagi. Melihatnya terus mengamuk-amuk dan meracau tidak jelas seperti ini. Menjerit-jerit histeris ketika Raizal memaksanya ikut dengannya.

Matanya sama seperti tadi. Sangat menakutkan dan membuat bulu kuduk bunda Aini meremang seketika. Tidak tahu kenapa Alin bisa seperti ini.

Suara jeritan-jeritan itu mengundang beberapa orang untuk datang ke sini. Apa lagi, hari sudah sudah berganti dan matahari mulai muncul dari ufuk timur. Terlihat dari beberapa orang yang mengerumuni mereka, seorang dokter lain datang ke arah Alin dan menyuntikkan sesuatu pada lengannya―hingga beberapa detik kemudian Alin lemas tidak sadarkan diri.

Dokter Raizal terlihat panik. Mengamati bunda Aini yang juga bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Dokter. Apa yang sebenarnya terjadi lagi?"

Raizal menggeleng. Tidak menjawab pertanyaan dari bunda Aini.

Aku hanya takutAlin masih ingin membalaskan seluruh dendam-dendamnya. Ucapnya di dalamhati.    

Ketika Aku MatiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora