1: Kenyataan yang Tak Dapat Diterima

76.2K 3.7K 291
                                    

Senja perlahan beranjak menjadi gelapnya malam. Matahari menghitung waktu untuk tenggelam total di ufuk barat, meninggalkan semburat jingga yang masih mewarnai langit senja. Desiran angin menerpa pepohonan sehingga menciptakan sorak-sorai bunyi dedaunan yang mulai gugur—pertanda musim gugur telah tiba, dan suatu pertanda akan datangnya musim dingin.

Sunset mungkin suatu keindahan alam yang ditunggu-tunggu bagi sebagian orang di dunia ini. Karena menurut sebagian pendapat, suasana senja merupakan suasana paling romantis bagi sepasang kekasih untuk mengabadikan kisah cinta mereka. Senja adalah suasana yang mampu menyejukkan pikiran, apalagi jika disertai desiran angin yang menampar wajah, menambah kesan damai bagi penikmatnya. Tak sedikit orang menantikan suasana senja diiringi sunset yang mengganti warna langit biru menjadi jingga. Namun berbeda dengan seorang gadis yang bediri menatap senja dengan wajah suram.

Aqueena Calysta namanya. Dia bukanlah penikmat senja. Gadis itu adalah salah satu dari sekian orang yang kontra terhadap suasana senja, atau mungkin hanya dia saja di dunia ini yang tidak menyukai senja. Dia bukannya tidak menyukai hal-hal yang berbau romantis, atau keharmonisan, hanya saja setelah dua kejadiaan nahas itu mengubah hidupnya, dan kedua kejadian itu berlangsung ketika senjakala.

Aqueena menatap pada sang mentari yang terbenam. Dia membenci warna jingga yang terus muncul ketika matahari terbenam. Dia benci menyaksikan matahari yang perlahan sembunyi dibalik perbukitan. Namun, dia terus menatap sang mentari yang meninggalkan langit, karena dia tak ingin melupakan dua kejadian nahas itu. Melihat sang mentari terbenam setidaknya dapat membuat dirinya merasakan perasaan yang berbeda, ya sejenis perasaan marah dan dendam, bukan perasaan hampa dan kekosongan yang biasa dia rasakan.

Hal itu membuat dirinya berpikir, bahwa dia masih seorang manusia, bukanlah robot yang hidup secara monoton. Dengan melihat suasana senja membuat Aqueena menyadari ada hal yang harus diselesaikan sebelum dirinya meninggalkan dunia ini, yaitu mencari tahu penyebab kematian ayah dan juga sahabatnya. Hal itulah yang selama ini membuat dirinya bertahan di dunia ini. Aqueena berpikir jika dirinya belum menuntaskan apa yang harus dicari tahu, maka selamanya dia tak berani bertemu ayah dan juga sahabatnya di akhirat.

Kegelapan telah menutupi jingganya langit senja. Saatnya bagi Aqueena untuk pulang. Hari ini Aqueena pulang dengan wajah yang ditekuk seperti biasanya. Hari ini seperti hari-hari sebelumnya, Aqueena pulang pada jam yang sama. Dia merasa sangat lelah dengan semua aktivitas yang dilakukan. Mulai dari sekolah yang selesai jam empat sore, dilanjutkan dengan mengikuti les, lalu berakhir dengan mengunjungi toko buku untuk mencari buku bacaan yang dapat digunakan sebagai penghibur.

Tidak seperti biasanya, Aqueena memutuskan tidur lebih awal karena besok dia berencana mengunjungi panti asuhan dan bertemu dengan teman-teman kecilnya yang manis dan imut karena besok adalah hari libur. Biasanya gadis itu rutin mengunjungi sebuah panti asuhan yang terletak cukup jauh dari rumahnya setiap hari libur atau bahkan saat sempat. Alasannya sederhana, karena dia sangat menyukai anak-anak dan juga karena di sana dirinya diperlakukan seperti keluarga.

Awal Aqueena mengenal panti asuhan itu saat dia berusia 7 tahun. Saat itu Aqueena bersama sang ayah pergi ke sana untuk bersilaturahmi karena ayahnya rutin memberikan bantuan pada panti asuhan itu setiap bulan, meskipun jumlahnya tidak banyak, sedikit banyaknya dapat membantu.

Alasan yang paling dominan dirinya selalu mengunjungi panti asuhan itu karena di sanalah kenangan termanisnya bersama Ayahnya. Dia selalu merindukan kenangan itu. Saat Aqueena berada di sana, dia merasakan kehadiran sang Ayah disisinya, bahkan tak jarang dia merasakan halusnya belaian tangan sang ayah di rambutnya sebagai pengantar tidur.

Sebelum tidur, Aqueena menyempatkan dirinya membuat pekerjaan rumah terlebih dahulu, karena gadis itu memang tidak punya pekerjaan lain. Semua pekerjaan rumah tangga telah dia selesaikan pagi-pagi buta sebelum berangkat ke sekolah.

The Magic Stone: Crystalball [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang