2

1.2K 47 1
                                    

"Emang kenapa kakak di hukum?"

"Ketahuan pake narkoba"

.
.
.



"HAHHH?!" Raka, Ares dan Dimas berteriak serempak. Terutama Dimas. Dia teriak paling kenceng.

Bukannya menjawab Irene malah tertawa. Tapi pelan.

"Rin lu seriusan?!" tanya Dimas kaga nyantai.

"Lah lu tau namanya Dim?" Bagai pencuri tertangkap basah oleh warga, Dimas menatap kedua mahluk hidup di depannya ini sambil mengerjap. Bingung mau jawab apa lebih tepatnya.

"Gue Irene. XII Busana" Irene memperkenalkan dirinya. Ga niat gitu.

"I-iya kak salam kenal. Gue Ares"

"Aku Raka"

"Dimas" kenal Dimas sambil malu-malu anjing.

"Seriusan kak pake narkoba?" tanya Ares lagi. Anak nya ngga yakin soalnya dari tampang kakak kelasnya ini keliatan kalo anak baik-baik gitu.

"Kaga" ia terkekeh lagi. "Insiden permen karet di pantat Pak Mar"

Irene tampak menggaruk tengkuknya. Malu.

Ketiga nya saling tatap lalu ketawa.

Cantik-cantik jail nya minta ampun.


***



"Pelajaran hari ini sampai disini saja. Selamat sore semuanya" tutup Pak Murdi sambil berjalan keluar kelas.

"Selamat sore pak! " jawab sekelas serempak. Begitu selesai mengemasi barang masing-masing satu persatu anak mulai keluar meninggalkan kelas yang akhirnya kosong setelah kegiatan belajar mengajar berakhir.

"Pulang bareng siapa Rin?" tanya Alin setelah sampai di depan gerbang sekolah.

"Naik bis kayanya" jawab Irene.

"Mau bareng aku aja?" tawar Alin.

"Enggak deh Lin. Duluan ya!" pamit Irene lalu ia mulai berjalan keluar gerbang sekolah menuju halte yang berada di ujung pertigaan sekolah.

Untung sore hari ini sinar matahari sudah mulai malu-malu memaparkan teriknya sehingga saat berjalan ke arah matahari kedua mata indah berwarna kecoklatan itu tidak perlu kesilauan melawan sinar sang surya.

Tin tin!

Mungkin karena berjalan sambil melamun, Irene sampai terlonjak gegara ada klakson bunyi tepat di belakangnya.

Eh tunggu?!

Ini Irene lagi jalan loh.

Diatas trotoar lagi.

Terus?

Badannya seketika memutar menoleh siapa gerangan yang mengklakson nya padahal sedang berjalan diatas trotoar sepertinya manusia pada umumnya ini.

"Naik!" ujarnya begitu sepasang mata indah itu berhasil bertemu dengan matanya.

"Gausah" tolak Irene secepat mungkin.

Ya, ia mengenal kakak kelasnya sewaktu tingkat Sekolah Menengah Pertama. Ia di Drop Out dari sekolah menengah atas lama nya karena kasus, katanya. Irene tak tahu pasti kasusnya apa dan dia pun tidak ingin tahu juga.

Dan sekarang lelaki yang memiliki lesung di pipi itu kembali bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Agung Persaja di jurusan Boga. Oh God, dia bahkan mengulang dari kelas satu lagi padahal seharusnya dia sekarang sudah lulus setahun lebih dulu dari Irene.

Meskipun Irene mengenal nya, ia juga tak enak jika merepotinya. Irene saja yang sama teman sekelas nggak pernah bareng apalagi sama dia yang hanya sebatas kenal. Ya sebenarnya sih bukan hanya sebatas kenal.

"Naik gak?" tanya nya lagi.

"Enggak Mas" tolak Irene lagi lalu mulai berjalan meninggalkan Dimas.

"Tunggu!" lengan Irene di tarik pelan oleh Dimas yang ternyata turun dari motor dan mengikuti langkah Irene.

Keduanya bertatapan pandang, rasanya sudah lama Dimas tidak menatap perempuan itu sedekat ini. Mana makin cantik yaalah Dimas ngga kuat! Begitu merasa kedua pipi nya memanas, sepasang mata itu mengalihkan pandang sambil berdehem pelan. Salah tingkah.

"Gue mohon kali ini aja biarin gue anter.. Lagipula kamu kan jadi bisa nabung kan kalo ngga naik bis?"

"Masih ada uang sisa" kata Irene sambil mengeluarkan 2 lembar uang dua puluh ribuan dan selembar lima ribuan.

"Kalau begitu yang ini jadi uang bensinku. Ayo!" dengan cepat Dimas menyambar uang lima ribuan itu dan menarik Irene mendekati motornya yang tadi Dimas tinggal.

"Sama aja bukan nabung. Malah bangkrut" Irene dan sifat keras kepala nya sedari dulu emang selalu membuat tantangan untuk Dimas. Tantangan untuk sabar menghadapi ayang.

"5 ribu tiga kali jemput? Gimana?" yah jadi nego dah tuh malahan.

"Hah? Siapa juga yang mau kamu jemput lagi?" Irene kini cemberut. Emang deh lelaki di depannya ini pede nya selangit. Oke, penyakit lama.

"Kamu" jawab Dimas sambil tersenyum.

"Modus"

"Gue ga modus Rin. Tapi coba ngerayu hehe" kali ini dia tertawa.

Tapi Irene hanya menatap nya dengan datar.

"Gue garing ya? Sori deh.. Buruan naik ayo neng geulis keburu maghrib loh nanti setan nya pada keluar"

"Sekali ini aja"

"Kan gue masih utang dua kali jemput"

"Gue anggep lunas"

"Ga ada penolakan. Anggep aja gue driver gojek. Bereskan?" Dimas mulai melajukan motor nya begitu Irene sudah duduk dengan nyaman di belakangnya. Gapapa lah jaket sama pinggang nya belum jadi tempat berlabuh kedua tangan kecil itu untuk berpegangan, dia jadi punya alasan untuk melajukan mesin beroda miliknya itu dengan tempo pelan menikmati waktu dengan si cantik.

"Mas Dimas"

"Apa Rin?"

"Gue ga suka kalo lu maksa gitu"

"Kata-kata mu gak pernah berubah ya dari dua tahun lalu"



---


Gue kapan muncul ini? ('⌣'ʃƪ) -adit

[✔] Long Time To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang