7

344 11 0
                                    


"Untung ga telat" gumam Dimas saat melihat seorang perempuan yang sangat ia hapal siluet nya. Dengan hoodie berwarna merah maroon dan tas sedang berbahan jeans itu melangkah pelan keluar dari gerbang sekolah.

Dimas menurunkan kecepatan motornya dan mengekori langkah kaki Irene sampai agak jauh dari sekolah. Ia tahu betul jika menstop dekat sekolah Irene mungkin akan sangat marah.

"Irene! " teriak Dimas begitu sudah dekat belokan pertigaan.

Ia menoleh pelan. Lalu ekspresi kaget menghiasi wajah cantik dan manisnya itu.

Hati Dimas berdebar-debar hanya karena melihat wajah tanpa ekspresi itu. Mungkin bakalan meledak kalo lihat Irene senyum (•̩̩̩̩_•̩̩̩̩)

"Naik!" kata Dimas saat tak melihat kemajuan dalam gerak-gerik nya.

Ia menggeleng. Lagi.

Dimas meanrik nafas pelan lalu turun dari motor.

"Tak ada penolakan" kata Dimas lembut.

"Gue gamau ngerepotin Mas"

"Ngerepotin tuh waktu kamu malah nolak gini. Aku jadi harus bujuk"

"Ya makanya gausah, Mas pulang sendiri aja"

"Ngusir?" Dimas menatap manik mata Irene yang kecoklatan itu.

Dapat Dimas lihat ekspresi bingung di wajah Irene, lebih tepatnya bingung mau jawab apa. Dimas tertawa dalam hati karena Irene saat bingung sungguh lucu, kedua lekuk di ujung alis nya mengkerut kecil sementara bibirnya maju beberapa centi.

"Kalo kamu merasa merepotkan maka bayar aku saja. Bereskan? Hidup itu gausah di bawa susah karena hidup cuma sekali Irene-"

"Naik!" Dimas terkekeh saat melihat Irene sudah berjalan kearah motornya lebih dulu.

Cara lama masih saja berhasil.

Bagus mulut keran bocor aku sayang padamu. Eh maksudku sama Irene.

***

"Irene?"

"Hmm?"

"Aku minta maaf" kata Dimas waktu lampu merah menghiasi tiga bundaran vertikal yang membuat mereka terpaksa berhenti.

"Buat?"

"Tadi pagi. Ngatain kamu ayam babi"

"Pfft" Dimas langsung menoleh saat mendengar Irene menahan tawa. Tapi waktu ia menoleh ia hanya menemukan ekspresi datar di wajah Irene.

"Lucu?"

"Enggak"

"Terus kenapa ketawa?"

"Siapa?"

"Kamu lah emang aku bicara sama siapa sekarang? Irene Quennerena?"

"Lupakan"

"Yah kok di lupain? Di maafin ga ini?" rengek Dimas. Oke seorang Dimas yang notabene nya anak nya keras, laki banget, suka membangkang dan bandel nya minta ampun sama orangtua apalagi guru ini baru saja merengek di depan Irene. Habis kepentok kali ya kepalanya.

"Ga masalah"

"Bilang iya di maafin dong Rin" lama-lama Irene mual, jadi ia menurut saja.

"Iya di maafin"

"Itu tadi kalimat terpanjang mu lho"

"Ya terus?"

"Kapan ngomel lagi?"

"Ntah" perubahan ekspresi demi ekspresi dari Irene dilihat Dimas terus. Dari mana? Tentu saja kaca spion yang memang ia arahkan di wajah -sebut saja gebetan nya- itu.


"Makasih Mas" kata Irene setelah mereka sampai di depan rumah Irene.

"Sama-sama sayangku" kata Dimas sambil tersenyum. Setelah itu ia dapat timpukan di helmnya.

"Maaf-maaf keceplosan" Dimas memberikan bungkusan itu pada Irene. "Dimakan ya"

"Apa?"

"Magelangan tadi aku beli"

"Makan sendiri!"

"Aku udah makan kok. Yang ini emang buat kamu"

Irene hanya memandang bungkusan magelangan itu. Lagi-lagi Dimas mengarahkan bungkusan itu ke Irene.

"Masuk dulu!"

***


Mimpi apa Dimas semalem sampai bisa di sore hari yang agak mendung ini ia masuk ke rumah sang gebetannya?

"Rumah nya bagus" puji Dimas.

"Nggak tuh" elak Irene. Rumah nya sebenarnya sederhana, tapi karena bersih dan disain tatanan letak nya di urus jadi nya kaya rumah bagus.
"Mau minum apa?"

"Air lah masa batu"

"Mau gue ambilin batu?" Dimas menatap Irene datar. Tega dia.

"Canda" Irene langsung menghilang entah kemana.

Dimas yang agak kikuk pun melihat sekeliling ruang tamu dan ruang tengah rumah Irene yang menyambung.

"Maling!!"



---

Gue kapan muncul thor? (T ^ T) -adit
Sshtt udah tunggu aja yang sabar -gue

Usbn ue udah selesai dan besok senin udah unbk. Ga kerasa 3 tahun secepat ini (இ﹏இ'

[✔] Long Time To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang