1 | S c r u m m y

92.2K 7.6K 309
                                    

Do what you love or love what you do.

Barangkali, sudah banyak yang mendengar kalimat terbaik ini. Motivasi bagi siapa pun yang memerlukan. Sebab, hidup memang hanya perlu memilih dari dua opsi itu. Lakukan apa yang dicintai, atau kalau memang itu tidak berkenan (kamu bisa menyebutnya terpaksa) maka berusahalah untuk mencintai apa yang dilakukan.

Untuk diriku sendiri, aku bisa melakukan keduanya. Menyesuaikan kondisi yang sedang kujalani. Dalam perihal pekerjaan, aku lebih memilih opsi kedua; mencintai apa yang kulakukan. Sementara urusan lain seperti makanan, aku jelas memilih yang pertama. Atau, kalau mau lebih meluas, dalam pertemanan, aku pun bisa memilih yang pertama. Karena sejujurnya, aku jauh lebih suka poin pertama.

Kesimpulannya, hidup memang pilihan, tetapi tidak melulu menyisihkan opsi yang tak terpilih di detik itu. Sebab kita tak pernah tahu, keesokannya, opsi 'buangan' akan menjadi satu-satunya yang paling solutif dan dibutuhkan.

Kasusnya sama seperti yang sedang kujalani sekarang. Seberapapun aku malas, tuntutan itu tetap harus dijalani. Diskusi bersama produser, membahas tema dan bintang tamu yang akan dihadirkan tiga hari lagi. Selalu seperti ini. Tak ada hari tanpa pembahasan tema, bintang tamu, rundown, naskah, briefing pengisi acara dan segala printilannya.

"Nayla udah deal sama Al buat datang tiga hari dari sekarang." Bang Jovi---sang produser Bincang Malam---mulai membuka rapat. "Kita nanti bakalan pakai tema Aktor dan Aktris Baru dan Berbakat. Jadi, ada tiga yang bakalan dateng. Al, Chelsea sama Inava. Ketiganya ini udah fix dan sama-sama baru di dunia film. Dan khusus Al, film perdananya kemarin bisa tembus tujuh ratus ribu dalam tiga hari. Keren enggak?"

"Serius, Bang?" Angkasa, salah satu patnerku sebagai tim kreatif. Satu-satunya lelaki di tim kami yang terdiri dari enam orang. "Gue nggak nonton deh. Film apaan sih?"

"Endless Love. Itu based on novel gitu. Jadi, emang udah gampang narik penonton karena pembaca dari novelnya pun udah nggak keitung." Mata Bang Jovi mengelilingi kami, satu persatu. Seakan siap memberikan tugas negara yang kamu pun sebetulnya sudah bisa menebak. "Nira, Ilana, Amy dan Farah tetap stay buat ngurusin rundown malam ini sekaligus briefing kedua bintang tamunya. Angkasa sama Kay ke rumah Al buat bikin VT (video tape) karena dia yang banyak dicari netizen. Nah ini masalahnya, agak hati-hati, Kay dan Asa." Alarm bahaya seketika menyala merah terang, tetapi aku masih berusaha tenang. "Al nggak punya sosmed apapun, jadi di dalam VT itu nanti, bikin jawaban dari semua pertanyaan masyarakat selama ini. Jadi, pas di upload ke IG BC (Bincang Malam), semua orang bakal tertarik buat nonton. Dan satu lagi, dia agak nyebelin orangnya."

Aku mengembuskan napas lega. Semua peringatan Bang Jovi sama sekali tidak menakutkan. Sebab, selama ini, aku sudah bertemu dengan berbagai karakter dari bintang tamu. Dan yang lebih parah adalah datang lima menit sebelum on air. Bayangkan saja bagaimana paniknya asisten produser dan tim karena kesulitan untuk melalukan briefing tambahan.

Namun, satu-satunya pertanyaanku sejak tadi adalah; siapa Chelsea, Inava dan Al itu?

Karena yang kutahu, satu-satunya aktor di Indonesia adalah Reza Rahadian. Khusus di tahun 2017 ini, aku sudah menonton tiga filmnya; Surga Yang Tak Dirindukan 2, Kartini, dan Critical Eleven. Kalaupun bukan berbintang Reza, aku masih mau masuk ke gedung teater untuk film semacam Cek Toko Sebelah yang lumayan mampu membuat pipiku olahraga.

Keluar dari lift di lobi bersama Asa dan Rio (kameramen), aku menemukan Nayla sedang mondar-mandir di depan meja resepsionis dengan tangan yang mengusap wajah. Lihatlah, staf talent satu itu, begitu sibuk karena menghadapi bintang tamu yang kadang ajaib. Tapi, aku kadang cemburu karena dia yang jago berkomunikasi dan persuasi.

SCRUMMYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora