4 | S c r u m m y

40.8K 6.3K 352
                                    

I love Saturday.

Karena di hari inilah, setelah menyelesaikan kewajiban pagi, aku bisa kembali bergelung dalam mimpi. Kemudian, bangun sekitar pukul sebelas. Brunch. Itu kenapa, mag sering kambuh dadakam. Tidak masalah, masih bisa kuatasi lewat pil atau di rumah sakit. Tentunya, kalau keadaan dompet sedang membaik.

Namun, untuk urusan yang satu ini, tak peduli bagaimana dompetku menangis, aku tetap memaksanya terbuka, dermawan pada sang empu. Betul sekali. Aku dan Tara sudah berada di toko donat. Tara dengan coffee dan sandwich, sementara aku tentu saja donat dan yogurt kesayangan.

Bagaimanapun masalah hidup, saat empuknya donut berada di dalam mulut ... ouch, kurasa itu adalah surga dunia tersembunyi. Apalagi choco forest. Tuhanku, aku rela menghentikan waktu hanya untuk menikmati ini.

"Ta, lo sebagai cowok jijik enggak sih ada cowok nggak bisa nyetir mobil atau pun naik motor?"

"Biasa aja."

"Terus, terus," Aku memasukkan potongan donat sampai mulutku penuh. "Khalau lhiat chowhok---"

"Gue balik nih."

"Nho!" Aku mengangkat tangan tinggi. Tara selalu begitu ancamannya setiap aku makan sambil berbicara. "Udah, gue telen. Terus, terus, kalau ada cowok yang kepanasan pakai freshcare, menurut lo gimana?"

"Freshcare emang panas banget."

"Terus, terus, kalau ada cowok yang demam mendadak karena naik motor malam-malam, gimana?"

"Udara malam emang nggak bagus buat badan."

"Terus, terus---"

"Kay."

"Ya?"

"Lo lagi ngomongin siapa?"

"Orang."

"Penting enggak buat hidup lo?"

Aku menggeleng.

"Kalau gitu jangan dilanjutin. Jangan buang tenaga dan waktu buat mikirin atau ngomongin orang yang bahkan hidupnya nggak ngaruh buat kita."

Ouch, tepat sasaran, Boy. Tara Pradipta. Lahir di bulan Maret. Kalau ngomong sering menyakitkan walaupun aku tahu yang tersirat adalah kasih sayangnya untukku. Tak jarang juga, dia hanya diam, sama sekali tak merespons apa yang kukatakan.

Berteman dengan lelaki, aku kadang merasa adanya pergeseran makna gender. Secara de jure (baik itu atas dasar standard society maupun kelompok tertentu), perempuan haruslah didengar dan memang perempuan selalu benar. Namun, de facto, Tara tidak melakukan itu.

Dia ... sering menyudutkanku.

Dia ... melakukan kesalahan karena melanggar hukum masyarakat.

Ck.

"Tahu nggak sih, Tar? Seumur-umur gue kerja, baru pertama ini, gue disuruh boncengin bintang tamu. Cowok lagi. Dan, seumur-umur, baru dia yang ngehina Scoopy Sweety gue itu. Seumur-umur, dia doang cowok yang sama sekali nggak gentle di mata gue. Seumur-umur, gue baru ini ketemu sama orang nyebelin kayak dia!

"Iya, Ta, dia tuh ya Allah ... astagfirullah ... udah mana mukanya songong, omongannya sombong, sikapnya enggak banget. Dan, yang paling menjijikan dari semua keburukannya adalah ... dia manja banget!"

Kalau mengingat dua hari lalu, aku barangkali bisa mendata kejadian itu sabagai hal terburuk sepanjang sejarah Kayshilla Nastiti. Dan, semoga dia adalah daftar terakhir.

"Dan, lo tahu enggak, Ta, dia itu masih artis baru. Udah belagu. Gue sangsi banget deh, kayaknya sebelum jadi artis kerjaan dia sebagai admin akun yang suka mojokin orang itu. Ih, amit-amit banget, Ta. Ta ..." Aku menoleh ke samping, dan mengerang saat melihat Tara sedang memainkan ponsel! "Tara, lo dengerin gue enggak?"

SCRUMMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang