hurt

11K 709 155
                                    

Seperti hari-hari biasanya, Karma membolos dari jam pelajaran yang menurutnya sangat membosankan.

Untuk apa dia mempelajari semua pelajaran yang sudah sangat dia kuasai? Itu hanya akan membuang-buang waktu bukan?

Ya, itulah setidaknya yang dipikirkan otak jenius Karma saat ini. Berjalan pelan dengan sekotak susu strowberry ditangannya, ia terus melangkah mengikuti kearah mana sang kaki membawa tubuhnya.

Karma berhenti, ia memadang jurang didepannya. Tanpa sengaja ia telah sampai ditempat ia melancarkan 'bunuh diri' waktu itu.

'Kenapa aku sampai ditempat ini?' Batin Karma. 'Tapi ya sudahlah, sudah sampai disini.'

Karma duduk ditepi jurang menikmati angin yang berhembus pelan memainkan helai demi helai surai merahnya. Susu strawberry miliknya sudah kandas tak tersisah, entah kemana ia buang kotaknya tadi.

"Hahhh.." Karma menghembuskan nafasnya. 'Kapan terakhir kali aku merasa sedamai ini?' batin Karma.

#drettt.drettt

Posel Karma berhenti getar, menandakan sebuah email masuk entah dari siapa.

Dengan malas Karma membuka ponselnya dan membaca email masuk tersebut. Raut wajahnya seketika berubah, entah apa isi dari email tersebut, yang pasti itu membuat mood Karma buruk seketika.

"Tidak bisakah aku libur sehari saja.." Guman Karma dambil memasukan kembali ponselnya tanpa perlu repot-repot membalas email tersebut karna dia tahu, sang pengirimpun tak akan menanti balasan email darinya.

Karma berdiri dari tempat ia duduk, dengan langkah tanpa suara, ia berjalan keluar hutan, berlawanan arah dengan jalan menuju kelasnya berada, kelas 3-E.

'Merepotkan..' Sosoknya yang bersurai merah tak lagi terlihat tertutup oleh lebatnya pepohonan dihutan itu.

*
*
*

#tap,tap,tap

Suara langkah kaki terdengar dalam ruangan yang dipenuhi oleh cairan berwarna mereah pekat dan berbau anyir.

Seorang pria paruh baya dengan tubuh tambun bergetar disudut rangan, keringat dingin dan air mata ketakutan membanjiri wajahnya. Ia begitu ketakutan ada sosok bocah didepannya yang dapat menghabisi seluruh anak buahnya hanya dengan berbekalkan sebuah pisau buah kecil yang terbuat dari perak.

"Ku.kumohon ja.jangan bunuh aku, a.aku akan membayarmu be.berapapun." Bujuk pria itu penuh ketakutan, dia tahu bahwa sebentar lagi dia akan mengalami nasib yang sama seperti yang dialami oleh anak buahnya.

"Membayarku?" bocah itu memiringkan kepala dengan senyum yang jika menghilangkan beberapa bercak darah diwajah manis itu akan terlihat lugu seolah tanpa dosa. Namun, dengan wajah yang penuh darah membuat senyum tersebut tak ada bedanya dengan senyum seorang dewa kematian.

"Dengan apa kau akan membayarku?" bocah bermandikan darah itu mendekati sang target yang semakin merapatkan tubuh tambunnya kedinding, berharap dinding tersebut menelannya dan membebaskannya dari sosok didepannya.

Bocak tersebut menunduk, melihat wajah pria tersebut yang aangat ketakutan merupakan sebuah kesenangan tersendiri. "Maaf, tapi aku tidak tertarik dengan tawaranmu."

#crass

Dengan sekali tebas, bocah tersebut memisahkan kepala sang korban dari tubuhnya, kepala itu jatuh dan mengelinding disamping kakinya. Tanpa ekspresi bocah itu menginjak kepala tersebuh hingga pecah. Darah dan cairan otak muncrat keluar disela-sela sepatu hitam mengkilapnya yang ditutupi oleh bercak darah yang mulai mengering.

Real Self (boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang