Arkanya | 2

4K 182 2
                                    

[]

Anya melangkah menjauhi sanggar tari. Tas selempangnya dia genggam erat-erat. Sudah sepuluh menit sejak terakhir kali Arka menghubunginya dan sudah beberapa kali juga Anya menunggu pesan dari cowok itu. Namun, tidak ada satu pun notif di layar ponselnya.

"Anya."

Itu suara Arka.

Anya mengalihkan pandangannya dari layar ponsel ke arah Arka yang duduk di atas motor putih.

"Ka, abis ngapain dulu? Tumben lama," sambar Anya ketika sudah berdiri di dekat Arka. Cewek itu bahkan tidak bisa menyembunyikan raut wajah kecewanya.

"Gitu, ya?" tanya Arka usil. Dengan pelan cowok itu menarik pipi Anya sampai cewek itu cemberut lucu, "Sorry," sambungnya.

Anya menatap Arka dalam keterdiaman yang kentara. Ada rasa yang tidak Anya mengerti dan mengganggunya, bahkan sejak saat kali pertama pertemuan mereka.

Arka tersenyum tipis, memperlihatkan lesung pipi kiri yang membuat Anya mau tidak mau merasa beruntung mengenal Arka.

Arka tampan.

Kedua matanya terlihat teduh dan tulus, apalagi dengan senyuman menawan yang sesekali Arka tunjukan padanya.

"Laper, ya? Ngelamun mulu." Arka menarik tangannya untuk melihat jam tangan hitam yang tersemat pada pergelanggan tangan kanan.

"Ya udah, makan yuk," ajak Anya sambil diam-diam mengenyahkan pikiran yang selalu mengganggunya.

Pukul empat sore tepat, motor Arka sudah membelah jalanan lenggang dengan kecepatan sedang. Anya tidak khawatir untuk tidak memegang ujung jaket Arka.

Kebiasaan Anya yang buruk adalah tidak pernah pegangan ketika menaiki motor. Arka di depannya juga tidak protes, asal Anya bisa menyeimbangkan diri untuk tidak terjengkang nanti.

Anya sempat bertanya, "Kalo gue kejengkang gimana?"

Arka akan menjawab, "Ada gue. Apa gunanya tangan gue, kalau bukan buat nopang tubuh lo?"

Arka juga manis. Anya menyukainya, entah benar-bener menyukai atau hanya mengangumi cowok itu.

Anya belum tahu.

[]

Arka emang manis, kalo Anya nggak mau, Arka buat aku aja.

Arkanya [End]Where stories live. Discover now