Arkanya | 13

2K 101 3
                                    


[]

Sepanjang perjalanan saat menjauhi UKS, Anya meuruk. "Bisa-bisanya, gue bilang jangan kayak gitu."

Anya lewat jalan pintas agar tidak ketahuan sedang membolos, hingga Anya menyadari sesuatu.

Usaha Anya untuk menghindar menghilang begitu saja, ketika baru disadari kakinya justru menapaki rumput taman.

Lalu bertemu Arka. Beberapa detik mereka terpaku dalam keterdiaman yang kentara. Menyadari mereka baru berhadapan lagi, setelah tiga hari yang lalu saling menghindar.

"Hai," sapa Anya dengan nada kikuk.

Arka tersenyum kecil mendapati kecanggungan di antara mereka.

"Aravi itu adik kamu?" ceplos Anya lagi tanpa bisa dia rem. Nyaris Anya menepuk dahi kalau tangan Arka tidak segera menahan. Genggaman itu singkat, Arka segera melepas saat sadar Anya menunduk.

"Iya, Aravi adik aku." Arka menyahut. "Maaf kalau keganggu sama sifatnya yang ... aneh?"

Sontak Anya tertawa. Buru-buru Arka menempelkan jari di depan bibirnya, bermaksud menyuruh Anya menutup mulut.

Anya mengangguk pelan. "Maaf."

"Buat apa, Anya?"

Tidak ada jawaban. Arka menoleh ke arah lain saat kembali mengingat soal Vino.

Selama beberapa detik, Anya berusaha untuk mengumpulkan keberanian sambil mengatur napas beberapa kali.

"Aku kangen kamu." Anya berkata pelan. "Aku baru sadar, selama ini dia cuma hidup dalam kenangan aku. Aku malah nyangkal kalau sebenarnya aku butuh kamu."

Arka terdiam, aliran darahnya terasa berdesir. "Aku lebih ngerasa kehilangan ... waktu kamu deket lagi sama Vino."

Anya memberanikan diri untuk menatap wajah Arka. "Aku nyesel."

Dua kata itu sudah menjelaskan semuanya. Dua kata yang ingin Arka dengar dari Anya. Dua kata yang mampu mengubah kedatangan Vino sebagai angin lalu.

Pipi Anya tampak memerah, mungkin malu. Arka terkekeh kecil melihatnya.

"Kamu lucu," kata Arka gemas.

Anya membatin, Papa, Arka makin ganteng. Anya nggak salah pilih dia, 'kan, Pa?

[]

Revisi ketiga: 13 Juli 2021.

Arkanya [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang