Alpha Female 1

968 45 1
                                    

"Oi, kamu gak capek? Sumpah! Aku yang liat aja capek, apalagi kamu yang main." Gumam Samuel sambil mengipasi wajahnya yang rasanya sudah seperti terkena uap air yang mendidih dan wajahnya tepat berada di atas air mendidih ini. Panas.

Mata Samuel yang berpupil hitam legam menatap ke arah langit yang sedang cerah-cerahnya. Tidak ada awan yang berkumpul seperti biasanya. Samuel sedikit menyesal karena setiap hari dia selalu mengeluh jikalau hujan datang. Kenapa di kerajaannya ini saat panas, panasnya selalu melebihi batas. Kalau dingin, suhunya bahkan sering dibawah 0 derajat. Kalau hujan sampai kebanjiran, kalau panas sampai kekeringan. Cuaca yang sangat ekstrim.

Samuel yang sudah berkulit tan dari lahir sekarang mulai merasa kalau kulitnya bisa lebih tan dari sebelumnya. Dia sedikit menyesal karena mengabaikan ucapan mamanya untuk selalu memaki sun screen agar tidak menjadi hitam atau paling tidak--tidak menjadi lebih tan. Sekarang dia berharap mamanya datang dan membawakannya sun screen kalau bisa sekalian sama es jeruk atau apalah yang dingin dingin.

Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar tempatnya duduk saat ini, tapi sayang dia tidak bisa melihat tempat yang memiliki sedikit saja bayangan. Samuel kembali mengelap keringat di dahinya untuk kesekian kalinya. Dalam hatinya ia sudah mengumpat berpuluh-puluh kali pada cuaca ekstrim yang susah diprediksi ini.

Bajunya sudah lumayan basah, dilehernya juga sudah mengalir beberapa tetes keringat. Samuel yang pada dasarnya sangat suka dengan kebersihan, saat ini sedang mengalami krisis. Matanya menatap sejenak pada handuk kecil yang ditindih dengan sebotol air disisi bangku yang ia duduki.

Samuel menatap sambil berpikir dan menimbang dampak positif dan negatif yang akan ia dapatkan kalau menggunakan handuk kecil di hadapannya ini. Setelah beberapa detik akhirnya dia memutuskan untuk memakai handuk itu hanya untuk mengusap lehernya.

Tangan Samuel mengambil handuk putih kecil dengan cepat dan segera mengusap secepat kilat keringat di bagian leher dan sekitarnya. Setelah selesai, ia melipat kembali handuknya seperti semula. Matanya menatap was-was pada pemilik handuk kecil yang tengah sibuk sendiri di wilayah three point lapangan basket.

Setelah memastikan kalau ia tidak ketahuan memakai handuk milik orang, Samuel kembali duduk dengan tenang. Matanya kembali menangkap sosok gadis yang seumuran dengannya dengan rambut berwarna putih dan mata berwarna biru gelap, dengan hidung kecil yang mancung, dan bibir tipis yang mengatup rapat.

Samuel ingin sekali menyeret gadis ini untuk berhenti bermain bola basket. Tapi apalah daya, ia sangat sadar diri kalau ia tidak bisa melawan gadis cantik satu ini. Samuel menghela napas berat.

"Pulang aja, yuk... panas ini. Udah 2 jam aku liat kamu dribbling bola basket. Itu papannya udah retak deh, kayaknya. Pulang aja, yuk! Atau kamu lanjutin nanti aja deh, kalau udah malem. Enak dingin-dingin, daripada kaya gini." Samuel merengek di bangku sambil memasang ekspresi melas yang di arahkan ke gadis yang kelihatannya sedang emosi sambil bermain bola basket.

Merasa mendapat sedikit perhatian dari gadis berambut perak ini, Samuel kembali bicara, "aku tau kamu marah... tapi bukan aku yang buat kamu marah, oke? Jangan nyiksa diri kamu sendiri hanya karena kamu marah." Apalagi nyeret-nyeret aku buat nemenin kamu.

Samuel sudah membujuk gadis keras kepala satu ini selama 2 jam, bahkan sebelum dia diseret untuk menemani gadis ini ngambek.

Gadis berambut perak ini adalah teman Samuel sejak ia kecil. Dari mulai ia lahir, ia sudah melihat wajah gadis ini. Bahkan lebih sering daripada ia melihat wajah kedua orang tuanya. Gadis ini adalah Cleona Alfa Aezar. Anak tunggal Alpha Lean dan Luna Gladis.

Alpha FemaleWhere stories live. Discover now