8. Bagaimana Elise Mati?

1.4K 137 25
                                    

WARNING!
DILARANG MEMBACA SAMBIL MEMPRAKTEKKAN ADEGAN-ADEGAN YANG ADA DI BAB INI DI RUMAH!😂
Aku nggak tanggung jawab kalau kalian muntah-muntah, apalagi sampai nyusul jadi hantu kayak Elise😂
Happy reading😊

***

BRUKKK!

Aku terjatuh di tanah merah dengan keras, seolah-olah aku baru saja dihempaskan dari langit.

"Di.. dimana ini?"

Aku memandang sekeliling. Gelap. Dingin. Kutemukan sebuah lentera yang menyala remang-remang. Aku mengangkat lentera itu ke depan. Memfokuskan pandangan.

Aku ada di pemakaman.

Batu nisan berderet, berjejer tak rapi. Ilalang tumbuh sangat tinggi, menandakan pemakaman ini sama sekali tak terurus. Di tengah-tengah pemakaman, ada sebuah pohon yang sangat kukenali. Pohon beringin, seperti yang ada di belakang rumahku.

"A.. apaan ini!? Bukannya tadi gue ada di kamar Mama?" aku memberanikan diri untuk melangkah maju. Mendekatkan lenteraku pada batu nisan dan membaca nama yang tertera disana.

Nama-nama yang tertera, sama sekali tidak kukenali. Bahkan nama-nama yang tertera cenderung kuno, dan bergaya Barat. Tanpa kusadari, kini aku sudah sampai di bawah pohon beringin. Aku menemukan sebuah batu nisan yang tampak masih bersih dan baru. Aku mendekatkan lentera pada batu nisan itu.

Dan yang tertera adalah namaku.

"Ini.." aku membaca ulang nama yang terpahat pada batu nisan itu. Dua kali. Tiga kali. Lima kali. Tetap tak ada perubahan. Namaku terukir disana dengan sangat jelas.

"Gue udah.. mati?" tanyaku lirih, entah untuk siapa. Yang jelas setelah itu, Elise muncul dari balik batu nisanku dan tertawa aneh.

"Hihihihihi.." tawanya, dengan suara cempreng dan aneh. Aku yang terkejut karena kemunculannya, langsung terjatuh ke belakang. Punggungku menghantam sebuah batu nisan.

"Akhirnya, kau sendirian juga!" mata hitam Elise menatapku tajam. Tangannya kembali terulur. Kukunya menggores wajahku.

"A..aku, sudah mati?" aku memberanikan diri untuk bertanya. Elise tertawa semakin kencang. Bulu kudukku meremang mendengar tawanya.

"Iya, kau sudah mati. Sebenarnya, kau baru saja akan mati." jawabnya.

"Tapi aku.."

"Ssshh.." Elise menekan jari telunjuknya di bibirku. Dingin sekali. Rasa dingin jarinya bahkan menusuk hingga tulangku. Tangannya kini berpindah ke leherku, dan mencekikku kuat-kuat.

"Kau.. kau tahu kan bagaimana rasanya sendirian?" tanyanya dengan nada lembut. Bibirnya membentuk senyum yang aneh, karena sudah tak utuh.

Aku mengangguk dengan susah payah. Terlebih karena leherku yang tercekik dan membuatku sulit bernapas.

"Jadi.. untuk apa kau hidup, jika hanya sendirian?" ia mengetatkan cekikannya hingga aku benar-benar tak bisa bernapas. "Lebih baik, kau bersamaku. Jadi temanku."

Apa-apaan hantu ini!? Dia mengajakku untuk bergabung dengannya menjadi hantu, atau apa!?

"Aku.. masih mau hidup.." akhirnya sebuah kalimat keluar dari mulutku dengan terbata-bata. Elise menatapku dengan marah, dan membantingku ke tanah. Aku langsung menghirup napas dalam-dalam, layaknya oksigen akan habis dalam sekejap mata jika aku tak menghirupnya.

"Untuk apa kau hidup, jika hanya menghabiskan waktu sendirian?" tanyanya lantang.

"Aku tidak sendirian. Aku punya teman."

You Are (Not) AloneWhere stories live. Discover now