3

7.6K 511 29
                                    


[Senin, 2 Oktober, Pukul 10.00 WIB, Perumahan Gerilya blok G, Binjai]

Alcina ada di ruang tamu, sedang melihat beberapa lembar kertas hasil otopsi dari rumah sakit di Binjai. Hanya beberapa kalimat yang dibaca dengan jelas, karena sejujurnya dia tidak mengerti forensik sama sekali, meskipun jurusan kedokteran yang dijajahinya sudah menginjak tiga semester.
Dia membaca kertas demi kertas.

Instalasi Kedokteran Forensik dan Mediko Legal,
RSUD Djoelham
Binjai

Visum Et Repertum (Jenazah)

... Berhubung dengan surat saudara Haris ....
Alamat: ....

....

Identitas Korban:
Nama : Alina Calista
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 19 tahun
... Pada tanggal: ... dibawa ...
....

Pemeriksaan Luar
1. Korban seorang ....
2. Lebam mayat ....
3. ....
.
.
.
17. ....

Pemeriksaan Dalam
1. Leher ....
2. ....
.
.
13. ....

Alcina melihat banyak kata-kata asing dan angka-angka yang tidak dia mengerti. Jadi dia langsung membaca kertas terakhir berisi kesimpulan.

Kesimpulan
1. Korban seorang perempuan berusia ....
2. Pemeriksaan luar :
Tidak ditemukan luka memar, luka lebam, luka ....

Belum selesai membaca sampai akhir, dia telah melempar kertas-kertas itu ke hadapan Letda Okta yang sedari tadi setia mengamati. "Arghhhh ... aku tidak mengerti. Jelaskan sajalah intinya."

Okta membuang napas, mengambil kertas yang tergeletak. Dia membacanya sebentar, kemudian menatap Alcina yang melipat tangan di depan dada sambil bersandar ke badan sofa. "Yang kudengar dari dokter tadi, Alina dibunuh. Luka sayatan di leher sepanjang 15 cm, 12 cm dan 17 cm. Dengan kedalaman masing-masing 5 cm, 3 cm dan 7 cm. Tidak ada luka lain di tubuh Alina, artinya Alina tidak melakukan perlawanan saat bersama pelaku, hal itu karena dia dibius terlebih dahulu. Tidak ada sidik jari pelaku di mana pun. Dia pasti membersihkan semuanya."

"Dia ini sungguh menyebalkan. Apa yang dia inginkan dari menyayat leher kakak sampai tiga kali?!"

"Kurasa dia menginginkan darahnya, karena aku tidak melihat darah di TKP."

"Kenapa kau baru memberitahu sekarang?" gerutu Alcina.

Okta mengedikkan bahu. "Kau tidak bertanya."

Alcina menjambak pelan rambutnya. "Argghh. Itu karena kupikir luka sayatan, apa lagi di leher, sudah pasti menghasilkan darah berliter-liter."

Okta mengangguk. "Kau benar, harusnya begitu, tapi bisa dibilang ini bersih. Hanya beberapa tetes darah di tubuhnya."

"Apa dia benar-benar menginginkan darah itu? Tapi untuk apa?" tanya Alcina, menatap langit-langit rumah beberapa detik sebelum menatap Okta kembali.

Okta mengusap dagunya, tampak seperti berpikir. "Dilihat dari caranya yang menggunakan obat bius daripada racun, sepertinya dia memang menginginkan darahnya. Aku juga tidak tahu, bisa jadi untuk transfusi darah. Tapi bukankah sekali sayatan sedalam 5 cm sudah cukup membuat darah mengalir? Untuk apa sampai tiga kali? Apa mungkin untuk ritual?"

Siapa Pacar Kakak? [COMPLETED]Where stories live. Discover now