Chapter 5

6K 452 7
                                    

 

Aku meneguk bergelas-gelas teh, tak Cuma itu, aku juga sudah beberapa kali memanggil pelayan untuk mengisi ulang dan kedua orang yang berada dihadapanku sama sekali tak menghiraukanku, mereka asyik dengan pembicaraan buku confucious, filsafat dan lain sebagainya. Aku sama sekali tak mengerti jadinya kuhabiskan  seluruh tehnya.

Beberapa saat kemudian, aku merasakan perutku sakit dan rasanya penuh hampir keluar, aku meminta izin kepada keduanya dan pergi ke kamar kecil.

----

Normal POV

Sepeninggalan Fu Rong, maka tinggalah mereka berdua. Masih dalam keadaan sibuk beribu kata, mereka menatap keluar jendela. Xiu Feng menuangkan teh ke dalam gelas Ming Guo, ia baru menyadari teh telah habis diteguk Fu Rong. Akhirnya dia menberanikan diri bertanya.

“hmm . . . boleh ku tahu, gong zhi orang mana?”

“anu . . . aku baru saja pindah ke peking” jawab Ming Guo agak kikuk

“kurasa anda bukan orang sembarangan, anda pasti seorang bangsawan, bukan”

“tepat dugaanmu. Sebenarnya . . .nama keluargaku Aisin Gioro”

“APA!!?”

Xiu Feng berseru terkejut sama halnya dengan Fu Rong. Namun, dia masih belum sadar identitas asli Ming Guo.

“begini . . . niang-ku merupakan anak dari istri kedua suami puteri kaisar terdahulu”

“kedengarannya rumit. Berarti anda tak secara langsung berhubungan darah” tanya Xiu Feng

“ya, begitulah”

“boleh ku tanya, nona dari keluarga mana?” Ming Guo kali ini bernada serius

“saya dari keluarga jenderal Chen”

Ming Guo tak menjawab Cuma mengangguk mengerti, Xiu Feng kembali menatap keluar jendela, ada seorang anak gadis seumuran Fu Rong melambai padanya. Ia meneriaki Xiu Feng.

“nona, sudah waktunya kita pulang!” gadis itu mengeluarkan segenap suaranya

Xiu Feng segera berdiri dan pamit pada Ming Guo

“mohon maaf gong zhi, saya harus pergi. Sampaikan salamku pada Fu Xin”

Xiu Feng keluar dari rumah makan, bersama pelayannya dia dengan elegan berjalan pergi. Ming Guo masih memandang kepergian Xiu Feng penuh rasa.

“oh . . . sangat memukau”

Lalu datanglah seseorang menepuk bahunya.

------

Fu Rong POV

aku telah selesai dengan panggilan alamku, saat aku keluar dari kamar kecil, Jie-jie sudah tak ada di sana hannya tinggal Ming Guo seorang diri yang entah kenapa tertawa seperti orang tak waras saat memandangi luar jendela. Aku sampai dihadapannya dan menepuk pundaknya. Ming Guo sangat terkejut sepertinya dia tidak mennyadari kehadiranku.

“kau seperti hantu saja! Hampir saja jantungku menyeruak dari tempatnya”

Tak peduli ucapannya, aku duduk dihadapannya, menuangkan teh kedalam cangkirku, aku menghirup sedikit baunya tapi tak jadi meminumnya karena perutku sudah penuh berisi. Aku meletakkan cangkir tersebut diatas meja.

“kemana nona Xiu Feng pergi?”

“aku tak tahu, tadi seorang pelayan memanggilnya”

“oh begitu . . . “ kataku sambil mengangguk pelan.

“benar! Kau teman sepermain nona Xiu Feng bukan? Kalau begitu kau pasti tahu segala hal tentang dirinya, bisa kau ceritakan padaku?” Ming Guo terlihat sangat bersemangat.

Entah angin apa yang bertiup sekarang, putera mahkota negeri ini terlihat begitu antusiasnya menpertanyakan seluk beluk jie-jie. Aku merasa tak perlu menceritakan apapun, tanganku meraih kue bunga magnolia, Ming Guo menahanku. Dia memohon padaku hingga aku jengkel dan akhirnya aku bercerita, mulai dari kenangan masa kecil kami yang tentu saja direkayasa, kemudian dilanjut dengan hal-hal yang disukai jie-jie, tidak lupa juga hal yang dibencinya.

2 jam telah berlalu Ming Guo masih begitu bersemangat mendengarkan segala hal mengenai jie-jie. Aku sudah lelah berpanjang lebar, ku hentikan dialogku dan mengajaknya pergi.

“temanku, hari sudah siang, aku harus pulang”

“apa? Tapi kau belum selesai menceritakannya”

“aku mohon, izinkan aku pulang. Ibuku masih menungguku memotong kayu bakar untuk dijual” ujarku dengan raut wajah memelas.

“apa boleh buat . . . ayo kita pergi” ujar Ming Guo dengan nada kecewa

Aku berdiri dari tempatku duduk tadi, dan berniat pergi. Mungkin karena aku terlalu banyak berbohong tuhan menghukumku, kakiku kesandung kaki meja.

“Waaaa!!” teriakku yang hampir menimpa tanah.

Untunglah sebuah tangan kekar sigap menangkapku. Menopang tubuhku dan memegangi tanganku, Ming Guo telah menolongku. Kami saling tatap dalam posisi dekat sekali, mata kami saling bertemu dan jantungku hampir saja meledak jika aku tak segera sadar bahwa dia sedang memegang bagian tubuhku.

“GAWAT!!!” batinku dalam hati.

Tiba-tiba saja wajah Ming Guo berubah kusut, aku makin panik.

“kau . . . “ katanya terputus

----
bagaimana? apa sedikit tertarik??

Only LastWhere stories live. Discover now