Big Brother

3.9K 205 17
                                    

Meja persegi berwarna hitam itu tertata tiga cangkir berisi teh hijau. Aromanya sangat menenangkan. Terbalik dengan suasana ruang makan sekaligus dapur itu. Tegang. Satu orang yang sudah sangat matang, dan juga alpha yang disegani. Didepannya duduk sepasang remaja yang baru menginjak tangga dewasa, sepasang mate, alpha-omega. Layaknya seperti hendak menghakimi yang muda. Hening dan tegang. Ketiganya tidak ada yang membuka suara setelah mereka makan.

Itachi mengambil cangkir itu lalu meminumnya. Lalu ia mengambil kacamata di saku kemejanya dan mengenakannya. Mata kelamnya memandang lurus kedua orang di depannya. Tak lama ia memejamkan matanya sambil menghela nafasnya. Sebuah senyum tipis terlukis membuat kerutan di wajahnya makin jelas.

"Ani—"

"Yokatta ne, Sasuke. Kau baik-baik saja.", potong Itachi. Ia menunduk melihat teh hijau yang tenang.

"Hn,", jawab Sasuke singkat. Ia tahu kakaknya pasti telah mengetahui insiden kemaren. Keluarga utama Uchiha tidak mungkin tidak menanyakan keberadaannya kepada Itachi. Tangan mungilnya meremat pelan celana panjang hitam yang ia kenakan. Kesal. Sesak. Sasuke menundukan kepalanya frustasi.

Hening kembali, tak ada yang bersuara. Hanya bunyi denting jam dinding yang terasa. Suasana terasa suram. Rasanya untuk mengambil sebuah nafas begitu terasa sulit. Naruto memperhatikan omeganya. Entah mengapa dadanya sakit dan sesak. Ia merasa tidak tahan jika harus berlama-lama dengan suasana seperti ini.

"Ano-saa... Ku yakin kau ke sini tidak hanya untuk mengecek keadaan adikmu kan?", Ucap Naruto buka suara, dengan berani menatap alpha dewasa di depannya. Sebelah tangannya menggenggam tangan Sasuke. Sontak omega cantik itu langsung menoleh ke arahnya.

Itachi membalas tatapan alpha muda itu. Lalu ia tersenyum dan menyandarkan punggungnya di kursi itu.

"Yah, kau benar Naruto. Ada beberapa hal yang ingin ku katakan pada kalian berdua.", kata Itachi pelan sambil memandang langit-langit ruang itu.

"Kalau begitu katakan saja. Jangan bersikap ragu-ragu seperti itu.", Balas Naruto. Ia tahu dari tadi Itachi mengulur-ulur waktu. Menimbang-nimbang apa yang ingin ia sampaikan.

Itachi kembali tersenyum dan menghela nafasnya. Benar. Saat ini ia tidak boleh ragu. Lagipula Sasuke bukan anak kecil lagi. Walau ia memang naif dan labil. Setidaknya adiknya itu cukup mengerti apa yang ia akan sampaikan.

"Baiklah. Pertanyaan diajukan di akhir.", Ucap Itachi dengan tenang. Kedua orang di depannya mengangguk. "Pertama, sebenarnya pertemuan kalian aku dan nyonya Namikaze yang menyusun. Aku juga yang mendaftarkan Sasuke di tempat kuliah yang sama dengan Naruto. Membuatnya bisa keluar dari 'kurungan' itu.", ucap Itachi.

"Ap—"

"Sasuke.", panggil Naruto dengan menarik tangan Sasuke dan menatapnya.

"Khh..". Sasuke menoleh lalu menundukan kepalanya.

"Awalnya aku berharap setidaknya Naruto akan melindungimu, tapi ternyata kalian adalah sepasang mate dan membuat ikatan mate tanpa ikatan hukum terlebih dahulu. Jujur itu diluar prediksiku.", lanjut Itachi. Naruto berdeham sementara Sasuke menahan malunya, rasanya pipinya terbakar.

"Tapi tak apa, kami mendukungmu Sasuke.", Kata Itachi sambil menatap tegas wajah adiknya.

"Kami? Maksudmu Tou-sama juga?", tanya Sasuke ragu.

"Yah, orang tua mana yang tidak senang anaknya menemukan pedamping hidupnya.", Jawab Itachi dengan tenang. Mata Sasuke membola tidak percaya. Ayahnya yang tidak peduli itu kini peduli dengannya. Dunia akan segera kiamat?.

"Kau pasti bercanda an—"

"Yang kedua.... Menghindarlah dari Obito.", Ucap Itachi pandangannya mendingin dan menggelap. Seakan-akan menusuk hingga ketulang. Sasuke dan Naruto menegang mendengar nama itu. "Apapun caranya, jangan sampai kalian bertemu dengannya. Dan jangan biarkan ia menyeretmu kembali ke sana Sasuke.", tambah Itachi.

Undetected LoveWhere stories live. Discover now