31; Who?

9.3K 1.3K 65
                                    





































Waktu sekolah kembali tiba, pagi ini gue pergi bareng Abang, dia ke kampus agak siangan jadi sekalin nganter gue ke sekolah.

Gue tiba di sekolah dua puluh menit kemudian. Pamitan sama Abang dan memasuki gerbang sekolah setelah mengabaikan panggilan Pak Coro yang selalu nangkring di pos pagi-pagi dengan segala peralatan make-up di atas meja.

Tin Tin.

Suara klakson motor mengalihkan atensi gue. Gue menengok ke samping didapati Guanlin tersenyum dari balik helm yang dipakainya.

"Halo, Dianjing, apa kabar lo?" tanya dia sembari menaikkan alisnya entah bermaksud untuk apa.

Gue hanya tersenyum sangat manis sembari menyibakkan rambut gue bak iklan shampoo.

"Aju nice."

Guanlin yang melihat itu bergidik lalu menyalakan mesin motornya kembali dan menjauhi gue bermaksud untuk memarkirkan ninja merah kesayangannya dengan benar.

Sebelum gue kembali melangkah, gue melihat Kezia memasuki gerbang setelah berpamitan dengan Ibunya. Gue memutuskan berdiri sembari menunggu Kezia.

"Ayo, masuk bareng." ajak gue begitu Kezia tiba di depan gue.

Kezia seperti kebingungan, lalu arah pandangnya beralih ke belakang gue. "Gue mau ada perlu sama Guanlin, lo duluan aja."

Mendengar penuturan Kezia buat gue memandang Guanlin yang kini berdiri di samping gue.

"Fine Kez, lo lebih milih Guanlin daripada gue. Gue pergi." baik, katakan gue alay.

Setelah pergi meninggalkan mereka berdua yang entah ingin membahas masalah apa gue tidak peduli, gue melangkahkan kaki gue memasuki kelas. Sebentar lagi bel berbunyi.

Benar saja. Bel berbunyi saat gue hendak menaruh tas ransel gue di kursi, dengan segera gue membuka loker berniat mengambil topi yang selalu gue taruh di sana. Iya memang agak jorok, lagi pula gue jarang berkeringat kalau selesai upacara, jadi gue biarkan topi gue ada di loker, sesekali kadang gue bawa ke rumah untuk dicuci.

Gue bergegas ke lapangan untuk mengikuti upacara bendera. Di sana ada Jini yang berdiam diri di barisan.

"Tas lo kok gak ada di kelas?" tanya gue berdiri di samping sembari membetulkan rambut gue.

"Gue hampir telat, jadi gue titip di Muel."

Gue hanya mengangguk saja menanggapi ucapan Jini. Tiba-tiba Kezia bergabung setelah datang dari belakang. Gue melihat punggung Guanlin, sepertinya dia abis nganterin Kezia ke sini. Terbukti tatapan tidak enak mengarah pada Kezia.

"Lo pacaran?" Jini bertanya blak-blakan. Jangan heran, dia sebelas-duabelas dengan gue. Karena, itu juga kalimat yang ingin gue tanyakan pada Guanlin.

Kezia justru memukul Jini. "Apa sih, gak, dia minjem catetan matematika gue, jadi gue ambil tadi."

Gue hanya tersenyum menyeringai. "Amasa?" tanya gue menjawil lengan Kezia.

Kezia hanya terdiam tidak menanggapi godaan gue dan Jini yang sedari tadi terus mengganggunya.

Upacara berlangsung selama satu jam, gue dan Kezia kembali ke kelas bersama, sedangkan Jini harus mengambil tas yang ia titipkan di kelas Samuel.

Tidak banyak percakapan antara gue dan Kezia sampai Pak Jaehwan memasuki kelas sembari membawa penggaris busur berukuran besar juga buku matematika di tangan kirinya.

Bae • DANIEL ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora