Lembar ke-2

69 3 3
                                    

Nama laki-laki itu adalah Ardhan Fayyadh Almiqdad Riyandhana, seorang laki-laki berusia 16 tahun yang sekarang sedang duduk di bangku kelas 11 di salah satu SMA ternama di kawasan Jakarta Selatan. Ia lebih suka di panggil Ardhan daripada Miqdad atau Riyan atau Dhana karena nama Ardhan lebih pas dengan dirinya. Ardhan suka sekali dengan karya sastra, mulai dari cerpen, puisi, atau novel sekalipun. Banyak dari cerpennya yang di publikasikan di sebuah koran setiap hari Rabu. Sementara untuk puisinya, ia lebih suka menyimpan puisi-puisinya itu ke dalam buku pocket berwarna hitam yang sering ia bawa kemana-mana.

Ardhan hanya punya dua sahabat yang benar-benar dekat dengan dirinya. Namanya Hema dan Garda. Hema Megantara adalah seorang pengurus OSIS yang menjabat sebagai Wakil Ketua II dan Garda Antariksa adalah Ketua Umum ekstrakurikuler voli. Jangan tanya berapa banyak sertifikat yang dimiliki oleh mereka berdua. Dari dulu, Hema memang aktif dalam bidang keorganisasian sementara Garda cenderung ke olahraga. Bagaimana dengan Ardhan? Laki-laki itu hanyalah cowok pasif yang enggan untuk menjadi pusat perhatian. Ia tidak pernah mengikuti lomba apapun. Tempelan-tempelan yang berada di dinding kamarnya bukanlah sertifikat atau penghargaan, melainkan lembaran-lembaran kertas berisi cerpen atau sajak-sajaknya.

Ardhan memang tidak suka menjadi pusat perhatian karena ia merasa itu semua tidak di perlukan. Bisa dibilang kalau Ardhan adalah orang yang termasuk golongan anti sosial. Laki-laki itu enggan untuk bersosialisasi dengan orang banyak dan terlalu cuek dengan kehidupannya. Dia tidak pernah mengambil pusing urusan orang kalau tidak menyangkut dirinya. Dia lebih sering diam dan pribadinya lebih tenang dari kedua orang sahabatnya ini. Tetapi, dibalik itu semua ada sebab yang sangat kuat untuk menjelaskan mengapa ia bersikap seperti ini.

Sewaktu SMP kelas 9, kekasihnya harus meninggal dunia karena maag yang kronis. Ardhan benar-benar terpukul saat itu karena ia terus saja menyalahkan dirinya atas kematian kekasihnya itu. Sebab, sehari sebelum kematian kekasihnya, Ardhan sudah berjanji untuk makan siang bersama di salah satu restoran cepat saji di dekat sekolah mereka dan keduanya sepakat akan hal itu. Namun, Ardhan mengingkarinya. Dia melupakan janjinya dengan kekasihnya itu dan ikut mendukung tim kesebelasan sepakbola sekolahnya sampai pada akhirnya Ardhan mendapatkan telepon kalau Citra-kekasihnya-kritis di rumah sakit.

Mengetahui hal itu, Ardhan langsung meninggalkan tempat tersebut dan segera menuju rumah sakit yang merawat kekasihnya itu. Kemudian ia teringat kalau ada janji makan siang dan Citra pasti menunggu kedatangannya sampai maag-nya kambuh. Ardhan menyesali hal itu dan airmatanya telah membendung di pelupuk matanya. Tepat ketika ia menginjakkan kaki di rumah sakit, Citra telah menghembuskan nafas terakhir. Ia mendengar gema suara tangisan yang begitu lirih dan menusuk hatinya. Ardhan berjalan tenang menuju koridor yang dipenuhi dengan beberapa orang. Airmatanya menetes, dadanya merasa sesak bukan main, dan jantungnya seperti berhenti berdetak.

Seminggu penuh, Ardhan mengurung diri di kamar, berusaha menghukum dirinya karena kecerobohan yang ia lakukan. Dalam jangka waktu itu, ia hanya meringkuk dalam kegelapan disudut kamarnya. Jendela dan tirai dibiarkannya tertutup agar cahaya matahari tak dapat menembus kamarnya. Ia ingin membunuh jiwanya dengan kegelapan dan kedinginan. Nafsu makannya menghilang begitu saja. Hasrat untuk membersihkan tubuhnya juga ikut menguap. Otaknya benar-benar sudah berhenti beroperasi sehingga perasaan mendominasi kinerja tubuhnya.

Ia ingin membayar kesalahannya.
Ia ingin Citra kembali hidup di dunia ini.
Ia ingin memeluk tubuh perempuan itu sekali lagi.

Tapi, ia sadar kalau keinginannya hanya menjadi angan semata karena sekarang perempuan itu sudah beristirahat dengan tenang di lembabnya tanah. Sudah beberapa kali orang tuanya dan beberapa temannya berusaha untuk memotivasi Ardhan agar kembali bersekolah. Namun, semua itu hanya sia-sia karena jiwa laki-laki itu sedang terbang kemana-mana. merasakan apapun lagi. Semuanya seakan sudah hilang bersama jiwa Citra.

ParfaitWhere stories live. Discover now