Wattpad Original
There are 2 more free parts

PDH-7. Awal Pertemanan

54.7K 3.4K 98
                                    

"Jadilah mutiara yang beharga dan langka, bukan batu yang mudah ditemukan dimana saja."

-Pelabuhan Dua Hati-

"Hei, hei. Kamu yang pingsan di awal Ospek kan?"

Seseorang yang entah dari mana datang menepuk bahu Faiza, lalu duduk di sampingnya. Faiza menautkan alisnya bingung. Lalu tersenyum terpaksa menanggapi perkataan gadis itu.

"Kenalin, aku Syafa. Yang keluar dari barisan minggu kemarin, rela-rela nyamperin kamu yang tiba-tiba duduk di tengah lapangan karena lelah berlari mengelilingi lapangan, karena ulah kamu semua orang panikan, termasuk aku. Karena aku keluar dari barisan tanpa permisi, aku dapat hukuman dari senior mengelilingi lapangan juga. Alhamdulillah, gak pingsan," kata Syafa yang sukses membuat Faiza melongo.

"Nama kamu?" lanjut Syafa.

Faiza terdiam.

"Nama kamu siapa?" ulangnya lagi.

"Faiz—"

"Oh, Faiza Zahra Ataya, dari nama panjang kamu, aku bisa tebak nama panggilan kamu Zahra kan?" tanya Syafa setelah melihat nama di buku catatan milik Faiza.

"Bukan, Fa—"

"Oke Zahra, jadi kenapa kamu bisa pingsan minggu kemarin?" tanya Syafa menatap Faiza lekat.

"Oh itu—"

"Apa mungkin untuk menarik perhatian senior yang guanteng itu?" tanya Syafa sambil menaik turunkan alisnya, berusaha menggoda gadis yang duduk di sampingnya itu.

"Bukan, itu—"

"Aku dengar dia ketua pelaksana ospek kemarin, Ya Allah, nikmat Tuhan. Ngebayangin dia panitia yang menggendong aku ke klinik. Kyaaa!" histeris Syafa yang terus mendapat tatapan aneh dari Faiza.

"Hei itu zina!" Peringatan Faiza yang menghentikan khayalan Syafa yang tak kunjung berhenti.

"Bagian mananya yang zina?" tanya Syafa menatap Faiza bingung. Dia tak melakukan apa pun hanya duduk cantik di sini.

"Memikirkan orang yang bukan mahram, bahkan sampai membayangkannya yang tidak-tidak itu termasuk zina pikiran," imbuh Faiza. Syafa tertawa sesaat.

"Lalu, dia yang menggendongmu ke klinik, itu bukan dosa? Malah dia menyentuhmu secara tidak langsung," tanya Syafa lagi, yang sukses membuat Faiza diam seribu bahasa.

"Apa maksudnya?'

"Setelah aku stalker tiga hari-dua malam, ternyata namanya Fauzan, jurusan Manajemen fakultas sebelah, tahun ketiga. Anak orang kaya, yang ayahnya punya tiga perusahaan, dan ibunya seorang pengusaha juga. Dia punya dua orang adik, namanya Adnan dan Sabiya dan punya empat orang sahabat yang gantengnya MasyaAllah dari berbeda fakultas. Dan kabar bagusnya salah satu sahabatnya itu satu jurusan dengan kita, namanya Dani," kata Syafa panjang lebar namun tak didengar oleh Faiza.

Pikirannya sedang sibuk menerjemahkan kalimat Syafa sebelumnya, "Lalu dia yang menggendongmu ke klinik itu bukan dosa?'

"Astagfirullah," ucap Faiza pelan.

"Apa? Kenapa?" tanya Syafa penasaran ketika mendengar Faiza ngucap secara tiba-tiba. Faiza menggeleng, lalu menaruh buku-bukunya ke dalam tas. Bersiap untuk pergi dari hadapan gadis aneh di sampingnya.

"Saya ke kantin dulu, Assalamualaikum," kata Faiza meninggalkan Syafa yang masih terduduk bingung ditinggal begitu saja. Faiza keluar dari kelas, berjalan menuju kantin. Perutnya sudah minta jatah untuk diisi.

'Tapi, kantinnya di mana?' Karena dia tidak ikut Ospek membuat dirinya buta akan kampus, tidak tau di mana katin, ruang dosen, dekan dan sebagainya. Faiza terdiam sesaat, lalu kembali melangkah sembarang arah berharap kakinya menuju ke tempat yang benar.

"Kantinnya ke arah sana, kalau kesitu jalan ke fakultas manajemen. Apa jangan-jangan kamu mau bertemu Abang ganteng?" ucap seseorang tepat di belakang Faiza. Mendengar suara orang tersebut, tanpa berbalik pun Faiza sudah tau siapa yang sedang berada di belakangnya saat ini.

Faiza menghela napasnya.

"Yuk, aku temenin," kata Syafa yang menarik tangan Faiza menuju kantin, dengan pasrah Faiza pun mengikuti langkah Syafa.

"Jadi, kamu mau pesan apa?" tanya Syafa sebelum ikut duduk bersama Faiza.

"Nasi—"

"Oke!" lagi-lagi ucapan Faiza dipotong begitu saja.

"Mbak, pesan Bakso nya dua, teh es-nya juga dua. Cabenya dikit aja, soalnya sudah banyak cabe-cabean di sini, jadi udah pedas duluan," kata Syafa memelankan suaranya di akhir sambil melihat sekelompok gadis yang duduk di sudut kantin. Walaupun suara Syafa pelan, namun masih bisa ditangkap oleh pendengaran gadis yang berada di sudut kantin itu.

"Apa maksud lo?" kata salah satu gadis dari mereka yang menatap Syafa tajam.

"Ehh ngerasa!" kekeh Syafa lalu kembali duduk di dekat Faiza. Gadis itu menahan geram melihat tingkah Syafa. Faiza hanya memutar bola matanya malas melihat tingkah Syafa yang kelewat aneh.

"Apa kamu selalu seperti ini?" tanya Faiza setelah Syafa duduk di depannya.

"Seperti apa?"

"Pecicilan," jawab Faiza cepat.

"Ya, inilah aku, lebih nyaman menjadi diri sendiri ketimbang menyamar jadi cabe," kata Syafa mengeraskan suaranya sambil melirik kembali ke arah sekelompok gadis di sudut kantin. Yang tujuannya hanya menyindir satu orang, tapi yang merasa semua gadis yang berada di kelompok itu. Merasa panas, gadis yang dilirik Syafa sejak masuk ke kantin itu, berjalan ke arah Syafa meninggalkan kelompoknya.

"Maksud lo apa?" tanya gadis itu yang telah berdiri di dekat meja Faiza dan Syafa. Faiza merasakan hawa panas, perlahan dia mengambil tasnya ingin pergi dari tempat ini segera, tidak nyaman dengan suasana kantin yang mulai tegang.

"Duduk!" perintah Syafa yang langsung membuat Faiza kembali duduk.

"Tenang, ini hanya cabe," kata Syafa pada Faiza. Faiza memandang kedua gadis di depannya dengan pandangan bingung. Dia tidak ingin terlibat masalah di sini. Biarkan masa-masa kuliahnya bebas tanpa ikut campur masalah orang lain.

"Gue gak bermaksud apa-apa, kok," jawab Syafa yang telah berdiri berhadapan dengan gadis itu.

"Lo nyindir gue?"

"Lo merasa tersindir?"

"Gak!"

"Lah terus? Kenapa lo ke sini?" pertanyaan itu membuat sang gadis geram.

"Jujur aja lo, kalau merasa tersindir mending lo ubah gaya lo lagi. Ke mana kakak yang selalu jadi panutan gue? Ke mana kakak yang anggunnya bikin gue adem? Ke mana kakak yang selalu menjaga dirinya yang gak mau mengumbar auratnya?" tanya Syafa pada gadis di depannya. Penuturan itu tepat menusuk hati gadis itu.

"Gue bukan kakak lo," kata gadis di depannya sinis lalu pergi meninggalkan Syafa.

"Iya, sekarang lo memang bukan kakak gue lagi," lirih Syafa pelan sebelum duduk kembali. Membenarkan hijabnya, lalu kembali duduk manis menatap Faiza.

"Maaf, tadi ada iklan lewat," kata Syafa yang terpaksa diangguki Faiza. Faiza masih syok dengan kejadian yang baru saja terjadi. Syafa berubah 180 derajat ketika berhadapan dengan gadis itu.

'Siapa gadis itu sebenarnya?' batin Faiza.

"Dia kakak sepupuku, namanya Kiara. Entah mengapa dia telah menjadi cabe satu tahun ini, dan entah mengapa juga Tuhan terlalu baik mempertemukan kita di kampus ini, padahal aku berharap tidak lagi bertemu dengannya, karena emosiku selalu meledak jika melihatnya," kata Syafa seolah menjawab pertanyaan Faiza. Faiza hanya mendengarkan penuturan Syafa dalam diam, dia ingin tau lebih dalam tapi itu bukan haknya untuk tau. Lagian, ini tidak ada gunanya untuk dia ketahui.

"Dulu, dia anti sekali jika rambutnya dilihat bukan mahramnya, namun sekarang dia mengumbarnya. Dulu, katanya gak enak pakai baju sempit, gak leluasa katanya, tapi sekarang dia—" Syafa menggantungkan kalimatnya lalu memandang Faiza yang masih setia mendengarkannya.

"Ahh, maaf. Aku tak berniat merusak suasana," sambung Syafa lagi ketika terbawa suasana.

"Jadi Zahra, kamu dari SMA mana?"

---

TBC

Pelabuhan Dua HatiWhere stories live. Discover now