"Siapa yang pernah memberiku luka paling parah? Siapa yang telah memberi kesan terindah dalam hidupku? Dan selama ini hanya jodohku lah yang masih menjadi rahasia Allah."
-Pelabuhan Dua Hati-
Malam itu Fauzan lebih memilih untuk pulang ke rumah di bandingkan ikut bersama temannya. Entahlah, dirinya rindu dengan guyonan sang adik.
"Bang! Bang!"
"Hmm?"
"Ih ... Abang, mah. Kapan Abang bakalan nepatin janji Abang?" tanya Sabiya dengan wajah cemberutnya. Sekarang dia sedang duduk di atas punggung Fauzan yang sedang menelungkup di atas kasur.
"Kapan-kapan," jawab Fauzan seadanya.
"Yah, Abang! Biya maunya besok. Titik!" kata Sabiya lalu melipat tangannya di dada.
"Abang besok ada acara, Dek," jawab Fauzan lagi.
Fauzan tak berniat merubah posisinya walaupun kenyataan badan Sabiya yang lumayan berat menduduki punggungnya.
"Kalau begitu Biya ikut!" kata Sabiya seiring badannya terjatuh ke belakang karena Fauzan yang mendadak bangkit.
"Aduh," ringis Sabiya ketika kepalanya terantuk ke dinding. Fauzan yang melihat itu ikut meringis.
"Kamu gak papa, Dek?" tanya Fauzan lalu mendudukkan Sabiya di depannya. Bagaimana tidak kaget ketika Sabiya minta ikut? Mata Sabiya telah berlinang hendak menangis. Tangannya masih memegang kepalanya yang terantuk tadi. Fauzan ikut mengelus kepala sang adik.
"Jangan nangis, Dek," bujuk Fauzan lagi. Berharap Sabiya tidak mengeluarkan suara nyaringnya. Sabiya tetap mengatup bibirnya, Fauzan tau kalau adiknya itu ingin menangis. Bunyi antukan kepala tadi membuat Fauzan tidak tega melihat adiknya, sudah pasti itu sangat sakit.
"Ya udah, gak papa nangis."
Seketika suara tangisan Sabiya memenuhi kamar Fauzan. Mendengar itu Fauzan hanya bisa pasrah sambil mengusap pelan kepala Sabiya. Dalam hitungan detik, hal yang diduga Fauzan pun terjadi. Ibunya datang dengan wajah yang sulit didefinisikan.
"Sudah ibu bilangin jangan masuk kamar Abangmu! tetap saja kamu masuk. Keluar!" titah sang ibu sambil menarik Sabiya keluar dari kamar Fauzan.
Bukannya tenang, Sabiya malah semakin menangis. Menangis karena kepalanya yang terantuk atau karena ditarik paksa sang Ibu, Fauzan tak tahu.
Fauzan kembali berbaring, menatap langit-langit kamarnya. Apa dia harus menyusul teman-temannya?
Fauzan menggelengkan kepalanya, mengingat dirinya yang baru saja selesai diinterogasi tadi sore membuat dirinya tidak ingin bertemu dengan keempat temannya itu. Dia lebih memilih untuk memejamkan matanya, menikmati malam yang sunyi.
Berharap hari esok sesuai dengan rencana.
---
Ping!
Ping!
Ping!
Faiza.
Jawab!
Jangan di-read doang!
Faiza menghela napas untuk yang kesekian kalinya ketika layar ponselnya dipenuhi pesan tak bermutu dari Syafa. Sebisa mungkin dirinya mengabaikan pesan itu dan kembali menyelam bersama novel yang tengah dibacanya.
Faiza.
Ada sesuatu yang harus kamu tau!
Ini tentang Kak Fauzan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Dua Hati
RomanceBukan hanya masa lalu yang rumit dengan Fauzan membuat Faiza enggan untuk kembali bertemu, tetapi pergulatan hati Faiza dan penyakit yang dideritanya membuat gadis itu terus merasa ragu. Ketika takdir terus menguji keduanya, ke manakah akhirnya hati...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir