15

1.3K 46 1
                                    


"Katanya jodoh tuh nggak akan kemana. sejauh apapun kita berpisah, pada akhirnya akan disatukan kembali." Suara gadis itu membuat Arza menegang. Ia menghentikkan aksi membersihkan buku dan membalikkan badan.

Arza memandang wajah gadis itu yang tersenyum padanya. Stefia mendekat dan merebut sulak ditangan Arza lalu membersihkan buku-buku dirak sebelahnya.

"Lo? Balik lagi?" Tanya Arza masih terkejut. Ia kira pertemuan beberapa hari lalu dengan gadis itu hanya berjalan sesaat. Namun, gadis itu ternyata kembali ke sekolah lamanya ini.

"Hm, sesuai yang lo lihat," Jawab Stefia masih dengan senyumnya. "Kemarin kita dipertemukan dengan suasana yang berbeda. Lo dengan pacar baru lo, dan gue pun sama."

Arza hanya diam mendengarkan.

"Tapi itu semua nggak seperti yang lo kira."

"Dan sayangnya gue nggak selera mendengar lo ngejelasin kehidupan lo." Seru Arza berlalu ke rak yang belum di bersihkan.

Stefia mengekor dengan santai, "Yaa.. lo benar. Tapi kalau kita nggak menjelaskan apa yang terjadi, mungkin orang itu masih menatap kita sebelah mata." Stefia kembali berujar, "Dan lo masih membenci gue."

Stefia kini duduk di meja perpustakaan. Untung saja penjaga perpus masih keluar.

"Lo tau? Kadang apa yang lo lihat nggak sesuai apa yang orang itu rasakan."

Arza menata buku-buku paket ke rak buku tanpa menggubris ocehan Stefia.

"Lo masih cinta sama gue, Ar?" Pertanyaan itu membuat Arza menghentikan kegiatan menata buku. Ia berbalik dan menatap Stefia yanh duduk di meja.

"Bagi gue, lo tetap sama, Stef. Lo hanya bisa mempermainkan hati orang yang mencintai lo secara tulus."

Mendengar itu, Stefia menunduk sebentar dan kembali menatap lurus ke depan. Kini dengan senyuman kecewa yang terlukis di wajah putihnya, "Tapi lo nggak bisa memukul rata waktu, Ar. Lo nggak bisa menyimpulkan orang itu dari masa lalunya dan menyeret semua hal buruknya ke masa depan. Oke, gue memang salah. Gue mempermainkan hati lo sama Naufan. Gue emang cewek nggak tau diri. Dan harusnya gue tau, cewek dengan masa lalu kayak gue, nggak pantas merubah sikapnya didepan orang kayak lo. Karena mau berubah seperti cewek lo pun, gue nggak bakal bisa dapetin kepercayaan lo lagi. Maaf, Ar."

Stefia berlari kecil keluar dari perpustakaan. Sementara Arza, dia terdiam lama. Mencerna perkataan Stefia yang membuatnya penuh tanda tanya. Ini lebih rumit dari jarum yang hilang di tumpukkan jerami.

OoO

Seorang gadis berjalan santai menuju mushala sekolah. Langkahnya ringan sambil menikmati lingkungan sekolahnya dan kakak kelas cowok yang menggerombol menuju ke mushala juga. Adem gitu jika melihat cowok-cowok muslim melangkahkan kakinya ke tempat beribadah umat islam.

Tania tiba di depan mushala. Pukul 12.00 dan sangat ramai. Sebenarnya ia tidak suka jalan sendirian, karena Shela juga masih datang bulan. Tania tidak suka menjadi pusat perhatian. Bukannya pede, tapi ia merasa risih bila  dilirik cowok-cowok yang sedang memasang sepatu dan bersiap meninggalkan mushala itu. Ia jadi gugup dan salah tingkah. Kan itu memalukan.

Setelah Tania melepas sepatunya, ia berbalik badan berniat menuju ke tempat wudhu, tapi sebuah badan tegap menghadangnya tanpa sengaja.

Tania mendongak dengan ekspresi datar. Terbiasa dengan wajah cowok itu.

"Hai." Sapanya diikuti cengiran kikuk. Cowok itu merutukki dirinya sendiri. Mengapa dia sekarang jadi genit begini?

Jadi cowok kok bego sih? Harusnya gue bilang maaf karena udah hampir nabrak dia. Bukannya nyapa tuh cewek, bego! Batin Naufan sambil menggaruk pelipisnya.

Sementara di lain orang, cewek yang disapa itu sudah salting sambil menjaga jantung nya agar tidak copot. Kakak kelasnya? Yang songong itu? Tapi ganteng? Menyapanya? Bilang kalau ini bukan mimpi.

"H-hai juga," Sapa Tania seadanya. Kini semburat merah sudah menjalar keseluruh wajahnya hanya dengan perlakuan kecil Naufan.

Naufan kembali membuka suara. Langkah pertama yang baik untuk memulai segalanya, di mushala pula.

"Mau shalat ya?" Lagi. Naufan gregetan sendiri pada dirinya. Mengapa pertanyaan bodoh seperti itu terlontar dari mulutnya? Ya jelaslah Tania mau shalat, kan memang lagi di mushala.

Tania memandang sekilas wajah Naufan. Takut salting atau apalah itu. Yang jelas baginya lantai mushala lebih menarik daripada wajah Naufan di situasi tiba-tiba seperti sekarang.

"Iya, kak. Mau shalat. Duluan ya," Ucapnya sambil tersenyum kecil.

Naufan mengangguk lalu tersenyum seperti orang bodoh. Ia menggeser tubuhnya dan membiarkan Tania lewat. "Silahkan."

Tania tersenyum canggung dan berlalu pergi. Bertemu dengan Naufan yang sama tapi dengan rasa yang berbeda. Ada apa dengan dia? Apa dia juga merasakan apa yang selama ini Tania rasakan? Secepat itukah perasaannya terbalaskan? Atau ini hanya sebuah kebetulan?

Ya, ini hanya kebetulan. Sama seperti waktu sebelumnya. Waktu hanya mempertemukan mereka dalam suasana yang berbeda.

Dan Tania suka Naufan yang ini. Sapaan hangat yang membuatnya seperti orang gila karena tersenyum setelah kejadian tadi.

OoO


Tania's Story [Completed]Where stories live. Discover now